Sukses

Hutan Rusak, Ratusan Jenis Burung Terancam Punah

Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia mencatat sekitar 122 jenis burung yang ada di Indonesia terancam punah, dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam Daftar Merah.

Citizen6, Bogor: Lebih dari seratus jenis burung di Indonesia terancam punah akibat beralih fungsinya hutan menjadi lahan pertanian dan permukiman. Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau dikenal dengan nama Burung Indonesia mencatat, dari 1.594 jenis burung yang ada di Indonesia sekitar 122 jenisnya terancam punah, dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkannya dalam Daftar Merah. Rinciannya adalah 18 jenis berstatus Kritis (Critically Endangered/CR), 31 jenis Genting (Endangered/EN), dan 73 jenis tergolong Rentan (Vulnerable/VU).

Dari 18 jenis burung yang terancam punah dengan status kritis tersebut, lebih dari setengahnya berada di hutan dataran rendah yang berada di pulau-pulau kecil seperti Sangihe, Siau, Buru, Lombok, Sumbawa, Flores, Banggai, dan Bali. Kecuali Bali, semua pulau-pulau kecil tersebut berada di kawasan Wallacea. Seriwang sangihe (Eutrichomyias rowleyi), kacamata sangihe (Zosterops nehrkorni), anis-bentet sangihe (Colluricincla sanghirensis), celepuk siau (Otus siaoensis), tokhtor sumatera (Carpococcyx viridis) merupakan sebagian jenis burung terancam punah (Kritis).

Celepuk siau, misalnya. Burung yang hanya terdapat di Pulau Siau, pulau vulkanik di utara Sulawesi, tidak terlihat lagi sejak spesimennya dikoleksi tahun 1866. Burung ini sangat bergantung pada hutan sebagai habitatnya. Meski hingga 1995 diketahui habitatnya masih ada disekitar Danau Kepetta di bagian selatan Pulau Siau, namun hutan tersebut sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian.

Begitu pula dengan seriwang sangihe, anis-bentet sangihe, dan kacamata sangihe yang keberadaannya ditemukan kembali pada Oktober 1998 setelah sekian lama tidak diketahui, bahkan dianggap telah punah. Kelestarian jenis-jenis ini sangat bergantung pada hutan di pegunungan Sahendaruman. Hutan dibagian selatan Pulau Sangihe, Sulawesi Utara itu luasnya hanya tersisa sekitar 500 hektare, kira-kira seluas Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian merupakan ancaman serius bagi kelestarian jenis-jenis dengan status kritis ini.

Jenis-jenis kritis tersebut menghadapi ancaman kepunahan bukan hanya karena populasinya kecil, melainkan juga hutan alam sebagai habitat utama mereka mengalami kerusakan. Luasan dan kualitas tutupan hutan alam Indonesia, utamanya hutan dataran rendah, sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup mereka.

Burung merupakan bagian dari keragaman hayati yang sangat menggantungkan hidup pada hutan. Burung dan hutan memiliki hubungan timbal balik tak terpisahkan. Dari total 10.000 jenis burung di dunia sekitar 1.594 jenis ada di Indonesia yang 353 jenisnya merupakan endemik: hanya hidup di Indonesia.

Indonesia, negara yang terletak antara dua benua dan dua samudera, dikenal sebagai Megadiversity Country karena peranannya sebagai konsentrasi keragaman hayati dunia. Diperkirakan, sekitar 10% tumbuhan berbunga, 12% mamalia, serta 16% reptilia dan amfibia di dunia ada di Indonesia.

Hutan alam Indonesia merupakan lumbungnya keragaman hayati disamping berfungsi menyerap emisi karbon. Selain dimanfaatkan sebagai sumber pangan, papan, dan obat-obatan, sebanyak 40 juta penduduk Indonesia di pedesaan menggantungkan hidupnya dari keragaman hayati ekosistem hutan. Diperkirakan pula, tumbuhan obat Indonesia yang bersumber dari keragaman hayati bernilai 14,6 miliar dollar AS atau dua kali lipatnya produk kayu.

Keragaman hayati merupakan tulang punggung kehidupan yang ada di bumi. Dalam keragaman hayati tercakup keragaman ekosistem, spesies, hingga genetika yang semuanya itu merupakan suatu jaringan tak terpisahkan antara organisme dengan lingkungannya.

Keragaman hayati sudah sepatutnya dijaga. Terlebih, permukaan bumi yang merupakan kawasan berhutan diperkirakan mencapai 31 persen. Manusia, memiliki kemampuan untuk mencegah hilangnya kekayaan alam yang tidak tergantikan ini. (Pengirim: Rahmadi Rahmad)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.