Sukses

Peneliti Temukan Situs Pembantaian Anak sebagai Tumbal Ritual, Ini Faktanya

Sejumlah peneliti meyakini ratusan kerangka ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan anak-anak secara massal dan terbesar dalam sejarah dunia.

Liputan6.com, Jakarta - Bukan hal yang aneh jika di sejumlah tempat di dunia, suatu ritual pasti membutuhkan tumbal manusia. Di Amerika Selatan, peradaban masyarakat di zaman lampau kerap melakukan berbagai ritual dengan persembahan nyawa manusia.

Namun, tak selalu orang dewasa yang dijadikan tumbal, banyak nyawa anak juga dijadikan persembahan untuk melaksanakan ritual mengerikan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan mengejutkan oleh sejumlah tim ilmuwan di situs peradaban Chan Chan di Peru.

Lebih dari 550 tahun yang lalu, para ilmuwan memperkirakan terjadinya insiden pengorbanan anak-anak secara massal dan terbesar dalam sejarah dunia. Tim ilmuwan menemukan sisa kerangka lebih dari 140 anak, pada situs yang berlokasi di pantai utara Peru.

Ada dugaan kuat bahwa wilayah situs tersebut merupakan kekuasaan Kerajaan Chimu yang membentang 600 mil dari Pantai Pasifik sampai perbatasan Peru-Ekuador ke Lima. Peristiwa ritual itu diperkirakan sekitar tahun 1450 M, sebelum Inca mengakhiri masa kerajaan Chimu pada 1475.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Ada kemungkinan hati mereka diambil

Situs pengorbanan itu disebut dengan Huanchaquito-Las Llamas. Lokasi situs tersebut berjarak setengah mil dari situs warisan dunia UNESCO, Chan Chan, yang dianggap sebagai ibu kota pada Kerajaan Chimu. Berdasarkan laporan dari penduduk lokal pada 2011, mereka menemukan sisa-sisa kerangka manusia yang terkikis dari bukit pasir.

Sejak mendapat laporan itu, arkeolog Gabriel Prieto menemukan kerangka 42 anak dan 76 ulama. Namun, pencarian itu semakin bertambah pada akhir 2016 dengan jumlah kerangka anak mencapai 140 disertai dengan kerangka hewan ulama yang mencapai 200.

Ketika peneliti melakukan analisis lebih dalam terhadap kerangka anak, mereka menemukan pigmen merah di area wajah. Dari situ peneliti yakin bahwa kerangka anak-anak itu merupakan korban ritual.

Temuan lain juga menyebutkan bahwa bagian dada mereka dipotong terbuka. Dugaan peneliti menyebutkan bahwa hal itu dilakukan agar jantung mereka mudah diambil. Terlebih lagi, kebanyakan kerangka ditemukan dengan tulang rusuk yang dipotong bersama dengan kondisi sternum setengah terpotong.

Tali dan tekstil yang tersisa pada kerangka juga memperkirakan, insiden pengorbanan ini terjadi pada tahun 1400-1500. Sebagian besar kerangka juga diperkirakan merupakan anak-anak berusia antara 8-12 tahun.

3 dari 4 halaman

Tiga orang dewasa dijadikan tumbal

Selain anak-anak, tim peneliti juga berhasil menemukan kerangkan tiga orang dewasa di situs tersebut. Satu diperkirakan pria dan dua lainnya adalah wanita.

Diketahui ketiganya sepertinya tewas dengan trauma benda tumpul di bagian kepala. Mereka juga diduga sebagai bagian dari ritual kemudian dibuang.

Dari hasil penemuan tersebut, mereka meyakini bahwa ritual itu memang sudah dipersiapkan secara matang.

"Ini pembunuhan ritual, dan itu sangat sistematis," kata John Verano, salah satu peneliti utama, melansir All Thats Interesting.

Ritual itu merupakan peristiwa tunggal karena lapisan lumpur kering tak mengalami perubahan apapun. Peneliti juga yakin bahwa lapisan lumpur memang sudah disiapkan untuk pemakaman.

4 dari 4 halaman

Mengorbankan anak sebagai harta yang paling berharga

Meski fakta ini membuat miris banyak orang tentang kekejaman peradaban masa lampau, Haagen Klaus, seorang profesor antropologi di George Mason University menjelaskan spekulasi di balik ritual tersebut.

Menurutnya, ada dugaan kuat bahwa pengorbanan itu dilakukan untuk menangkis gangguan dari fenomena iklim El Nino. Dalam persembahan tersebut, orang-orang mengorbankan apa yang dianggap paling berharga bagi mereka.

"Ketika korban orang dewasa tidak terbukti efektif, mungkin bisa muncul kebutuhan untuk mempersembahkan tipe baru untuk pengorbanan." Meski begitu, tak bisa diketahu secara pasti apakah hal itu benar atau tidak.

Setelah menyelesaikan laporan penmeuan itu, kini tugas tim peneliti berusaha untuk mengungkap sejarah pribadi dari kerangka yang telah mereka temukan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.