Sukses

Eksplorasi 10 Kota Tertua di Indonesia dengan Usia Ribuan Tahun dalam Sejarah

Menurut buku Badan Pusat Statistik (2010), Indonesia memiliki sejarah panjang yang relevan bagi masyarakat saat ini, mencakup periode sebelum kemerdekaan. Dengan usianya yang kini 77 tahun setelah merdeka pada 17 Agustus 1945, Indonesia telah mengalami transformasi wilayah yang berdiri sebelum kemerdekaan. Selain itu, Indonesia memiliki kota-kota dengan sejarah ribuan tahun, yang pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan pada masa lalu, memperkaya warisan budaya dan arsitektur negara.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan Buku Badan Pusat Statistik (2010), terungkap bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang yang mencakup periode sebelum kemerdekaan, yang masih memiliki relevansi signifikan bagi masyarakat saat ini. Data mengenai penduduk Kota Ambon dan agama yang dianut dalam buku tersebut memberikan gambaran tentang keberagaman sosial dan kehidupan beragama di wilayah tersebut.

Indonesia, yang saat ini berusia 77 tahun setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, telah mengalami transformasi seiring berjalannya waktu. Sebelum kemerdekaan, berbagai wilayah di Indonesia telah berdiri, berkembang, mengalami pergantian nama, dan menjadi saksi perjalanan panjang bangsa.

Contohnya, kota-kota seperti Jakarta yang awalnya dikenal sebagai Batavia, menjadi ilustrasi nyata dari perubahan nama yang mencerminkan evolusi sejarah dan identitas lokal. Fenomena ini mencerminkan keberlanjutan sejarah dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Tidak hanya kota-kota, tetapi Indonesia juga memiliki kota-kota dengan usia yang jauh lebih tua daripada negara itu sendiri. Beberapa di antaranya bahkan memiliki sejarah ribuan tahun dan pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan pada masa lalu.

Berikut adalah daftar Kota Tertua di Indonesia. Apakah kota tempat tinggal Anda termasuk salah satunya?

Dimulai dari nomor 10!

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 14 halaman

10. Kota Padang

Melacak jejak sejarah Kota Padang mengajak kita memahami akar sejarah Minangkabau pada abad ke-15, saat Kerajaan Minangkabau dikepalai oleh Raja Adityawarman. Pada periode ini, Padang menjadi pemukiman nelayan yang memiliki peran krusial dalam kerangka tambo Minangkabau.

Sebagai wilayah rantau, Padang disebut dalam tambo sebagai destinasi persinggahan, terutama bagi mereka yang berasal dari Kubung XIII Solok dan wilayah Luhak Nan Tigo (Tanah Datar, Agam, dan Limo Puluh Kota). Perlu dicatat bahwa pada awalnya, Padang hanya memiliki peran terbatas dan dianggap sebagai daerah rantau, bukan pusat utama dalam Kerajaan Minangkabau.

Namun, seiring berjalan waktu, peran Padang mulai berkembang, khususnya sebelum abad ke-17. Sebagai tempat singgah sebelum perjalanan ke Aceh, Padang kemudian menemukan identitas dan peran yang lebih sentral dalam konteks sejarah Minangkabau. Dengan memahami perkembangan ini, kita dapat melihat bagaimana peran dan signifikansi Kota Padang mulai berkembang sepanjang waktu.

3 dari 14 halaman

9. Kota Tegal

Sejarah Kota Tegal membawa kita kembali pada akar yang kukuh, dimulai dari sebuah desa bernama Tetegual pada tahun 1530 yang menunjukkan kemajuan pesat. Desa ini, diakui pula oleh wilayah Kabupaten Pemalang, termasuk dalam Trah (Kerajaan) Pajang.

Pedagang Portugis bernama Tome Pires, yang singgah di Pelabuhan Tegal pada abad ke-16, memberi nama Tetegual. Istilah 'Tetteghal' mengandung makna 'tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman pertanian,' mencerminkan potensi agraris wilayah tersebut.

