Sukses

Muslim AS Hadapi Kemungkinan Terburuk Pasca-Pilpres, Seperti Apa?

Pemilihan calon presiden AS tinggal hitungan jam. Pesta demokrasi 4 tahunan itu akan menentukan nasib Negeri Paman Sam, juga dunia.

Liputan6.com, Atlanta - Pemilihan calon presiden AS tinggal hitungan jam. Pesta demokrasi 4 tahunan itu akan menentukan nasib Negeri Paman Sam, juga dunia.

Kampanye yang telah dimulai sejak awal tahun lalu penuh dengan kontroversi. Oleh sebab itu, pilpres kali ini disebut-sebut ajang demokrasi paling panas, kotor, dan mengerikan dalam sejarah politik AS.

Kedua capres, Donald Trump dan Hillary Clinton disebut kandidat paling tidak populer dalam sejarah pilpres AS. Keduanya memiliki persamaan: memiliki kaum pembenci dengan jumlah signifikan.

Keduanya juga tak lepas dari masa lalu yang buruk. Hillary misalnya, memiliki skandal email menggunakan server pribadi saat menjadi Menlu AS. Belakangan diketahui ia 'bermain mata' dengan pihak pialang saham AS.

Sementara Donald Trump sering  sering berkomentar vulgar terhadap kaum hawa. Tak hanya itu, di kampanyenya ia juga sering mengeluarkan pernyataan kontroversial. Dari mulai membangun tembok hingga melarang muslim masuk AS tak terkecuali warga Negeri Paman Sam.

Akibat dari pernyataan itu, kekerasan berdasarkan kebencian agama dan etnis di AS dikhawatirkan meningkat.

Hal itu membuat komunitas muslim AS menghadapi kemungkinan terburuk, entah Trump menang atau tidak.

Itulah yang dirasakan komunitas muslim di Newton County, 85 km selatan Atlanta, Georgia.

Georgia Security Force III% (Reuters)

Pada Agustus lalu, mereka ingin membeli tanah untuk pemakaman komunitas. Namun, rencana itu dihadang oleh grup nasionalis kulit putih bahkan individu dari pemerintah lokal.

Padahal, Masjid Al Maad al-Islami telah mengantongi izin dari Newton County untuk membangun pemakaman, rumah duka dan izin masjid serta pusat pendidikan di tanah seluas setengah hektar.

Namun, ketika rencana itu tersebar, penduduk lokal, komisioner dan kelompok milisi protes. Mereka menuduh komunitas itu akan membangun pusat pelatihan ISIS. Demikian Liputan6.com kutip dari Al Jazeera, Senin (7/11/2016).

Kebencian terhadap kaum muslim ditunjukkan pula oleh 'Georgia Security Force III%', salah satu dari banyak milisi nasionalis kulit putih di seluruh negeri yang telah terpengaruh oleh kampanye Trump yang anti-imigran dan anti-Muslim.

Pada bulan Agustus, Anggota 'Georgia Security Force III%' -- dipimpin oleh Chris Hill, 42, seorang mantan marinir AS yang memiliki panggilan "Jenderal Berdarah" - mengadakan protes dengan bersenjata lengkap melawan komunitas Muslim di properti di Newton County, menuduh mereka menjadi pendukung ISIS dan "teroris".

Kelompok milisi Georgia juga terhubung ke milisi Kansas, yang telah merencanakan untuk meledakkan sebuah masjid dan komunitas muslim Somalia. Hal itu diungkapkan oleh Ryan Lenz, seorang peneliti untuk Southern Poverty Law Center, yang melacak dan meneliti kelompok kebencian di AS.

FBI mengumumkan bulan lalu bahwa mereka telah menggagalkan plot milisi lokal di Garden City, Kansas berupa meledakkan bom mobil di pusat komunitas muslim Somalia dan di sekitar bangunan apartemen di mana banyak anggota masyarakat hidup di dalamnya.

