Sukses

Selain Little Women, 2 Drakor Ini Diprotes di Suatu Negara

Sejumlah drama Korea atau drakor mendapat kecaman dari suatu negara karena mengandung stereotip dan nada rasis.

Liputan6.com, Jakarta - Drama Korea (drakor) telah menjadi tontonan untuk banyak orang. Kepopuleran serial asal Korea Selatan ini salah satunya dikarenakan dari segi cerita yang bagus dan menarik.

Namun, saat drama Korea menjadi tenar, rupanya masalah sensitivitas budaya muncul. Drakor saat ini memang mudah untuk diakses, layanan platform streaming telah menawarkan subtitle dalam berbagai bahasa.

Mengutip The Korea Times, Jumat (14/10/2022), beberapa drama mendapat kecaman karena mengandung stereotip dan nada rasis. Hal tersebut memicu reaksi balik dari pemirsa asing dan memaksa pemerintah mereka untuk mengambil tindakan.

Baru-baru ini, drama Little Women telah dihapus dari Netflix di Vietnam karena penggambarannya tentang Perang Vietnam. Menyusul permintaan tertulis dari Otoritas Penyiaran dan Informasi Elektronik di Vietnam, Netflix menghapus serial tersebut dari layanannya di negara Asia Tenggara tersebut.

Adegan kontroversial muncul di episode tiga dan delapan. Itu memperlihatkan adegan seorang veteran Korea yang ambil bagian dalam Perang Vietnam menjelaskan bahwa rasio pembunuhan untuk pasukan Korea adalah 20 banding 1 (artinya satu tentara Korea membunuh 20 orang Vietnam).

Episode-episode tersebut juga mencakup bentuk-bentuk lain dari istilah-istilah diskriminatif yang ditujukan kepada tentara Vietnam selama perang, yang menurut banyak pemirsa secara terang-terangan menyinggung.

Studio Dragon, perusahaan produksi Little Women, meminta maaf atas ketidaknyamanan yang mungkin ditimbulkan oleh adegan tertentu setelah pemirsa Vietnam mengeluhkan distorsi sejarah. Berikut ulasannya:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Narco-Saints

Netflix Narco-Saints, berjudul Suriname dalam bahasa Korea, juga menjadi hit karena menggambarkan negara Amerika Selatan sebagai pusat perdagangan narkoba.

Albert Ramdin, menteri luar negeri Suriname, mengecam serial tersebut karena menyertakan penggambaran negatif tentang masyarakat dan budayanya, dan memperingatkan negara itu akan mengambil tindakan hukum terhadap produsen Narco-Saints.

"Suriname tidak lagi memiliki citra yang muncul dalam serial tersebut atau tidak lagi berpartisipasi dalam praktik semacam ini," kata Ramdin.

Netflix mengatakan tidak bermaksud menyinggung negara.

"Cerita di layanan kami tidak dimaksudkan untuk tidak menghormati atau menyakiti sentimen komunitas atau kelompok mana pun. Namun, para anggota mungkin memiliki perspektif berbeda tentang apa yang dapat diterima di layar dan ingin membuat keputusan sendiri tentang apa yang harus ditonton," kata pejabat Netflix Korea.

3 dari 4 halaman

2. Racket Boys

Drama yang mengisahkan tentang siswa dan siswi yang bermimpi menjadi atlet badminton ternama ini pernah menuai kontroversi di Indonesia. Beberapa adegan di drama Racket Boys dipermasalahkan warganet Indonesia, khususnya di episode lima.

Saat ditampilkan adegan pertandingan badminton di Jakarta, ucapan pelatih di adegan itu dinilai menggambarkan representasi buruk mengenai Indonesia.

Dia menyebut para suporter tidak tahu sopan santun hingga mengkritik tempat penginapan yang disediakan seolah tidak adil bagi mereka.

"Si*l*n, mereka keterlaluan," kata sang pelatih, yang kemudian ditanggapi rekannya, "Sabar Pak Fang. Mereka memang selalu begini."

Sang pelatih menambahkan, "Penginapannya tak bagus, mereka berlatih di tempat pertandingan sedangkan kita di tempat latihan tua tanpa AC. Yang benar saja."

Ribuan warganet pun memberi rating yang sangat rendah kepada drakor ini. Selain itu, protes juga dilayangkan di akun Instagram SBS.

4 dari 4 halaman

Perlunya Kesadaran Rasial

Kritikus budaya pop Jung Duk-hyun mengatakan, ketidakpedulian dan ketidakpekaan dari perusahaan produksi harus disalahkan.

"Saya tidak berpikir bahwa produser menayangkan adegan-adegan bermasalah itu dengan sengaja untuk mengejek atau tidak menghormati negara-negara yang terkena dampak. Misalnya, orang Vietnam adalah konsumen berat konten budaya Korea dan K-drama sangat populer di sana. Pembuat konten mungkin tidak menyadari reaksi yang mungkin timbul,” jelasnya.

“Namun, itu tidak membenarkan kesalahan mereka. Mereka harus belajar dari insiden ini dan meningkatkan kesadaran," ia menyambung.

Jung menambahkan, diskusi tentang kesadaran rasial dan representasi yang baik sangat penting mengingat kebangkitan Korea baru-baru ini sebagai negara adidaya budaya.

"Industri TV dan film perlu mempekerjakan pemeriksa silang atau gatekeeper sejak tahap awal produksi, ini untuk meminimalkan kesalahan yang tidak disengaja terkait kesalahan representasi dan stereotip rasial," imbuhnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.