Sukses

Pemred Charlie Hebdo nan Kontroversial Korban Penembakan di Paris

Sejumlah laporan menyebut Stephane Charbon sedang menggelar rapat redaksi ketika dua pria bersenjata menyerbu masuk dan melepaskan tembakan.

Liputan6.com, Paris - Stephane Charbonnier -pemimpin redaksi (pemred) majalah satir Prancis, Charlie Hebdo merupakan salah satu dari empat kartunis yang tewas dalam serangan pembunuhan dengan korban jiwa total 12 orang.

Seperti dimuat BBC, Rabu (7/1/2015), pemred yang karib disapa Chard itu sedang menggelar rapat redaksi ketika dua pria bersenjata yang mengenakan topeng menyerbu masuk dan melepas tembakan dengan senapan mesin Kalashnikov.

Pria berusia 47 tahun tersebut sebelumnya sudah beberapa kali menerima ancaman pembunuhan dan pernah mendapat perlindungan dari polisi. Kebijakan yang ia lakukan di majalahnya kerap menuai kontroversi.

Tahun 2007 Charlie Hebdo harus meringkuk di kursi persidangan pengadilan sehubungan dengan kartun Nabi Muhammad yang dicetak ulang di majalah itu, dan membuat marah umat Muslim dunia. Majalah tersebut juga disebutkan pernah memuat lelucon yang dinilai menyerang ajaran Kristen dan Yudaisme.

Sejak 2012, Chard menjadi pemred Charlie Hebdo, yang pertama kali terbit tahun 1969. Namun operasi majalah sempat berhenti pada 1981. Kemudian terbit kembali pada 1992.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC, Charbonnier mengatakan insiden serangan bom molotov ke kantornya pada 2011 merupakan serangan dari kebebasan berpendapat yang jelas tidak berdasarkan ajaran komunitas Islam di Prancis.

Presiden Prancis Francois Hollande menyebut serangan terhadap kantor majalah satir, Charlie Hebdo, sebagai "tindakan sangat barbar". Dia menegaskan, Prancis harus menanggapinya dengan tegas. Serangan ini menewaskan sedikitnya 12 orang.

"Ini adalah tindakan sangat barbar yang baru saja terjadi di Paris ini. Aksi ini telah merenggut kebebasan berbicara terhadap para wartawan yang selalu berusaha menunjukkan bahwa di Prancis sebuah majalah bisa beroperasi untuk mempertahankan gagasan mereka dan untuk memiliki kebebasan yang dilindungi republik ini," kata Hollande saat mengunjungi kantor Charlie Hebdo di Paris.

Serangan juga dikecam oleh Kanselir Jerman Angela Merkel. Menurutnya, serangan terhadap Charlie Hebdo sangat mengerikan. Kata dia, penembakan di Prancis bukan hanya serangan terhadap rakyat Prancis, tetapi juga serangan terhadap kebebasan pers dan kebebasan berpendapat.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Perdana Menteri Inggris David Cameron juga mengecam serangan. Presiden Italia Matteo Renzi mengatakan kekerasan akan selalu bisa dikalahkan oleh kebebasan. Ia menyampaikan kecaman ini melalui akun Twitternya. Lihat video penembakan di kantor Charlie Hebdo di tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.