Sukses

Ikut Jejak Selangor, Penang Cabut Gelar Dato dari Najib Razak

Penang mengikuti jejak Selangor yaitu mencabut gelar yang sebelumnya diberikan kepada mantan perdana menteri Najib Razak pada Kamis (15/9).

Liputan6.com, Penang - Penang mengikuti jejak Selangor yaitu mencabut gelar yang sebelumnya diberikan kepada mantan perdana menteri Najib Razak pada Kamis (15/9), setelah ia mulai menjalani hukuman penjara karena korupsi.

Menurut penjabat sekretaris negara bagian Penang Mohd Zakuan Zakaria, Gubernur Penang Ahmad Fuzi Abdul Razak menyetujui pemerintah negara bagian untuk mencabut gelar yang diterima Najib pada tahun 2009 sehubungan dengan keyakinannya dalam kasus SRC Internasional.

“Berdasarkan keyakinan dan hukumannya, keanggotaan Darjah Utama Pangkuan Negeri (D.U.P.N.) memutuskan mencabut gelar Dato’ Seri Utama dan efektif berlaku pada 15 September 2022,” kata Mohd Zakuan dalam keterangannya.

Pencabutan itu sesuai dengan keputusan gubernur, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (15/9/2022).

Najib dan Rosmah masih memiliki beberapa gelar dari negara bagian lain, termasuk Pahang dan Melaka, menurut media Malaysia.

Pada 23 Agustus, Pengadilan Federal menolak banding Najib untuk membatalkan hukuman penjara 12 tahun dan denda RM 210 juta atas tujuh dakwaan dalam kasus yang melibatkan dana dari SRC International, bekas unit 1Malaysia Development Bhd (1MDB).

Tuduhan terhadap Najib, yang menjabat sebagai perdana menteri dari 2009 hingga 2018, melibatkan transfer RM 42 juta dari SRC International ke rekening bank pribadinya pada 2014 dan 2015.

Pada 12 September 2022, Sultan Selangor Sharafuddin Idris Shah mencabut gelar yang diberikan kepada Najib dan istrinya Rosmah Mansor.

Sekretaris Negara Selangor Haris Kasim mengatakan bahwa penghapusan gelar itu sejalan dengan hak prerogatif penguasa Selangor untuk melakukannya di bawah konstitusi negara bagian dan undang-undang penghargaan.

Najib dianugerahi penghargaan yang menyandang gelar Dato' pada tahun 1992, dan kemudian penghargaan lain yang menyandang gelar Dato' Seri pada tahun 2004.

Penghargaan yang diterima Rosmah pada 2005 menyandang gelar Datin Paduka Seri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Selangor Lebih Awal Cabut Gelar

Mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak harus rela kehilangan gelar (darjah) kehormatan Dato Sri yang sudah ia miliki hampir 20 tahun. Najib Razak kehilangan gelar itu usai divonis bersalah atas kasus korupsi. 

Berdasarkan laporan MStar, Senin (12/9/2022), gelar kebesaran itu dicabut pada 12 September 2022 atas keputusan pemerintah Selangor. Keputusan itu memang diambil setelah hakim memutuskan bahwa Najib Razak bersalah atas korupsi Src International yang merupakan anak usaha 1MDB.

"Beliau didakwa di Mahkamah Tinggi di atas beberapa pertuduhan yang melibatkan kes salah guna kuasa, pecah amanah dan penggubahan uang haram ke atas dana SRC International Sdn. Bhd," tulis pertanyaan pihak Kerajaan Negeri Selangor.

"Maka dengan ini, atas sabitan dan hukuman yang telah dijatuhkan terhadap beliau, keahlian beliau sebagai penyandang Darjah Kebesaran Seri Paduka Mahkota Selangor (S.P.M.S.) Kelas Pertama yang membawa gelaran Dato' Seri dan Darjah Kebesaran Dato' Paduka Mahkota Selangor (D.P.M.S.) Kelas Kedua yang membawa gelaran Dato' adalah ditarik balik dan dibatalkan berkuat kuasa pada 12 September 2022." 

