Sukses

Teken Perjanjian Perdagangan Bebas Australia - RI Tinggal Menunggu Waktu

Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia menjelaskan, penandatanganan perjanjian perdagangan bebas RI - Australia hanya tinggal menunggu waktu.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Allaster Cox, pada 18 Desember 2018, menjelaskan bahwa penandatanganan perjanjian perdagangan bebas antara RI-Australia "tinggal menunggu waktu".

Ia juga mengatakan bahwa keputusan terbaru Australia terhadap status kota Yerusalem yang diperebutkan dalam konflik Palestina - Israel, juga tidak akan mempengaruhi penandatangan Indonesia-Australia Comprehensive Partnership Agreement (IA-CEPA) yang bernilai sekitar US$ 11,4 miliar (Rp 17,3 triliun).

"Jika waktunya siap, maka penandatanganan (IA-CEPA) akan dilakukan," kata Cox kepada beberapa wartawan di Jakarta, Selasa 18 Desember 2018.

"Substansi kesepakatannya sudah difinalisasi oleh para kepala pemerintahan, kita tinggal menunggu beberapa faktor lain untuk selesai."

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Scott Morrison, pada Agustus 2018, telah melakukan finalisasi kesepakatan IA-CEPA. Kedua pemimpin juga berkomitmen akan meneken perjanjian itu pada akhir tahun 2018.

Namun, ketika Australia --pada Oktober 2018-- berencana untuk memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem, dan kemudian --pada Desember 2018-- mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Negeri Bintang David, muncul kekhawatiran bahwa penandatangan IA-CEPA akan terganggu. Terlebih, mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen memperjuangkan hak Palestina atas status Yerusalem.

Ketika ditanya apakah keputusan terbaru Australia terkait status Yerusalem akan mempengaruhi kemungkinan keterlambatan penandatanganan IA-CEPA dengan Indonesia, Cox mengatakan, "tidak menurut saya."

Wakil Dubes Australia Allaster Cox (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Indonesia dan Australia punya banyak potensi kerja sama perdagangan. Substansi IA-CEPA juga sudah disepakati. Kedua negara juga sudah menyepakati. Tinggal tunggu waktunya saja untuk menandatangani," ujarnya.

"Tapi terlepas dari hal itu, saya tak mau berspekulasi. (Untuk kapan waktu penandatanganan) sila tanya pemerintah Indonesia."

Keputusan terbaru PM Australia yang mengakui bahwa Yerusalem Barat merupakan ibu kota Israel, dikritik oleh sejumlah negara berpenduduk mayoritas muslim, yang menyebut bahwa keputusan itu mengganggu status quo atas kota berjuluk Al Quds Al Sharif.

"Malaysia dengan tegas percaya bahwa pengumuman ini, yang dibuat sebelum penyelesaian solusi dua negara (two state solution), adalah prematur dan penghinaan terhadap Palestina dan perjuangan mereka untuk hak menentukan nasib sendiri," jelas Kementerian Luar Negeri Malaysia.

Namun, PM Scott Morrison juga turut mengakui masa depan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Seluruh Yerusalem tetap menjadi status final untuk negosiasi, sementara Yerusalem Timur, di bawah hukum internasional, merupakan bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki," kata perdana menteri Australia itu.

Beberapa negara membela keputusan Australia. Menteri Luar Negeri Bahrain, Khalid bin Ahmed Al Khalifa mengatakan:

"Posisi Australia tidak menghambat tuntutan sah dari Palestina terhadap Yerusalem Timur dan (kota itu) sebagai ibukota Palestina."

 

Simak video pilihan berikut:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.