Sukses

Bola Ganjil: Pembunuh Bayaran yang Membuat Johan Cruyff Ciut

Simak kelanjutan kisah Ramon Aguirre Suarez saat melanjutkan karier ke Spanyol.

Liputan6.com, Jakarta - Karier Ramon Aguirre Suarez begitu berwarna sehingga perjalanannya di lapangan hijau tidak cukup diceritakan dengan satu artikel.

Dikenal dengan permainan keras dan licik, Suarez meninggalkan kampung halaman menyusul keruntuhan Estudiantes. Setelah membuat kehebohan dengan serangkaian perilaku tidak terpuji, dia melanjutkan karier ke Spanyol.

Granada merekrutnya pada 1971 demi memperbesar bertahan di kasta tertinggi sepak bola Spanyol. Ya, ketika itu Granada baru promosi ke La Liga.

Pers setempat menanggapi peristiwa ini dengan negatif. Mereka menjuluki Suarez dengan berbagai predikat, di antaranya 'binatang', 'eksekutor' hingga 'pembunuh bayaran', yang akan 'merusak sepak bola Spanyol'.

Kekhawatiran tersebut sebenarnya juga berlebihan. Kompetisi Negeri Matador pada awal 1970-an juga dikenal dengan permainan tanpa kompromi, meski tidak sampai membuat pemain lawan masuk rumah sakit seperti Suarez.

 

Saksikan Video Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kamuflase

Candido Gomez yang menjabat Presiden Granada ketika itu menyebut transfer Suarez sebagai rekrutan terpenting musim ini. Dia berharap pengalaman sang pemain bisa memimpin tim yang mayoritas berisi pemain muda.

Suarez pun siap menjawab kepercayaan. Dia bahkan menunjukkan karisma pada konferensi pers pertamanya sebagai pemain Granada.

"Saya suka bermain keras, tapi tidak punya masalah dengan pemain lawan. Setiap di lapangan, saya mati-matian membela tim," ungkapnya.

Pernyataan itu sulit dipercaya. Bagaimanapun, Suarez pernah menyerang lawan yang sedang menjalani perawatan medis.

Terbukti semuanya hanya kamuflase. Suarez menunjukkannya pada debut melawan Espanyol. Dia tidak segan menerjang lawan menggunakan dua kaki.

Dalam 13 penampilan awalnya, Suarez mendapat lima kartu kuning. Jumlah tersebut pada jaman sekarang sudah menunjukkan sifat indisipliner pemain. Apalagi pada lima dekade lalu ketika hukuman itu baru diperkenalkan, ketika wasit baru mencatat nama pemain setidaknya setelah yang bersangkutan melakukan setengah lusin tekel keras.

Jumlah pelanggaran dari Suarez sebenarnya tentu jauh lebih tinggi. Sosok asal Argentina ini piawai menemukan waktu untuk menyerang lawan saat perhatian wasit teralihkan.

3 dari 5 halaman

Seperti Perang

Suarez juga kerap tampil lebih ganas ketimbang biasanya saat menghadapi tim besar. Pendekatan tersebut bisa dimengerti. Jika kualitas di atas kertas sudah kalah, salah satu harapan untuk meraih hasil positif adalah dengan bermain keras.

Saat itu ada empat tim utama di Spanyol: Real Madrid, Barcelona, Valencia, dan Atletico Madrid. Semuanya memiliki kesamaan yakni terkaparnya penyerang andalan saat menghadapi Granada.

Carlos Santillana saat itu baru berusia 21 dan dalam perjalanan menjadi legenda Real Madrid. Namun, dia harus absen tiga bulan pada awal karier bermainnya karena cedera patah rahang akibat sikut Suarez.

Duo Atletico Madrid Jose Garate dan Luis Aragones juga mengeluh atas permainan kasar Suarez. Begitu pula striker Barcelona Marcial Pinal dan Juan Asensi. "Bermain Granada seperti menjalani perang," ujar Asensi.

Reputasi Suarez membuat klub besar Spanyol menggunakan cara alternatif agar selamat dari pembantaian. Alfredo Di Stefano, ketika itu menjabat pelatih Valencia, menurunkan pemain muda setiap menghadapi Granada. Tujuannya agar pemain andalan Los Che bebas dari cedera.

Taktik tersebut kemudian diadaptasi tim lain. Johan Cruyff absen membela Barcelona, begitu pula Gunter Netzer untuk Real Madrid.

4 dari 5 halaman

Provokator Andal

Ibarat pembunuh bayaran, Suarez memiliki target yang ingin dilukainya. Namun, dia juga piawai memprovokasi lawan.

Menghadapi Real Madrid, perlakuan kasar Suarez membuat Amancio Amaro yang biasanya tenang kehilangan emosi. Dia marah sehabis ditekel rekan Suarez, Fernando Fernandez. Amancio membalas dengan menendang kepala lawan saat kedua pemain sama-sama terjatuh. Aksinya memancing keributan pemain kedua tim.

Lalu di mana Suarez? Dia hanya melihat kejadian dari jauh dengan tangan di pinggang. Suarez sudah menyulut api dan membiarkan orang lain menjadi korban. Akhirnya Amancio dan Fernandez diusir wasit.

Insiden lain terjadi pada laga melawan Valencia yang berstatus juara Spanyol. Suarez mengirim striker Jose Claramunt ke rumah sakit saat laga baru berusia 30 menit. Dia terus mengasari pemain lawan dan melepas ciuman ke bangku cadangan Valencia setiap kali melakukannya.

Dalam laporannya, pengawas wasit menilai Suarez semestinya sudah diusir pada 10 menit awal laga. Namun dia hanya mendapat kartu kuning sepanjang laga.

Sosok lain juga jadi tumbal. Wasit yang memimpin laga disanksi karena dinilai tidak becus menjalankan tugas. Sementara Di Stefano didenda karena coba menyerang Suarez selepas pertandingan.

 

5 dari 5 halaman

Granada Terangkat

Kontribusi Suarez membuat Granada ditakuti. Tim pun berprestasi dan menduduki peringkat enam pada 1971/1972 dan 1973/1974. Mereka tergusur ke posisi 13 musim 1972/2973 karena Suarez dibekukan usai berseteru dengan presiden klub terkait gaji.

Meski berkontribusi positif, Granada tidak memperpanjang kontrak Suarez pada 1974. Dengan berat hati dia kemudian pergi ke tim promosi lain, Salamanca, tapi hanya tampil tiga kali dalam semusim.

Suarez lalu pensiun dan pulang ke kampung halaman. Dia sempat kembali beraksi pada 1977 untuk memperkuat Lanus di tiga pertandingan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.