Sukses

Terungkap Fakta Baru Serangan ISIS di Prancis pada 2015

Dokumen penyelidikan Eropa menunjukkan sejumlah fakta baru dalam teror yang terjadi di Prancis pada November 2015 lalu.

Liputan6.com, Paris - ISIS telah merencanakan agar serangkaian serangan yang terjadi pada 13 November di Paris, Prancis, menimbulkan dampak mematikan. Menurut para pengamat, hal yang sama berlaku dalam teror di sejumlah negara Eropa lainnya.

"ISIS telah meningkatkan perencanaan terhadap serangan internasional. Cara mereka melakukannya semakin canggih. Sistem dukungan logistik bagi para teroris ini diatur sedemikian rumit untuk melancarkan serangan," ujar Paul Cruickshank, analis terorisme seperti dikutip dari CNN, Selasa (6/9/2016).

Analisis Cruickshank ini merujuk pada sebuah dokumen berisi puluhan ribu halaman dan foto yang didapat dari penyelidikan internal Eropa dan juga informasi dari berbagai sumber yang dekat dengan investigasi terkait. Berdasarkan berbagai temuan itu, ditariklah kesimpulan bahwa serangan yang dilakukan ISIS sangat teroganisir.

Dalam dokumen tersebut terungkap adanya dua mata-mata yang ditangkap karena mereka diyakini terlibat dalam serangan Paris 2015.

Terkuak pula bagaimana seorang tersangka teroris yang belakangan diidentifikasi sebagai Abid Tabaouni dengan bebasnya berkeliaran di Eropa selama berbulan-bulan setelah serangan sebelum akhirnya ditangkap pada Juli lalu.

Dokumen itu juga menunjukkan bahwa serangan Paris diinstruksikan langsung dari anggota senior ISIS di Suriah.

Sejumlah hal penting yang terdapat dalam laporan itu antara lain sebuah gambaran lengkap bagaimana tersangka teroris menggunakan berbagai platform media untuk berkomunikasi seperti Viber, Telegram, dan WhatsApp. Demi keamanan, mereka mengenkripsi percakapan tersebut.

Salah satu aplikasi disebut memungkinkan para tersangka teroris memilih nomor telepon mereka sendiri. Ini dimanfaatkan untuk menyamarkan siapa dan dari mana orang yang menelepon mereka.

Dijelaskan pula bagaimana penanggung jawab misi ISIS melindungi operasi mereka dengan hanya memberikan informasi dan uang secukupnya bagi pelaku penyerangan untuk mencapai tahap berikutnya.

Para pelaku juga hanya dihubungi dalam perjalanan mereka dengan nama yang disamarkan bahkan dengan sesama anggota tim.

Para tersangka teroris disebut pula saling bertukar informasi dengan sesama orang di dalam jaringan mereka termasuk apakah akan menggunakan nama asli ketika melintasi perbatasan. Cara masuk ke negara tujuan secara ilegal hingga tips bersembunyi di dalam toilet kereta juga masuk dalam topik pembahasan.

Seorang pejabat kontra terorisme senior Eropa mengatakan, penyelidikan terhadap jaringan yang melakukan serangan Paris menunjukkan bahwa mereka adalah versi kecil dari 'proyek' ambisius ISIS yang direncanakan untuk menghantam Eropa.

Rute perjalanan tersangka teroris serangan Paris 2015 sebelum melancarkan misinya (CNN)

Setelah proses interogasi tersangka dan pengumpulan data intelijen, para peneliti Eropa meyakini bahwa ISIS sebelumnya juga telah merencanakan serangan ke Belanda serta sejumlah target lainnya di Prancis, termasuk pusat perbelanjaan dan supermarket di Paris.

Dan belum lama ini data intelijen menyebutkan bahwa ISIS telah meningkatkan upaya untuk menyusupkan anggotanya ke Inggris demi memulai serangan di negara pimpinan Ratu Elizabeth itu.

Pejabat kontra terorisme senior Eropa juga menjelaskan bahwa otoritas keamanan telah "mengungkap lebih banyak dan banyak lagi" mata-mata ISIS di Eropa. Menurut sumber informasi yang sama, ISIS diuntungkan dengan keberadaan enkripsi pada aplikasi Telegram yang memungkinkan mereka berkomunikasi dengan aman.

"Pesan yang terenkripsi berpotensi untuk merevolusi plot teror dengan memungkinkan seluruh jaringan untuk berkoordinasi secara "real time" tanpa mengorbankan diri mereka sendiri," jelas Cruickshank.

Badan keamanan Eropa dinilai telah cukup berhasil dengan menangkap dua anggota ISIS yang dipercaya berangkat ke Prancis bersama dengan dua pelaku bom bunuh diri yang beraksi di luar stadion nasional.

Serangan Paris yang terjadi di sejumlah titik pada 13 November 2015 menewaskan kurang lebih 120 orang. ISIS telah mengaku bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

"Karena telah berani menghina nabi kami, karena telah berbangga diri memerangi Islam di Prancis, dan karena menyerang muslim di khilafah dengan pesawat-pesawatnya," demikian alasan kelompok teroris itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini