Sukses

Menteri Kebudayaan Korea Selatan: Kim Jong-un Tulus Ingin Bicara

Per Januari 2018, Kim Jong-un dikabarkan telah meningkatkan upaya diplomasinya.

Liputan6.com, Seoul - Sosok asli pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, benar-benar berbeda dari yang sering ditampilkan di media. Hal tersebut diakui oleh seorang pejabat Korea Selatan yang bertemu langsung dengan Kim Jong-un saat menyaksikan konser bintang K-pop di Pyongyang bulan lalu.

"Dia sangat normal ketika bicara tentang berbagai topik, seperti musik, budaya, hingga olahraga," ujar Menteri Kebudayaan Korea Selatan Do Jong-hwan kepada CNN, seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (12/4/2018).

Do duduk di dekat Kim Jong-un dan istrinya, Ri Sol Ju, saat pertunjukan berlangsung. Konser bintang Korea Selatan, yang pertama di Pyongyang selama lebih dari 10 tahun terakhir itu, menunjukkan tanda jelas dari mencairnya hubungan kedua negara jelang pertemuan Kim Jong-un dan Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in.

Usai tatap muka dengan Kim Jong-un, Do menjelaskan bahwa ia optimistis dengan pertemuan kedua kepala negara. Menurutnya, Kim Jong-un "tulus dan murni" ingin memperbaiki hubungan dengan Seoul.

"Jika (pertemuan) tidak berhasil, itu akan buruk untuk semua orang ... Korea Selatan, China, Korea Utara, dan Amerika Serikat," katanya. "Jika itu berhasil, berarti masalah antar-Korea dan nuklir bisa diselesaikan, itu baik untuk semua orang."

Do menambahkan, setelah pertunjukan bintang K-pop --bertajuk "Spring is coming"-- Kim Jong-un mengutarakan harapannya agarKorea Utara dan Korea Selatan dapat melakukan pertukaran budaya pada musim gugur mendatang.

"Bagi dia (Kim Jong-un), mengajukan wacana pertunjukan di Seoul pada musim gugur setelah dua pertemuan puncak (dengan Presiden Moon Jae-in dan Donald Trump) menunjukkan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam dua tatap muka tersebut," terang Do.

 

Saksikan video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Babak Baru Korea Utara?

Setelah bertahun-tahun menutup diri, Kim Jong-un secara drastis telah meningkatkan diplomasi internasionalnya tahun ini. Tepatnya pada Januari 2018, Korea Utara membuka kembali saluran komunikasi dengan Korea Selatan.

Sejak saat itu, delegasi Korea Utara telah melakukan perjalanan ke Korea Selatan untuk berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin, para pejabat kedua negara bertemu beberapa kali di zona demiliterisasi, dan Kim Jong-un sendiri melakukan lawatan perdananya ke China.

Perjalanan Kim Jong-un ke China dinilai menunjukkan tekad Beijing untuk terlibat dalam pembicaraan dengan Korea Utara, meski tidak akan ada meja yang dipersiapkan bagi Presiden Xi Jinping.

Selain Tiongkok, Rusia dinilai juga berusaha melibatkan diri dalam pembicaraan damai di Semenanjung Korea. Pekan ini, Kim Jong-un mengirimkan Menteri Luar Negeri Ri Yong Ho ke Moskow untuk bicara dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov.

Jelang pertemuan Kim Jong-un dengan Presiden Moon Jae-in dan Donald Trump, beredar spekulasi bahwa ada wacana pertemuan terpisah yang melibatkan Kim Jong-un, Presiden Vladimir Putin, dan Perdana Menteri Shinzo Abe.

Adapun Jepang dinilai tengah "terjebak" dengan kebijakan Donald Trump yang merespons positif undangan untuk duduk bersama Kim Jong-un. PM Abe dilaporkan akan bertolak ke Washington pekan depan untuk berdiskusi dengan Trump terkait hal tersebut.

Menurut kantor berita pemerintah, KCNA, beberapa hari lalu, Kim Jong-un dilaporkan mempresentasikan "analisis mendalam tentang peningkatan hubungan antar-Korea dan pembicaraan antara Korea Utara dan Amerika Serikat di hadapan polibiro partai". Itu merupakan pertama kalinya, Kim Jong-un menyinggung pembicaraan dengan Washington.

Anwita Basu, seorang analis di Economist Intelligence Unit, menilai bahwa pemaparan Kim Jong-un tersebut menandai komitmennya untuk mewujudkan "pencairan hubunga antara Korea Utara dan komunitas internasional".

"Jelas bahwa fokusnya, setidaknya dalam jangka pendek, adalah untuk menghidupkan kembali ekonomi. Sanksi yang lebih ketat telah mulai berdampak pada penghidupan dan pendapatan pemerintah," kata Basu melalui sebuah pernyataan.

Namun demikian, Basu berpendapat, bagaimanapun Korea Utara tidak akan tunduk pada desakan denuklirisasi, permintaan utama pemerintahan Donald Trump.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.