Lenz mengatakan kepada Al Jazeera bahwa secara historis, kelompok nasionalis putih cenderung untuk merangkul pandangan konspirasi dari pemerintah federal AS, menuduh PBB berkonspirasi untuk membangun tatanan dunia baru yang akan merusak AS.

"Sebagai buntut 11 September, kelompok nasionalis putih bekerja sama dengan kelompok-kelompok kebencian anti-muslim menjadi makin terorganisir, mereka menciptakan aliansi berbahaya dan mengancam anggota komunitas muslim Amerika," katanya.

Lenz menambahkan bahwa konvergensi dari kedua kelompok ini telah menciptakan campuran menakutkan di politik lokal dan nasional, efek yang tidak akan hilang dalam waktu dekat.

"Pemilihan Presiden Barack Obama, di mana nasionalis putih dan kelompok kebencian anti-Muslim menuduh Obama sebagai agen rahasia teroris. Tuduhan itu menjadi energi kampanye kebencian anti-Muslim di negara ini."

Georgia Security Force III% tidak menanggapi permintaan Al Jazeera untuk wawancara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pendekatan Umat Islam AS

Mohamad Islam, pemimpin Masjid al Maad, tidak terpengaruh oleh ancaman dan pernyataan kebencian yang dibuat oleh anggota milisi yang menentang rencana pemakaman.

Ia mengatakan hanya ingin mendirikan lembaga yang sah untuk merawat kebutuhan sosial dan agama masyarakat, tetapi tahu perubahan sikap lokal hanya akan bisa berhasil melalui kesabaran dan dialog dengan masyarakat non-muslim di wilayah itu.

"Sebagai seorang muslim, saya harus latihan kesabaran ketika menghadapi kesulitan dan permusuhan," kata Islam kepada Al Jazeera.

Imam Mohamad Islam, Imam Masjid al Maad Mosque, di  Newton County, Georgia (Al Jazeera)

Islam juga menyatakan frustrasi bahwa sebagai seorang Amerika dan seorang muslim. Entah bagaimana dirinya juga dibutuhkan oleh masyarakat umum dan media Amerika untuk menjawab atas tindakan dari umat Islam lainnya di seluruh dunia.

"Ini seperti, di segmen tertentu dari masyarakat Amerika bersikeras bahwa kita bertanggung jawab atas tindakan kekerasan beberapa muslim di luar negeri. Kami tidak menolerir segala bentuk kekerasan apalagi membela orang-orang yang melakukan hal itu. Kami adalah orang Amerika."

Edward Ahmed Mitchel, direktur eksekutif Dewan Hubungan Amerika Islam (CAIR) dan mantan jaksa Atlanta, setuju dengan pendapat bahwa muslim Amerika sederajat dengan warga Amerika Serikat lainnya. Oleh karena itu harus diperlakukan sama.

Menjelang pemilihan presiden 2016, Mitchel menekankan, retorika anti-muslim disebarkan oleh kandidat seperti Trump dan Ben Carson. Keduanya sering membuat pernyataan anti terhadap Islam dan Muslim.

"Retorika anti-Muslim oleh politisi tertentu mendorong fanatik yang selama ini mengintai di relung gelap internet," katanya.

Pendekatan Imam Islam untuk menjangkau pejabat daerah, dan masyarakat setempat adalah dengan mengadakan beberapa pertemuan bersama seperti makan siang dan makan malam dengan mereka. Hasilnya terasa.  Kini ketegangan  berkurang dan kesalahpahaman berangsur-angsur pulih antar dua komunitas.

Seorang juru bicara Newton County mengatakan kepada Al Jazeera, county sekarang siap untuk menerima aplikasi masjid izin untuk memulai pembangunan tanah pemakamannya.

"Orang-orang dari Newton County berdiri membela kebebasan beragama yang pada akhirnya membuat kisah ini sukses," kata Mitchell.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini