Sukses

Ditanya soal Pertanda Kiamat, Ini Jawaban Ilmuwan NASA

Liputan6.com, Washington DC - Hingga saat ini tidak ada ilmu yang dapat memastikan kapan kiamat atau hari akhir akan datang, meski banyak sejumlah orang yang mengklaim dapat melakukannya.

Para peramal paling tersohor konon coba-coba menebaknya. Seperti Baba Vanga, sang 'Notradamus asal Bulgaria' yang memprediksi bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 5079.

Lantas, apa pertanda kiamat menurut ilmuwan?

Dikutip dari laman Metro.co.uk, Senin (14/1/2019), Michelle Thaller, asisten direktur komunikasi sains di NASA, berbicara kepada situs web Big Think. Ia menjawab sejumlah pertanyaan dari masyarakat. 

Salah satunya soal kiamat dan apakah asteroid akan memusnahkan peradaban manusia di Bumi.

"Jadi, jika para ilmuwan membeli semua anggur paling enak di dunia, memaksimalkan kartu kreditnya hingga limit dan kemudian menghilang entah ke mana, Anda harus waspada," ujar Michelle Thaller.

"Ketika 'tanda-tanda' kiamat itu sudah Anda saksikan, maka patut diwaspadai. Itu artinya kiamat akan terjadi," kata dia dengan nada bercanda. 

Tentu saja Michelle Thaller sedang bercanda. Sudah lama NASA menyakini bahwa kiamat atau Armageddon tidak akan menyapa Bumi dalam waktu dekat.

Berlawanan dengan teori konspirasi, ilmuwan perempuan itu menegaskan, para ilmuwan tidak mungkin menutup-nutupi jika hal terburuk akan terjadi pada Bumi.

"Jika kami mengetahui sesuatu yang berbahaya akan datang, tak mungkin kami menyembunyikannya."

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Petunjuk Kiamat Menurut Sains

Kiamat di Bumi adalah sebuah keniscayaan. Meski tak bisa diramalkan, ilmuwan telah menemukan petunjuk terkait itu. 

Petunjuk didapat dari L2 Puppis, bintang seperti Matahari yang sekarang berusia 10 miliar tahun.

Seperti halnya L2, lima miliar tahun dari sekarang, Matahari diprediksi akan mati. Setelah kehabisan bahan bakar hidrogennya, Sang Surya akan mulai membakar unsur-unsur yang lebih berat dalam inti fusinya.

Saat proses itu terjadi, Matahari akan 'bengkak', ia juga bakal memuntahkan sebagian besar material pembentuknya ke angkasa melalui angin bintang (stellar winds) yang berembus kencang.

Bayangkan, Matahari kemudian akan mengembang sekitar 100 kali lebih besar dari saat ini, menjadi apa yang dikenal sebagai 'raksasa merah'.

Ekspansi dramatis tersebut akan membuat dua planet terdekat, Merkurius dan Venus jadi 'tumbal'.

Lantas, apa yang akan terjadi pada Bumi? Apakah planet manusia --yang merupakan planet ketiga dari Matahari -- akan menemui nasib yang sama seperti Venus dan Merkurius yang ditelan lautan plasma super-panas?

Atau, apakah Bumi akan lolos dari tahap paling mengerikan dari pergolakan kematian itu dan terus mengorbit ke bintang katai merah yang tersisa dari Matahari?

"Kita sudah tahu bahwa Matahari akan membesar dan kian terang (saat memasuki fase raksasa merah). Kondisi tersebut mungkin akan menghancurkan segala bentuk kehidupan dalam planet kita," kata Leen Decin, dari KU Leuven Institute of Astronomy dalam pernyataannya, seperti dikutip dari situs sains Space.com. Atau dengan kata lain, manusia, hewan, dan tanaman lenyap.

Bumi tak lagi biru. Yang tersisa tinggal intinya saja. Kering kerontang.

Lewat L2 Puppis, para ilmuwan melihat sekilas gambaran masa depan dan bagian kunci siklus hidup bintang yang mirip Matahari.

Dan jika Sang Surya menemui akhirnya, Bumi mungkin tak akan tenggelam dalam neraka yang menggelegak dalam bentuk bintang yang bengkak itu. Namun, kehidupan tak akan tersisa di planet manusia.

Yang tertinggal dari Bumi adalah inti batu yang telah terkelupas dan terpanggang hebat. Mungkin, itulah gambaran kiamat bagi planet manusia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.