Sukses

Cara Mencegah Tuli Kongenital, Gangguan Pendengaran pada Bayi Baru Lahir

Kasus bayi lahir tuli, menurut Kementerian Kesehatan, angkanya masih 1 per 1000 kelahiran. Riskesdas 2018 menyatakan ada 0,11% dari anak usia kurang dari 5 tahun atau sekitar 25 ribu kasus masuk pada kategori tuli.

Liputan6.com, Jakarta Tuli kongenital merupakan masalah kesehatan anak yang serius dan sangat berat. Bila tidak ditangani, bukan hanya menyebabkan gangguan pendengaran tapi juga kesulitan bicara dan bahasa serta gangguan komunikasi atau dikenal disabilitas sensorik rungu dan wicara.

Begitu disampaikan Ketua KOMNAS Komite Pusat Penanggulangan Gangguan Pendengaran & Ketulian (PGPKT) Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT dalam Advocacy Webinar (World Hearing Day 2022), ditulis Sabtu (12/3/2022).

Kasus bayi lahir tuli, menurut Kementerian Kesehatan, angkanya masih 1 per 1000 kelahiran. Riskesdas 2018 menyatakan ada 0,11% dari anak usia kurang dari 5 tahun atau sekitar 25 ribu kasus masuk pada kategori tuli.

Penyebab Tuli Kongenital

- Kekurangan Zat Gizi

- Infeksi bakteri atau virus. Antara lain Toxoplasma, Rubella, Cytomegali virus, Herpes Simplex dan Sifilis (TORCHS)

- Obat Ototoksik dan teratogenik berpotensi menyebabkan gangguan pendengaran

Faktor Risiko

Bayi baru lahir (0-28 hari) dengan risiko tinggi terjadinya gangguan pendengaran dan ketulian seperti yang dikemukakan oleh American Joint Committee on Infant Hearing Year 2007 memiliki faktor risiko sebagai berikut :

- Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran sejak masa anak-anak.

- Riwayat infeksi TORCHS (Toksoplasma, Rubela, Cytomegalovirus, Herpes, Sifilis) pada kehamilan.

- Kelainan bentuk pada kepala dan wajah, termasuk kelainan pada daun telinga dan liang telinga.

- Berat Badan lahir rendah ( kurang dari 1500 gram )

- Hiperbilirubinemia yang memerlukan transfusi tukar darah.

- Penggunaan obat ototoksik pada ibu hamil.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pencegahan

Menurut dr Damayanti, Tuli Kongenital bisa ditolong dengan deteksi dini dan intervensi dini. "Deteksi dini dilakukan dengan cek pendengaran menggunakan alat OAE (Otoacoustic Emission (OAE) setelah bayi lahir 3 bulan sehingga anak tidak terlambat bicara dan bisa memiliki masa depan gemilang. Sedangkan intervensi dini dilakukan dengan penggunaan Alat Bantu Dengar (ABD) atau operasi implan koklea serta habilitasi pendengaran sejak usia 6 bulan."

Sementara itu, Ketua PP Perhimpunan Ahli THT Indonesia (PERHATI)-KL Prof Jenny Bashiruddin mengatakan, imunisasi Rubella juga tak kalah penting.

"Kemenkes pada beberapa tahun lalu sudah menyampaikan pentingnya vaksinasi rubella. Cakupannya masih sedikit di beberapa daerah, padahal ini dapat terjadi tuli kongenital. Vaksinasi ini perlu," jelasnya.

Selain itu, skrining juga harus dilakukan pada bayi baru lahir, khususnya di usia kurang dari 6 bulan untuk deteksi tuli kongenital. 

"Seluruh dunia sudah melakukan universal newborn hearing screening, menggunakan Otoacoustic Emissions (OAEs). Tapi banyak di Indonesia belum ada alatnya," katanya.

Jika fasilitas kesehatan tidak memadai, lanjut Prof Jenny, tenaga kesehatan bisa menggunakan apa saja untuk mengecek pendengaran misalnya dari respons gerak bayi pada suara-suara tertentu. "Tunggu perkembangannya setelah 3 bulan nanti cek lagi 6 bulan harus diagnosis. Kalau ada gangguan pendengaran, intervensi alat bantu dengar supaya perkembangan komunikasinya tidak terganggu. Early hearing detection and intervention harus dilakukan untuk mencegah gangguan komunikasi dan kualitas hidupnya jadi tetap bisa terjaga."

dr Damayanti menambahkan, intervensi dini juga bisa dilakukan dengan operasi implan koklea. Namun mengingat biayanya yang mahal sehingga pasien harus menggunakan biaya pribadi. "Sementara pemerintah Indonesia belum mengalokasikan alat impan kolea. Untuk itu, Komite PGPKT membentuk gerakan 100 implan koklea melalui program donasi," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.