Sukses

Mengerikan, Ribuan Ton Ikan Sarden Terdampar di Tepi Sungai Chile

Hingga kini, masih belum jelas apa yang terjadi pada ikan Sarden itu dan dari mana mereka berasal.

Liputan6.com, Queule - Matinya beberapa ton ikan di Queule River Estuary,Chile, pada awal bulan ini telah merepotkan para nelayan dan warga sekitar tempat kejadian.

Menurut pernyataan di laman Dinas Perikanan dan Budidaya Air Nasional (SERNAPESCA), keseluruhan wilayah terdampak sekarang dtelah dinyatakan sebagai daerah bahaya bagi kesehatan manusia. Bangkai-bangkai ikan sarden itu juga dilarang dikonsumsi.

 

Dikutip dari Ecowatch pada Kamis (14/4/2016), ada 7 daerah utama yang terdampak, termasuk Playa de Los Piños sebagai yang paling parah. Kabar ini muncul di tengah-tengah kesulitan wilayah itu yang sedang bergulat mempertahankan tangkapan ikan.

Ikan sarden dan teri telah dilarang ditangkap di Chile karena penyusutan jumlahnya. SERNAPESCA memperkirakan ada ratusan ton ikan mati di air.

Seorang nelayan bernama Hernan Machua mengatakan kepada harian El Pais bahwa sekitar 1000 ton bangkai sarden telah diserok dari air dan masih ada ribuan ton lagi yang masih mengambang. Ia menambahkan bahwa bantuan pemerintah sangat diperlukan untuk pembersihan.

Minggu lalu, SERNAPESCA dalam Twitter-nya memposting sejumlah gambar yang  memperlihatkan betapa luasnya kumpulan bangkai sarden itu.

Gambar-gambar itu diambil dari pengawasan melalui udara. Warga Queule juga mengunggah sejumlah foto upaya pembersihan.

Ribuan ton ikan sarden mati di perairan di Chile sehingga membahayakan kesehatan. (Sumber Pilar Briones de Garcia via Facebook)

Hingga kini, masih belum jelas apa yang terjadi pada ikan sarden itu dan dari mana mereka berasal. Belum jelas juga apakah ikan-ikan jenis lain juga ikut terdampak.

Yang jelas, populasi sarden memang kerap mengalami fluktuasi karena beberapa sebab. Salah satunya adalah lemas (hypoxia). Hal tersebut merupakan akibat dari meningkatnya produksi primer di badan air yang mengarah kepada penurunan kadar oksigen sehingga menyesakkan organisme laut. Ternyata ini bukan pertama kalinya Chile mengalami matinya ikan terkait hipoksia.

Pada bulan lalu, industri salmon negeri tersebut terganggu karena merebaknya ganggang berbahaya (harmful algal bloom, HAB) menyebabkan kematian massal. Proses eutrofikasi—penyuburan ganggang baik secara alamiah ataupun sintetik—meningkatkan HAB yang berujung kepada hipoksia.

Kematian salmon ini menurunkan hingga 15% produksi total ikan salmon Chile, setara dengan kerugian ekonomi senilai US$800 juta (Rp 10,6 triliun)

Ikan sarden tidak termasuk dalam daftar spesies terancam punah, namun dalam jejaring pangan, pengurangan jumlahnya berdampak kepada hewan-hewan di tingkatan tropis yang lebih tinggi, semisal singa laut.

Pada Maret lalu, di AS, pihak National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) melaporkan bahwa penurunan pasokan sarden dan teri menjadi penyebab kelaparan pada bayi-bayi singa laut. Singa laut betina tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup karena berkurangnya makanan utama. Hewan betina yang kekurangan gizi itu tidak mampu menjamin gizi bayi-bayinya.

Pergulatan untuk menjaga pasokan ikan Chile juga bergema di AS. Dua negara ini menghadapi hambatan besar untuk membangun ulang perikanan mereka. Hambatan-hambatan itu antara lain perikanan berlebih, polusi air, dan perubahan iklim.

Sementara itu, warga Queulue merasa kecewa dengan pihak yang berwenang karena gerak lambat pembersihan itu, menurut Reuters. Muncul juga kekhawatiran tentang kesehatan, karena ikan-ikan yang membusuk semakin memenuhi garis pantai. Euronews mengabarkan kejadian serupa di kawasan tetangga, Los Rios, pada bulan lalu. Namun begitu, laporan itu masih harus dipastikan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.