Sukses

PPATK Endus Transaksi Mencurigakan Triliunan Rupiah Jelang Pemilu 2024

Dugaan transaksi mencurigakan jelang Pemilu 2024 tersebut dilihat dari jumlah laporan yang masuk meningkat lebih dari 100 persen pada Semester II-2023.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, mengungkapkan, jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 transaksi keuangan mencurigakan meningkat.

Dugaan transaksi mencurigakan tersebut dilihat dari jumlah laporan yang masuk meningkat lebih dari 100 persen pada Semester II-2023.

"Kita lihat memang transaksi terkait dengan pemilu ini masif sekali laporannya kepada PPATK. Kenaikan lebih dari 100 persen, baik di transaksi keuangan tunai, transaksi keuangan mencurigakan, segala macem," kata Ivan saat ditemui di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Sejalan dengan itu, PPATK juga mengendus adanya potensi penyaluran dana yang berasal dari sumber ilegal dalam ajang kampanye.

Kendati demikian, pihaknya telah mengirim surat ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ivan memproyeksikan, angka transaksi mencurigakan tersebut mencapai triliunan rupiah dari ribuan nama. Tapi ketika ditanya lebih lanjut, Ivan tidak membeberkan berapa nominalnya.

"Kita kan sudah kirim surat ke Bawaslu, KPU, sudah kita sampaikan berapa transaksi terkait angka-angka yang jumlahnya luar biasa besar. Kita masih menunggu, ini kita bicara triliunan, angka yang luar biasa besar, ribuan nama. Kita bicara semua Parpol (partai politik)," ujarnya.

Disisi lain, PPATK melihat transaksi pada Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) yang digunakan untuk membiayai kampanye politik tidak bergerak signifikan, bahkan datar. Justru transaksi yang bergerak signifikan itu berasal dari rekening pihak lain.

Melihat anomali tersebut, PPATK menilai terjadi ketidaksesuaian mengenai pembiayaan kampanye Pemilu. "Sepanjang pengalaman kita terkait pemilu ini kan RKDK harusnya untuk membiayai kegiatan kampanye politik. Itu cenderung flat, cenderung tidak bergerak transaksinya. Yang bergerak justru di pihak-pihak lain. Ini kan artinya ada ketidaksesuaian. Kita kan bertanya, pembiayaan segala macem itu biayanya dari mana kalau RKDK-nya tidak bergerak," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perampasan Aset

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, mengatakan penting untuk dicatat bahwa asset recovery tidak hanya tentang pemulihan hasil tindak pidana, tetapi juga memberikan sinyal kuat bahwa segala tindakan penyembunyian dan penyamaran hasil tindak pidana atau pencucian uang tidak dapat ditoleransi.

Ini dia ungkapkan pada acara "Securing Hasil Tindak Pidana Lintas Batas Negara melalui Implementasi Regulasi mengenai Penundaan, Penghentian, dan Pemblokiran Transaksi”.

Ivan menjelaskan, upaya pengamanan (securing) dan penyelamatan aset (asset recovery) memiliki dampak positif pada penguatan penegajan hukum, sistem keadilan dan mendorong prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas Indonesia baik tingkat nasional maupun internasional.

Salah satu upaya pengamanan hasil tindak pidana dilakukan melalui tindakan penundaan dan penghentian sementara transaksi, serta pemblokiran yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan, PPATK, dan instansi penegak hukum.

"Tentu saja pelaksanaan pengamanan hasil tindak pidana ini akan ditindaklanjuti dengan upaya penyelamatan aset atau asset recovery melalui penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana," kata Ivan dalam desimenasi PPATK di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

 

3 dari 3 halaman

Penghentian Sementara Transaksi

Ivan menjelaskan, penghentian sementara transaksi yang dilakukan oleh PPATK merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menjaga keamanan dan integritas sistem keuangan negara.

"Tindakan administratif ini dilakukan terhadap transaksi atau rekening yang berdasarkan analisis dan pemeriksaan yang dilakukan oleh PPATK terindikasi dengan aktivitas kejahatan atau pelanggaran," ujarnya.

Penghentian sementara ini dilakukan sebagai langkah preventif untuk memastikan bahwa transaksi-transaksi yang terlibat dapat diinvestigasi lebih lanjut demi mengidentifikasi potensi risiko keuangan dan penyalahgunaan dana.

"PPATK berkomitmen untuk menjaga keamanan dan kestabilan sistem keuangan negara, dan langkah ini diambil sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini