Sukses

Bank of England Blokir Aset Emas Venezuela Senilai Rp 16,8 Triliun

Bank of England --bank sentral Inggris-- dikabarkan memblokir pejabat pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk menarik simpanan emas senilai US$ 1,2 miliar.

Liputan6.com, London - Bank of England --bank sentral Inggris-- dikabarkan memblokir pejabat pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk menarik simpanan emas senilai US$ 1,2 miliar (berkisar Rp 16,87 triliun per kurs 25 Januari 2019), menurut laporan media keuangan Bloomberg.

Kabar itu, yang belum terkonfirmasi secara luas baik oleh Bank of England dan Caracas, menjadi pukulan lebih lanjut terhadap kekuasaan Presiden Maduro yang tengah dilanda krisis politik-ekonomi domestik.

Menurut laporan Bloomberg, yang mengutip sumber anonim namun akrab dengan masalah itu, emas yang hendak ditarik adalah bagian penting dari total US$ 8 miliar cadangan asing yang dipegang oleh bank sentral Venezuela, demikian seperti dikutip dari CNN, Minggu (27/1/2019).

Dalam sebuah pernyataan, Bank of England mengatakan pada hari Sabtu bahwa pihaknya memberikan layanan penitipan emas kepada sejumlah besar pelanggan, tetapi tidak mengomentari laporan transaksi dengan Venezuela tersebut.

"Dalam semua operasinya, Bank mengamati standar tertinggi manajemen risiko dan mematuhi semua undang-undang yang relevan, termasuk sanksi keuangan yang berlaku," kata pernyataan itu.

Jika benar, maka langkah Bank of England mungkin berkelindan dengan dorongan pejabat tinggi Amerika Serikat yang mendesak pemerintah Inggris untuk membantu memutus akses Maduro ke aset negaranya, kata laporan Bloomberg.

Laporan itu juga menyebut bahwa Washington DC mengarahkan London untuk mulai memberikan dukungan kepada pemimpin oposisi Maduro, Juan Guaido.

Juan Guaido merupakan pemimpin badan legislatif Majelis Nasional Venezuela yang mayoritas diisi oleh politisi anti-Maduro. Pada 25 Januari, Guaido mendeklarasikan diri sebagai 'presiden interim' Venezuela dan didukung oleh Amerika Serikat.

Sementara pada Sabtu 26 Januari, Inggris dan sejumlah negara lain mengikuti jejak AS dengan mengatakan akan mengakui Guaido sebagai presiden interim jika pemilihan baru tidak diadakan di Venezuela dalam delapan hari ke depan.

"Kami bahu-membahu dengan Amerika Serikat dalam mengatakan bahwa Majelis Nasional dan Presidennya Juan Guaido paling baik ditempatkan untuk memimpin Venezuela dalam pemulihan demokrasi, ekonomi dan kebebasannya," kata Menteri Negara Inggris Alan Duncan.

Sementara itu, Kementerian Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Jumat 25 Januari bahwa pihaknya berencana untuk menggunakan instrumen ekonomi dan diplomatik untuk memastikan setiap transaksi komersial dengan pemerintah Venezuela "konsisten" dengan "pemerintahan yang diakui AS yang dipimpin oleh Juan Guaido."

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Indonesia Imbau Penyegeraan Proses Politik yang Demokratis di Venezuela

Pemerintah Indonesia buka suara soal krisis politik hingga ekonomi yang tengah melanda Venezuela. Suara itu datang menyusul tensi tinggi dari pemerintahan Presiden Nicolas Maduro dan kelompok oposisi yang menuding presiden berlaku diktator.

Juan Guadio, pemimpin Majelis Nasional Venezuela, juga telah mendeklarasikan diri sebagai 'presiden sementara' negara itu --tindakan yang dikecam oleh Maduro-- pada 25 Januari 2019.

Sementara itu, beberapa bentrokan antara kelompok demonstran oposisi dengan aparat pemerintah juga terjadi di sejumlah kota di Venezuela sepanjang beberapa hari lalu. Muncul pula desas-desus upaya kudeta terhadap Maduro.

Di satu sisi, ekonomi Venezuela tengah terperosok tajam di bawah pemerintahan Maduro. Hiperinflasi, devaluasi mata uang, pemadaman listrik, kekurangan makanan dan obat-obatan membuat jutaan warga Venezuela berebut keluar dari negara itu.

Imbauan Indonesia

Menyoroti krisis di negara Amerika Selatan itu, pemerintah Indonesia menyatakan "mengikuti dari dekat dan prihatin dengan perkembangan situasi di Venezuela," ujar Kementerian Luar Negeri RI dalam pernyataan tertulis yang dimuat Liputan6.com, Minggu (27/1/2019).

Pemerintahan negara yang saat ini menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB itu juga menyerukan "semua pihak untuk menahan diri dan tidak mengambil tindakan yang dapat memperburuk situasi."

"Dengan tetap menghormati kedaulatan dan tanpa bermaksud untuk mencampuri urusan dalam negeri Venezuela, penting agar suara rakyat Venezuela untuk didengarkan," tambah Kemlu RI.

"Oleh karena itu perlu segera dilakukan proses politik yang demokratis, transparan dan kredibel" di Venezuela, ujar Kemlu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.