Sukses

Mengenal Sindrom Munchausen, Ketika Seseorang Pura-pura Mengalami Sakit

Pernahkah Anda melihat seseorang yang suka berpura-pura sakit? Bisa jadi itu merupakan sindrom munchausen, Ini dia penjelasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Ingatkah Anda sewaktu kecil pasti pernah pura-pura sakit agar tidak masuk sekolah? Ternyata, kebiasaan ini bisa berlanjut hingga dewasa yang mengakibatkan Anda suka "bolos" untuk kuliah atau bekerja karena sedang malas beraktivitas atau ingin mencari simpati. Meskipun begitu, sebenarnya tindakan ini normal-normal saja bila dilakukan hanya sesekali. Namun, bila terlalu sering dilakukan, sayangnya bisa mengarah kepada sindrom Munchausen. Pernahkah Anda mendengar sindrom yang satu ini?

Dari beberapa sumber yang kami rangkum, Sabtu (10/6/2023), sindrom Munchausen merupakan masalah gangguan mental yang dicirikan dengan penderita yang sering pura-pura sakit. Kondisi ini biasa dikenal juga dengan sebutan factitious disorder dan umumnya berkaitan dengan trauma masa kecil.

Orang dewasa muda sering mengalami sindrom ini dan bisa tergolong sebagai gangguan kesehatan mental yang bisa mengganggu penderita serta orang-orang sekitarnya. Seseorang yang memiliki sindrom ini biasanya sering bertindak dengan pura-pura sakit agar dapat menarik simpati dan perhatian dari orang lain. Kondisinya pun juga dapat terjadi ketika anggota keluarga atau pengasuh sering menganggap seorang anak mengidap penyakit atau disabilitas tertentu.

Meski begitu, biasanya orang yang mengalami sindrom Munchausen tidak berpura-pura terhadap kondisi kesehatan mereka demi mendapatkan keuntungan pribadi. Misalnya, karena menginginkan mengonsumsi obat atau mendapatkan uang donasi. Namun, alasan mereka lebih bersikap psikologis, seperti agar dapat mendapatkan perhatian dan simpati.

Penderita sindrom Munchausen bahkan mendapatkan kepuasan tersendiri dari simpati yang diraih jika mereka berpura-pura sakit atau menjadi korban terhadap sesuatu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penyebab Sindrom Munchausen

Sejatinya, sindrom Munchausen belum diketahui penyebabnya secara pasti. Namun beberapa penelitian menduga bahwa sindrom ini bisa terjadi karena seseorang ingin lebih diterima di lingkungan sosialnya. Selain itu, ada juga beberapa faktor yang memiliki peran dalam meningkatkan terjadinya sindrom Munchausen, seperti meliputi:

  • Trauma masa kecil

Salah satu penyebab sindrom Munchausen berasal dari trauma yang terjadi pada masa kecil. Di mana ada orang tua yang sering menelantarkan anaknya, sehingga menimbulkan trauma tersendiri dari sang anak. Akibat dari kurangnya perhatian dari orang tua, ia sering berpura-pura sakit agar mendapatkan perhatian tersebut. 

Selain itu, ada juga anak-anak yang memiliki kecenderungan untuk melukai diri sendiri (masokisme) juga rentan mengalami hal ini. Maka saat beranjak dewasa, perasaan tersebut akan terbawa sehingga mereka tetap ingin mendapatkan perhatian yang sama dengan berpura-pura sakit.

  • Penyakit yang dialami saat kecil

Tidak hanya trauma masa kecil, sebagian orang yang memiliki riwayat sakit di saat kecil pun juga bisa mengalami sindrom Munchausen yang bisa terbawa hingga dewasa. Hal ini disebabkan karena selama menjalani perawatan terhadap sakit, ia sudah terbiasa mendapatkan perhatian lebih dari orang sekitar, sehingga mengharapkan hal tersebut juga akan terulang kembali meskipun dirinya sekarang sudah sembuh.