Istri kedua dari Najib Razak, Rosmah Mansor, juga harus kehilangan gelar Datin Seri Paduka yang diraih pada 2005. Rosmah juga sudah divonis penjara 10 tahun karena perkara korupsi pengadaan tenaga solar untuk sekolah-sekolah di Malaysia.

Rosmah Mansor dilaporkan menangis saat di pengadilan. Kini, ia sedang menunggu hasil banding yang ia ajukan.

3 dari 4 halaman

Selain Penjara 10 Tahun, Rosmah Mansor Istri Eks PM Malaysia Najib Razak Didenda Rp 3,2 T

Rosmah Mansor, istri mantan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak, juga dinyatakan bersalah melakukan korupsi dalam sidang yang digelar pada Kamis (1/9/2022). Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda RM 970 juta atau Rp 3,2 triliun. 

Dilansir Channel News Asia, Rosmah (70) didakwa meminta uang suap RM 187,5 juta (Rp 623 miliar) dari kontraktor Saidi Abang Samsudin pada 2016 dan 2017 agar perusahaan keduanya, Jepak Holdings dapat mengamankan proyek pemerintah senilai RM 1,25 miliar untuk memasok energi surya ke 369 sekolah pedesaan di negara bagian Sarawak. 

Dia juga dituduh menerima suap senilai RM 6,5 juta (Rp 21,5 miliar) dari Saidi di kediaman resmi perdana menteri dan kemudian di kediaman pribadinya di Kuala Lumpur antara Desember 2016 dan September 2017.

Dalam memberikan putusan, Hakim Pengadilan Tinggi Mohamed Zaini Mazlan mengatakan, "Jaksa telah berhasil membuktikan kasusnya tanpa keraguan. Terdakwa dinyatakan bersalah atas ketiga dakwaan tersebut."

Rosmah Mansor divonis 10 tahun penjara untuk setiap dakwaan. Ketiga hukuman penjara akan berjalan secara bersamaan. Akan ada penundaan eksekusi sambil menunggu banding di Pengadilan Tinggi. Dia akan diizinkan untuk tetap dengan jaminannya saat ini sebesar RM 2 juta.

4 dari 4 halaman

Proses Pengadilan Rosmah

Kasus pengadilan dimulai pada Februari 2020 dan berakhir pada 23 Februari tahun ini, setelah 42 hari persidangan. Proses persidangan dipengaruhi oleh penundaan, termasuk masalah kesehatan Rosmah dan seorang saksi yang ditempatkan di rumah pengawasan karena pandemi COVID-19.

Pada hari Selasa, Rosmah mengajukan aplikasi di Pengadilan Tinggi, mencari pencopotan Hakim Mohamed Zaini yang mendengarkan persidangan korupsinya.

Menurut laporan media Malaysia, Rosmah berpendapat bahwa dia telah kehilangan kepercayaan pada kemampuan hakim untuk mengadili kasus korupsinya menyusul dugaan kebocoran putusan baru-baru ini yang konon menyatakan dia bersalah dalam masalah tersebut.

Rosmah mengaku telah membaca artikel blogger Raja Petra Kamarudin tentang bagaimana dia akan dinyatakan bersalah pada 1 September.

Dia mengatakan terkejut membaca artikel, yang menyatakan bahwa penghakiman terhadap dirinya sudah siap. Pasal tersebut juga menulis bahwa putusan tidak dibuat oleh hakim sendiri, melainkan atas namanya sendiri.

Permohonannya ditolak pada Kamis 29 Agustus.

Hakim Mohamed Zaini menyatakan bahwa ia selalu menulis putusan pengadilannya sendiri. "Siapa pun dapat membentuk opini tetapi satu-satunya opini yang penting pada akhirnya adalah opini saya," katanya, seraya menambahkan bahwa hakim tidak ada di sana untuk membuat keputusan populer.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.