Liputan6.com, New Zealand - Fotografer Brendon Gilchrist tak menyangka akan mampu berada di dataran AS, dikelilingi tornado, namun ketika seorang teman dari NZ Storm Chasers mengundangnya dalam pengejaran, ia turut serta.
"Saya tidak bisa menolak undangan ke lokasi paling ekstrem di dunia," ungkap fotografer asal New Zealand ini pada BBC, Minggu (22/11/2015), "berada di lokasinya paling penting."
Dari hasil dua minggu 'mengejar' badai dari South Dakota ke Texas, bepergian sejauh 10,000 km, Gilchrist pun menghasilkan satu film pendek durasi 01:42 berjudul Extreme Skies.
Advertisement
"Saya tidak menyangka betapa sulitnya perjuangan," ungkapnya.
Film merupakan rekaman proses terjadinya badai. Dengan teknik percepat, penonton bisa menyaksikan bagaimana terjadinya badai, mulai dari awan gelap yang menggulung-gulung, dengan kilatan petir menyala lewat sela-sela awan, hingga luruhnya air hujan. Kejadian alam tersebut direkam di berbagai lokasi di penjuru AS.
Gilchrist mengalami langsung rasa tegang dengan berada di dekat badai, petir, dan halilintar yang begitu keras hingga mengguncang tanah.
"Tidak ada dua badai yang sama," ungkapnya."Adalah sesuatu untuk berdiri di depan mengerikannya kejadian. Anda bisa merasakan bangunan berputar, Anda bisa melihat awan membentuk badai, dan itu sungguh indah. Sering kali kata-kata tak mampu menjelaskan, namun foto bisa membantu."
Jalan Gilchrist menuju fotograsi dimulai tak lama setelah kematian istrinya, Ester, pada 2012. Mengetahui dengan tak melakukan apa-apa dalam kematian Ester akan menyakitinya lebih dalam, Gilchrist mendirikan ESB Photography (Es adalah nama panggilan Ester, dan B namanya).
"Semuanya adalah tentang menikmati saat kini, dan menikmati apa yang ditawarkan oleh dunia," ucapnya tentang proyek 'mencari badai' tersebut.Â
(Ikr/Rie)