Sukses

Mengeluarkan Banyak Modal, Akankah Sportswashing Qatar di Piala Dunia 2022 Berhasil?

Bagaimana akhir dari Sportswashing Qatar di Piala Dunia 2022?

Liputan6.com, Jakarta- Sepanjang sejarah, peradaban dicirikan oleh olahraga. Apa yang tersaji pada Piala Dunia Qatar 2022 mengembalikan ingatan kita pada ‘sportswashing’, proses bagi suatu negara menggunakan olahraga untuk memperbaiki citra publik mereka. 

Pemerintah Qatar telah menghabiskan setidaknya US$220 miliar atau setara dengan Rp 3344 triliun untuk proyek-proyek infrastruktur, mulai dari sistem angkutan cepat baru dan akomodasi mewah hingga jalan raya dan bandara yang diubah. 

Laporan-laporan berita juga menyoroti prestasi ekonomi dan teknologi Qatar untuk Piala Dunia 2022. Penyelenggara acara juga terlihat mengandalkan beberapa nama besar olahraga untuk mempromosikan turnamen, termasuk pensiunan pesepakbola David Beckham. 

Di luar stadion, mengutip The Guardian, Qatar diketahui meluncurkan pusat-pusat hiburan yang ramah keluarga, museum dan resort kelas dunia, serta festival harian dan zona penggemar yang dimeriahkan dengan live music dan alkohol. 

Berita-berita yang memuji serta atmosfer Piala Dunia yang dalam adalah beberapa tanda dari praktik meresahkan sportswashing. Sportswashing dalam hal ini merujuk pada bentuk pencucian reputasi dan olahraga berperan sebagai alat manipulasi informasi. 

Qatar bukanlah negara pertama yang menggunakan alat ini melalui Piala Dunia Qatar. Piala Dunia 1934 Fasis Italia, Olimpiade Musim Panas 1936 Nazi Jerman, dan Olimpiade Musim Dingin Komunis Tiongkok baru-baru ini sering dikaitkan dengan sportswashing. Namun, negara Teluk telah memperlihatkan bahwa dirinya sebagai salah satu praktisi sportswashing yang paling cakap. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Memperalat Publik dan Keuntungan Finansial Negara

Seiring berkembangnya zaman, para pelaku sportswashing kini tidak lagi mengandalkan kompetisi-kompetisi besar atau menjual infrasturktur ikonik negaranya melainkan melibatkan publik lokal. 

Qatar misalnya, mereka memiliki banyak cara untuk menjangkau audiens di Prancis melalui berbagai konten, perdagangan, dan komunitas lokal. Dari menjadi tuan rumah dan menyiarkan turnamen hingga mensponsori dan memiliki tim di Prancis.

Seminggu setelah pengumuman, lembaga nirlaba Qatar Foundation (QF), membuat kesepatakan senilai US$220 juta dengan FC Barcelona untuk mensponsori perlengkapan klub Spanyol tersebut. 

Enam bulan kemudian, Qatar Investment Authority (QSI), membayar sebanyak $58 juta untuk mengambil alih klub Prancis Paris Saint-Germain. Lalu, beberapa bulan setelah itu, media negara, Al Jazeera, mengeluarkan $ 130 juta untuk hak menyiarkan pertandingan Ligue 1 papan atas untuk televisi Prancis. Seraya Qatar Airways yang dihiasi mega bintang sepak bola seperti  Lionel Messi, Neymar, dan Kylian Mbappé. 

Ambisi Qatar juga tidak terbatas pada sepak bola. Negara kecil di Teluk ini telah menghabiskan beberapa dekade membangun industri olahraga yang besar yang didukung oleh investasi besar-besaran di klub, kompetisi, dan konfederasi di enam benua. 

Investasi ini menunjukkan bagaimana sportwashing di abad ini telah berkembang dari abad-abad sebelumnya. Investasi olahraga menarik bagi negara karena mereka memiliki imbalan beberapa di antaranya bersifat finansial.

3 dari 4 halaman

Keuntungan Reputasi

Di samping keuntungan finansial ini, ada juga keuntungan reputasi. Sportswashing lebih dari sekadar kebetulan antara atletik dan pelanggaran. Pada 2019, atlet selebriti David Beckham mengunjungi beberapa fasilitas Piala Dunia Qatar, memuji stadion dan hotel yang "bagus" dan "aman" di negara itu.

Pengamatan atlet Inggris itu mungkin benar, tetapi mereka mengabaikan laporan eksploitasi migran yang meluas di seluruh sektor konstruksi dan perhotelan di Qatar. Termasuk diskriminasi upah dan penyitaan paspor, akomodasi tempat tinggal yang sempit dan tidak sehat. 

Dalam kasus lain, hali ini bertujuan untuk melawan komentar negatif. Qatar juga diketahui menyewa sebuah perusahaan yaitu perusahaan humas global Portland Communications untuk memutarbalikkan fakta tentang Piala Dunia dengan menggunakan blog yang dibuat-buat. 

Qatar juga dilaporkan mencoba membentuk bagaimana media asing harus meliput Piala Dunia Qatar kali ini. November lalu misalnya, Qatar diketahui memperbarui persyaratan izin yang mereka keluarkan untuk kru film internasional, melarang mereka merekam di gedung-gedung pemerintah, universitas, dan kamp-kamp kerja paksa.  

Namun, bagi Qatar tampaknya apa yang disebut ilmuwan politik Victor Cha sebagai "Olympic catch-22," lebih berlaku. Karena acara olahraga dunia juga menyoroti sisi tidak menyenangkan dari masyarakat lokal. Dengan kata lain, sportswashing tidak selalu mendatangkan keuntungan.

4 dari 4 halaman

Standar Keberhasilan Sportswashing Qatar

Di luar berbagai kontroversi, ada pemandangan menarik yang bisa dijadikan standar keberhasilan yaitu penonton. Kini para penggemar sepak bola yang asalnya berencana memboikot Qatar karena berbagai kontroversinya mulai merencanakan berbagai hal untuk menonton pertandingan.

Teman, keluarga, tetangga, hingga sahabat mereka ajak untuk ikut masuk dalam euforia Piala Dunia 2022 yang menampilkan sederet hal-hal yang mengejutkan. Mereka larut dalam atmosfer dan hanyut dengan keindahan-keindahan yang Qatar sajikan dalam turnamennya. 

Bahkan, Qatar menawarkan penerbangan gratis, tiket gratis, hingga tempat tinggal gratis bagi para penggemar timnas yang ingin lebih jauh hanyut dalam euforia keindahan Qatar. 

Belum lagi berbagai pemberitaan media lokal yang menyoroti bagaimana Qatar menyajikan berbagai pariwisata gratis yang menarik di luar stadion. Tentu, hal tersebut merupakan hal yang paling diandalkan pada pejabat pelaku sportswashing. Karena dengan begitu, di akhir perjalanan Piala Dunia, apa yang diingat dan dibahas hanyalah hal-hal tersebut. Menghilangkan berbagai citra buruk dan kontroversi Qatar di panggung dunia. Lalu, apakah investasi Qatar berhasil atau tidak nantinya, masih ada beberapa minggu kedepan untuk melihat dan menyimpulkannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.