Pembentukan Kota Tegal tidak bisa dilepaskan dari peran tokoh utama, Ki Gede Sebayu. Keterkaitannya dengan trah Majapahit terungkap melalui ayahnya, Ki Gede Tepus Rumput (yang kemudian dikenal sebagai Pangeran Onje), yang merupakan keturunan Batara Katong Adipati Ponorogo.

Kedekatannya dengan keturunan Majapahit menjadi landasan penting dalam membentuk identitas dan perjalanan sejarah Kota Tegal. Dengan pondasi sejarah yang kokoh, Kota Tegal terus berkembang, menjadi lambang kekayaan budaya dan warisan sejarah Indonesia.

4 dari 14 halaman

8. Kota Ambon

Sejarah Kota Ambon dimulai ketika orang-orang Portugis mendarat dengan tujuan mendirikan benteng sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama. Kejadian ini terjadi dalam konteks konflik politik antara Portugis, penguasa Kesultanan Ternate, dan umat Islam di Pantai Utara Hitu, menciptakan latar belakang yang rumit dan menarik.

Pada tahun 1512, Francisco Serrao bersama delapan anak buah kapalnya menjadi orang Portugis pertama yang menginjakkan kaki di Ambon. Seiring berjalannya waktu, Ambon terus berkembang, dan pada tanggal 1 Mei 1951, secara formal dibentuk berdasarkan Surat Gubernur Provinsi Maluku No. 2056/1/Bg.

Pembentukan ini dimaksudkan untuk menjadi bagian dari Pemerintahan Daerah Maluku Selatan sambil menunggu pembentukan daerah otonom di dalamnya. Akhirnya, Ambon diakui sebagai wilayah yang memiliki otonomi penuh dalam mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri.

Prestasi ini tercermin dalam penetapan UU No. 22 tahun 1948, yang menetapkan Ambon setara dengan kota besar lainnya di Indonesia, meneguhkan posisinya sebagai pusat kegiatan ekonomi dan sosial yang terus berkembang.

5 dari 14 halaman

7. Kota BauBau

Kota Baubau di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, dengan bangga dikenal sebagai ‘bumi seribu benteng.’ Penyematan julukan ini mencerminkan kekayaan sejarah dan kebudayaan kota tersebut, menjadikannya salah satu destinasi unik di wilayah tersebut. Baubau secara resmi memperoleh status kota pada 21 Juni 2001 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2001.

Tanggal 17 Oktober 1541 diabadikan sebagai tanggal kelahiran Kota Baubau, berdasarkan penetapan Peraturan Daerah. Hal ini mencerminkan jejak panjang sejarah kota tersebut, yang telah menjadi pusat kehidupan masyarakat Pulau Buton selama berabad-abad.Dengan statusnya sebagai kota, Baubau terus mengembangkan potensinya sebagai pusat aktivitas ekonomi, sosial, dan budaya di Sulawesi Tenggara, menjadikannya tempat yang menarik untuk dijelajahi.

6 dari 14 halaman

6. Kota Surabaya

Sejak zaman keberadaannya, Kota Surabaya telah menjadi saksi sejarah yang dipenuhi dengan semangat kepahlawanan, menjadikannya kota yang sarat dengan nilai-nilai heroik.

Salah satu momen pahlawan yang terkenal adalah pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan pada tahun 1293. Peristiwa heroik ini dijadikan sebagai titik berdirinya Kota Surabaya, yaitu pada tanggal 31 Mei 1293, yang membentuk dasar kuat dari nilai-nilai kepahlawanan yang masih hidup hingga saat ini.

Bukti sejarah yang mencengangkan menunjukkan bahwa Surabaya telah eksis jauh sebelum masa kolonial terlihat dalam prasasti Trowulan I yang berasal dari tahun 1358 Masehi. Prasasti ini mengungkapkan bahwa Churabhaya (Surabaya) pada waktu itu masih merupakan desa di tepi sungai Brantas, yang berfungsi sebagai tempat penyeberangan strategis sepanjang sungai.

Arti nama Surabaya sendiri, yang terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), mencerminkan semangat 'berani menghadapi bahaya yang datang.' Dengan ditetapkannya sebagai ibu kota Provinsi Jawa Timur pada tahun 1926, Surabaya mengalami pertumbuhan pesat dan berkembang menjadi kota modern terbesar kedua setelah Jakarta.

