Sukses

Fase Grup Liga Champions Bukan Sekedar Formalitas

Keberhasilan Slavia Praha mengimbangi Inter Milan 1-1 menjadi contoh mengapa tim unggulan tidak boleh meremehkan lawan pada Liga Champions musim ini.

Liputan6.com, Jakarta - Fase grup Liga Champions kadang menjadi formalitas bagi klub besar. Mereka kerap tanpa kesulitan melewati rintangan rintangan untuk memesan tempat di babak gugur.

Namun, hasil matchday 1 Liga Champions musim ini menunjukkan para raksasa harus berjuang lebih keras untuk mencapai babak gugur.

Keberhasilan Slavia Praha mengimbangi Inter Milan 1-1 di Stadio Giuseppe Meazza, Selasa (17/9/2019) atau Rabu dini hari WIB, menjadi contoh mengapa tim unggulan tidak boleh meremehkan lawan.

Tampil di kandang lawan, Slavia Praha unggul terlebih dahulu sebelum I Nerazzurri mengamankan angka pada injury time. Hasil tersebut membuat rivalitas di Grup F semakin sengit. Pasalnya, dua unggulan utama Borussia Dortmund dan Barcelona juga bermain sama kuat di laga pertama.

"Mereka bermain luar biasa, pressing tinggi, dan penuh intensitas. Slavia Praha berani menyerang dan menunjukkan layak tampil di pentas tertinggi Eropa," puji pelatih Inter Milan Antonio Conte, dilansir Football Italia.

Kesuksesan Olympiakos menahan finalis musim lalu Tottenham Hotspur (Grup B), kemenangan Lokomotiv Moscow atas Bayer Leverkusen (Grup D), serta pesta gol Red Bull Salzburg melawan Racing Genk (Grup E) juga membuktikan Liga Champions musim ini berpotensi lebih menarik sejak putaran awal.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Logika Finansial

Persaingan grup Liga Champions kadang diabaikan karena tim dari negara besar hampir pasti lolos ke putaran berikutnya. Menggunakan kekuatan modal, mereka tanpa kesulitan menyisihkan tim asal negara kecil.

Statistik pun membuktikan itu. Guardian melaporkan, hanya ada satu nama yang mampu menyingkirkan tim dengan pendapatan tahunan lebih besar pada fase grup Liga Champions musim lalu.

Jumlah tersebut meningkat menjadi empat klub pada 2017/2018, sebelum kembali hanya menjadi satu tim di 2016/2017. Artinya, dari 48 tim terakhir yang mencapai babak gugur Liga Champions tiga edisi terakhir, hanya enam yang sukses memutarbalikkan logika finansial.

Namun, 'kejutan' itu juga tidak terasa besar. Pasalnya, salah satu tim yang melakukannya adalah Ajax Amsterdam terhadap SL Benfica (2018/2019). Tim lainnya adalah AS Roma yang melampaui Atletico Madrid (2017/2018).

3 dari 3 halaman

Menanti Kejutan

Pertanyaan selanjutnya kini tertuju ke tim non-unggulan, apakah mereka mampu menjaga durabilitas untuk merepotkan para favorit di lima pertandingan berikutnya. Tentu tidak mudah melakukannya.

Yang jelas, pecinta sepak bola netral menanti sepak terjang mereka. Sudah terlalu lama dan jarang terjadi klub kecil menciptakan kisah Cinderella di Liga Champions.

Slavia Praha pernah melakukannya ketika mencapai perdelapan final 2003/2004 dengan menyisihkan Lazio dan Besiktas untuk mendampingi Chelsea sebagai wakil Grup G.

Sementara APOEL melaju hingga delapan besar usai menyisihkan tim-tim asal negara dengan tradisi sepak bola lebih besar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.