  • Gangguan kepribadian

Dalam beberapa kasus tertentu, sindrom Munchausen dapat terjadi akibat adanya gangguan kepribadian pada penderitanya. Seperti misalnya kepribadian narsistik, gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder), dan gangguan kepribadian antisosial.

Beberapa gangguan kepribadian ini bisa membuat seseorang yang menderitanya merasa ia sangat spesial dan takut merasa tidak berharga. Akhirnya, ia akan terus melakukan berbagai cara supaya mendapatkan atensi, termasuk dengan berpura-pura sakit.

Selain itu, ada beberapa faktor lain yang bisa meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom Munchausen, seperti berusia 20–40 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

3 dari 4 halaman

Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Sindrom Munchausen

Berikut ini adalah beberapa tanda yang dapat terlihat pada penderita sindrom Munchausen:

  • Mengalami masalah identitas dan kepercayaan diri.
  • Memiliki riwayat pernah melakukan berbagai macam tes kesehatan, prosedur medis, hingga operasi yang sebenarnya tidak saling berhubungan dengan kondisi kesehatan.
  • Sering mengunjungi dokter, bahkan ketika ia sedang berada di luar kota atau ke luar negeri sekalipun.
  • Penyakit yang dialami sering kambuh tanpa alasan yang jelas.
  • Terdapat bekas luka operasi yang banyak.
  • Memiliki riwayat mencari “kesembuhan” di sejumlah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya.
  • Gejala penyakit tidak jelas dan justru bisa bertambah “parah” setelah diberikan terapi.
  • Memberikan riwayat medis yang tidak konsisten atau berbeda-beda, terkadang didramatisasi.
  • Pasien sering menolak dokter untuk menemui keluarga, teman, atau kerabat pasien tentang kondisi mereka.
  • Kerap datang ke Unit Gawat Darurat di berbagai rumah sakit yang berbeda dan meminta anjuran untuk melakukan operasi atau prosedur medis lainnya meskipun tidak diperlukan.
  • Sulit untuk sembuh, padahal sudah melakukan berbagai perawatan.

Selain tanda dan gejala yang dialami mereka, ada juga penderita sindrom Munchausen yang rela berpura-pura mengonsumsi obat yang diberikan oleh dokter. Jika kondisi semakin parah, ada yang sampai menyakiti diri mereka sendiri untuk mendapatkan pengakuan dari dokter tentang dirinya yang sedang menderita suatu penyakit tertentu.

4 dari 4 halaman

Bagaimana Cara Mengatasi Sindrom Munchausen?

Meskipun penderitanya sering ingin mendapatkan pengobatan medis untuk kondisi penyakit yang tidak ada, tapi orang-orang dengan sindrom Munchausen umumnya tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya ternyata adalah gangguan mental. Akibatnya, sulit bagi tenaga kesehatan untuk menduga adanya sindrom Munchausen ini.

Namun, sebelum menjalani pengobatan yang sesungguhnya, penderita harus dalam keadaan sadar dan yakin bahwa kebiasaan yang mereka lakukan ternyata salah. Setelahnya, mereka bisa menjalani psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif, supaya dapat mengubah pola pikir yang mereka yakini selama ini.

Kemudian, pengobatan akan dilakukan dengan bertujuan untuk mengatasi penyebab dan menjadi pemicu penderita sindrom Munchausen. Apalagi sebenarnya tidak ada obat yang dapat mengatasi sindrom tersebut. Nantinya, dokter akan memberikan obat-obatan antidepresan hanya pada penderita sindrom Munchausen yang disertai dengan penyakit kejiwaan lain, seperti depresi dan gangguan kecemasan.

Nah, jika Anda menyadari adanya tanda-tanda sindrom Munchausen pada orang terdekat atau bahkan diri Anda sendiri, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter atau psikolog. Tujuannya, supaya bisa mendapatkan penanganan yang tepat dan sesuai dengan penyebabnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.