7 dari 14 halaman

5. Kota Banda Aceh

Banda Aceh, didirikan oleh Sultan Johan Syah pada tahun 1205 Masehi, saat ini merayakan pencapaian usia 813 tahun yang mengesankan. Sebagai salah satu kota Islam tertua di Asia Tenggara, peran pentingnya dalam sejarah penyebaran Islam di seluruh wilayah Indonesia menjadikannya disebut sebagai Serambi Mekkah.

Pemerintah pusat kini menetapkan Banda Aceh sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dengan tujuan menjadi pusat koleksi dan distribusi regional dalam sektor perikanan, pariwisata, dan pertanian melalui Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bandar Aceh Darussalam (KAPET BAD).

Banda Aceh tidak hanya dikenal sebagai kota dengan warisan sejarah dan spiritual yang kaya, tetapi juga sebagai destinasi wisata yang menawarkan beragam potensi. Pengunjung dapat menikmati keindahan wisata spiritual, menjelajahi keajaiban alam, merenungi sejarah melalui situs bersejarah, mengenang peristiwa bencana tsunami, dan menelusuri jejak purbakala yang menyimpan kisah masa lalu kota ini.

8 dari 14 halaman

4. Kota Magelang

Magelang, kota tertua keempat di Indonesia yang menorehkan sejarahnya sejak 11 April 907 Masehi, menetapkan usianya berdasarkan Prasasti Gilikan, Prasasti Poh, dan Prasasti Mantyasih, yang semuanya tertulis di atas lempengan tembaga.

Meski demikian, asal-usul nama Magelang menjadi subjek perdebatan dengan berbagai versi dari cerita rakyat, legenda, dan dongeng. Salah satu penafsiran menghubungkan nama Magelang dengan cerita kedatangan orang Keling (Kalingga) ke Jawa yang menggunakan gelang di hidungnya.

Penggunaan gelang tersebut memberikan makna pada nama Magelang sebagai wilayah yang dihuni oleh orang-orang yang mengenakan gelang. Ada juga versi yang menyatakan bahwa Magelang mungkin berasal dari kisah pengepungan prajurit Mataram terhadap Kyai Sepanjang, yang terwujud dalam pertemuan gelang atau pengepungan berbentuk lingkaran.

Sebagai ibu kota Karesidenan Kedu dan pernah menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Magelang, kota ini telah mengalami transformasi signifikan. Setelah masa kemerdekaan, Magelang menjadi kotapraja dan kotamadya, dan pada era reformasi, seiring dengan pemberian otonomi seluas-luasnya kepada daerah, status kotamadya berubah menjadi kota.

9 dari 14 halaman

3. Kota Kediri

Berdirinya Kota Kediri, tercatat dalam prasasti Kwak tahun 801 Saka atau 27 Juli 879 Masehi, menandakan statusnya sebagai kota tertua di Jawa Timur. Dikenal juga sebagai Kota Tahu Takwa, Kediri secara resmi menjadi pemerintahan daerah (kota) melalui UU No. 16 Tahun 1950, dengan usia saat ini mencapai 72 tahun.

Semboyan kota ini, 'Djojo ing Boj,' yang berarti 'mengalahkan marabahaya,' mencerminkan semangat pembangunan dan kemajuan Kota Kediri. Kota ini telah mengalami pertumbuhan pesat, khususnya dalam sektor perdagangan, pendidikan, pariwisata, birokrasi pemerintahan, dan olahraga.

Kediri telah menjadi pusat ekonomi yang penting, dengan kontribusi signifikan dari industri rokok Gudang Garam, salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Di samping itu, sektor pariwisata Kota Kediri juga menonjol dengan beragam destinasi menarik seperti Water Park Tirtayasa, Kolam Renang Pagora, Dermaga Jayabaya, Taman Sekartaji, dan Goa Selomangleng.

Jalan Dhoho menjadi pusat pertokoan tersibuk di kota ini, menandakan dinamika ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat. Dengan peningkatan terus-menerus dalam kualitas hidup, Kota Kediri terus menunjukkan potensinya sebagai pusat pertumbuhan dan kemajuan di Jawa Timur.

