Sukses

Impor Beras Tak Berjalan Mulus, Menko Airlangga Ungkap Penyebabnya

Menghadapi peningkatan harga beras di Indonesia saat ini, pemerintah Indonesia terus mengupayakan pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri dengan memperoleh pasokan dari luar negeri

Liputan6.com, Jakarta - Harga beras masih mahal meskipun memang sudah ada penurunan harga tipis. Pemerintah oun terus mengupayakan pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri dengan berbagai cara salah satunya dengan impor beras dari sejumlah negara. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, perkembangan pengadaan dan penyaluran CBP per tanggal 7 maret 2024 yaitu persediaan cadangan beras pemerintah atau CBP pada Perum Bulog sebanyak 1.131.885 ton dan stok komersial 14.559 ton.

Airlangga Hartarto juga mengungkapkan realisasi pengadaan beras  dalam negeri sebanyak 18.344 ton serta pengadaan beras luar negeri yang sedang dalam perjalanan  sebanyak 614.707 ton.

 

“Sehingga bisa dikatakan seluruh komoditas pangan memiliki ketersediaan stok yang cukup." ujar Airlangga Jumat (8/3/2024).

 

Kedatangan pasokan beras dari luar negeri ini diharapkan dapat membantu menyeimbangkan pasokan dalam negeri yang terkadang mengalami fluktuasi akibat berbagai faktor, seperti cuaca buruk dan produksi yang tidak konsisten. Dengan adanya tambahan pasokan ini, diharapkan harga beras di pasar dapat tetap stabil dan terjangkau bagi masyarakat.

menurut Airlangga upaya tersebut  dinilai membuahkan hasil karena harga beras turun secara perlahan. Berdasarkan panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) per 8 Maret  harga beras medium turun 0,07% menjadi 14.310 dan beras premium turun 0,42%. Menjadi 16.420.

Impor Tak Jalan Mulus

Namun, proses impor ini tidak selalu berjalan mulus, terutama dengan adanya berbagai kendala yang dihadapi. Salah satu kendala dalam proses impor beras adalah terkait dengan target dan realisasi volume impor.

Meskipun pemerintah telah menetapkan target impor sebesar 250 ribu ton melalui memorandum of understanding (MoU), namun realisasi impor yang tercapai jauh di bawah target, hanya sekitar 15 ribu ton.

Masalah logistik, terutama terkait dengan kebutuhan kapal kecil di Kamboja, menjadi salah satu faktor utama yang menghambat proses impor ini. Tetapi pemerintah telah meninjau ulang permasalahan tersebut agar Kembali berhasil mencapai target yang diinginkan

Namun demikian, perlu diingat bahwa pengadaan beras dari luar negeri juga harus diiringi dengan langkah-langkah pengelolaan yang tepat, termasuk pengawasan mutu dan distribusi yang efisien. Koordinasi antara pemerintah dan pelaku pasar juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa pasokan beras dari luar negeri dapat tersalurkan dengan baik dan tepat waktu ke konsumen akhir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harga Beras Mahal, Warga Lebak Pilih Makan Singkong dan Konsumsi Nasi Sekali Sehari

Omzet pedagang singkong di Kabupaten Lebak, Banten, meningkat hingga dua kali lipat seiring dengan kenaikan harga beras di pasaran. Konsumsi karbohidrat warga Lebak sebagian berpindah dari beras ke singkong. 

Suhari (55), pedagang singkong di Pasar Subuh Rangkasbitung, mengungkapkan bahwa pendapatannya sekarang mencapai Rp 5 juta per hari, naik dari sebelumnya Rp 2,5 juta per hari. Untuk mencapai omzet tersebut, Suhari harus menjual 1 ton singkong dengan harga Rp 5.000 per kilogram(kg), sedangkan sebelumnya hanya bis amenjual 500 kg.

"Pendapatan kami sekarang bisa Rp 5 juta dari sebelumnya Rp 2,5 juta per hari," kata Suhari dikutip dari Antara, Kamis (7/3/3024).

Peningkatan pendapatan ini terjadi setelah harga beras medium di pasaran melonjak di atas Rp 14.000 per kg. Banyak pedagang singkong yang membeli singkong dari masyarakat dengan penghasilan rendah.

Sarman (45), pedagang singkong lainnya, juga mengalami peningkatan pendapatan sebesar 100 persen. Ia kini bisa menghasilkan Rp 3 juta per hari dengan menjual 600 kg singkong, naik dari sebelumnya Rp 1,5 juta per hari.

Titi (50), seorang ibu rumah tangga di Rangkasbitung, memilih mengkonsumsi singkong sebagai makanan alternatif akibat kenaikan harga beras.

Ia mengatakan bahwa keluarganya mengkonsumsi singkong sebagai makanan utama pada pagi dan siang hari, sementara nasi hanya dikonsumsi pada sore hari. Titi juga menyebut suaminya sebagai buruh serabutan.

"Pagi dan siang hari kami mengkonsumsi singkong yang kami olah menjadi getuk. Baru sore hari kami makan nasi," kata Titi.

3 dari 3 halaman

Olahan Singkong

Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Lebak membenarkan bahwa saat ini banyak masyarakat yang beralih mengkonsumsi singkong akibat kenaikan harga beras. Benu Dwiyana, Kepala Bidang Distribusi dan Sumberdaya Pangan, menyatakan bahwa masyarakat Lebak sudah mampu mengolah singkong menjadi makanan yang lezat dan nikmat, seperti bolu dan roti dengan berbagai varian rasa.

Dinas Ketahanan Pangan terus memberikan pelatihan kepada masyarakat agar mampu memproduksi singkong menjadi makanan yang dapat menggantikan beras sebagai makanan pokok.

Berdasarkan pantauan, terlihat bahwa pedagang singkong di Kabupaten Lebak banyak ditemui di pasar tradisional, kios pengecer di tepi jalan raya, pemukiman, dan pedagang keliling. Harga singkong berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per kg.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.