10 dari 14 halaman

2. Kota Salatiga

Pada zaman Hindu-Buddha, Salatiga memiliki peran khusus sebagaimana tercatat dalam prasasti Hampra atau prasasti Plumpungan. Dengan menggunakan huruf Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta, prasasti ini mengungkapkan peresmian Desa Hampra atau Plumpungan sebagai daerah perdikan pada tanggal 31 Asadha atau 24 Juli 750 Masehi.

Hari jadi Kota Salatiga ditetapkan berdasarkan prasasti tersebut, mencerminkan ketetapan hukum terkait tanah swatantra bagi Desa Hampra oleh Raja Bhanu. Tanah perdikan, yang dikenal sebagai sima, diberikan untuk kesejahteraan rakyat dan menjadi daerah otonom bebas dari upeti dan pajak.

Prasasti Plumpungan juga mencatat kehadiran komunitas Buddha di Salatiga dan memberikan petunjuk tentang struktur organisasi masyarakat pada masa itu. Prasasti ini menggambarkan Salatiga sebagai wilayah yang awalnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Mataram.

Meskipun hubungan Raja Bhanu dengan Kerajaan Mataram belum sepenuhnya jelas, prasasti ini menegaskan bahwa pembangunan bangunan suci di Salatiga dilakukan oleh seorang bangsawan.

Nama Salatiga diyakini berasal dari pengembangan nama dewi Siddhadewi yang disebut dalam prasasti Plumpungan. Dewi Trisala atau Siddhadewi memberikan inspirasi untuk nama Tri-Sala, yang kemudian berubah menjadi Salatiga. Dengan demikian, Salatiga tidak hanya memiliki warisan sejarah yang kaya, tetapi juga mencerminkan pemahaman masyarakat pada masa itu tentang organisasi kemasyarakatan dan keagamaan.

11 dari 14 halaman

1. Kota Palembang

Kota Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan ini memiliki posisi istimewa sebagai kota terbesar dan terpadat kedua di Sumatera setelah Kota Medan. Palembang juga meraih peringkat kelima terpadat di Indonesia setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan.

Pemerintah pusat meningkatkan status Palembang bersama beberapa kabupaten di sekitarnya, seperti Kabupaten Ogan Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ilir, dan Kabupaten Banyuasin, membentuk kawasan metropolitan yang dikenal sebagai Palembang Raya atau Patungraya Agung.

Palembang bukan hanya mencatat prestasi dalam konteks modern, tetapi juga memiliki sejarah kuno sebagai ibu kota Kerajaan Sriwijaya, kerajaan bahari Buddha terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-9. Warisan bersejarah ini membuat Palembang sering disebut sebagai 'Bumi Sriwijaya' dan mendapatkan julukan 'Venice of the East' atau Venesia dari Timur dari dunia Barat.

Salah satu bukti tertua yang menegaskan status Palembang sebagai kota tertua di Indonesia adalah prasasti Kedukan Bukit, ditemukan di Bukit Siguntang. Prasasti ini, berasal dari tanggal 16 Juni 683 Masehi, menandai pembentukan wanua atau kota pada masa tersebut.

12 dari 14 halaman

Question and Answer

1. Provinsi mana yang paling baru dibentuk?

Papua Barat Daya adalah provinsi paling baru di Indonesia, dengan penetapannya melalui Rapat Paripurna ke-10 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023 oleh DPR RI. Saat ini, Indonesia memiliki 38 provinsi.

 

13 dari 14 halaman

2. Apa nama provinsi yang baru dibentuk di Pulau Jawa?

Banten, provinsi paling muda di Pulau Jawa, didirikan pada tahun 2000 setelah melepaskan diri dari Jawa Barat.

 

14 dari 14 halaman

3. Provinsi mana yang memiliki luas wilayah terkecil di Indonesia?

Walaupun memiliki luas wilayah terkecil di Indonesia, DKI Jakarta menjadi provinsi paling padat penduduk dengan jumlah penduduk mencapai 10,64 juta jiwa.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.