Sukses

Ada Pilpres 2024, Penggunaan EBT Makin Jauh dari Realisasi?

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya menilai, gelaran pilpres 2024 di berbagai negara dunia akan menunda program transisi menuju energi hijau dalam skala besar.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat Ekonomi Energi Universitas Indonesia (UI) Berly Martawardaya menilai, gelaran pilpres 2024 di berbagai negara dunia akan menunda program transisi menuju energi hijau dalam skala besar.

Menurut dia, banyak negara nantinya akan lebih mengedepankan harga energi yang pro rakyat dibanding mengejar energi terbarukan yang terlalu mahal. Itu tercermin dari harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 yang masih di atas USD 150 per metrik ton, dan diprediksi tetap berada di kisaran dari USD 110-130 per metrik ton selama tahun depan.

 

"Tahun depan ada pemilu di Amerika dan India. Mereka kan pasti tidak ingin terlihat tidak mampu memberikan energi bagi rakyatnya," ujar Berly dalam webinar Road to IMEC 2023, Selasa (12/12/2023).

"Sama seperti kita. Jadi demand-nya coal sebagai energi yang relatif lebih rendah harganya itu akan masih jadi pilihan," imbuh dia.

Sehingga, Berly memprediksi, jika memang akan ada pergeseran dari energi fosil menuju renewable energy, pasti nilai harganya bakal lebih mahal dibandingkan batu bara.

Energi Ramah Lingkungan

Program transisi menuju energi ramah lingkungan juga berpotensi jadi samar, khususnya di Amerika Serikat jika Donald Trump terpilih menjadi pemimpin baru di Negeri Paman Sam.

Seperti diketahui, Trump pada masa jabatan Presiden Amerika Serikat sebelumnya lantang menolak Paris Agreement 2015. Dengan alasan, AS bakal menghadapi ancaman ekonomi besar akibat upayanya beralih ke energi hijau.

"(Switching to renewable energy) sepertinya baru akan dilakukan pasca pemilu, khususnya di Amerika, kalau Biden menang. Kalau Trump menang, dia akan full back to fossil lagi," sebut Berly.

Sama halnya dengan Indonesia, dimana Berly melihat penerapan pajak karbon yang rencananya dikenakan kepada pembangkit listrik swasta (IPP) harus ditunda.

"Karena kalau dikenakan, nanti ada tekanan buat kenaikan harga listrik yang sangat berat di tahun pemilu. Jadi kondisi-kondisi ini yang menyebabkan demand tahun depan masih akan tinggi," kata Berly.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rencana Anies: Rumah Warga Bisa Disewa untuk Pasang Solar Panel

Calon Presiden Nomor Urut Satu, Anies Baswedan membeberkan rencana penting Indonesia menuju Net Zero emission di tahun 2060 mendatang.

Ia menyatakan menuju transformasi energi baru terbarukan dibutuhkan kerja sama pelaku kepentingan dan membutuhkan kolaborasi dan roadmap.

"Menurut kami harus disusun bersama-sama antara negara dengan pelaku usaha khususnya," kata Anies dalam acara Dialog Apindo Debat Capres 2024, Jakarta, Senin (11/12).

Perlu diketahui, pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun 2025 energi baru terbarukan (EBT) diharapkan mencapai 23 persen. Namun saat ini EBT di RI masih diangka 12 persen.

"Dalam waktu 2 tahun itu mission impossible," tegasnya.

Kemudian, menurut Anies, sangat penting menyediakan insentif bagi konsumer dan mendorong agar kawasan urban sebagai pengguna energi terbesar mulai bertransformasi kepada EBT.

"Di Jakarta, sebagai contoh public transport itu harus sudah mulai bergeser ke elektrik. Kita sudah mulai dan kita berharap di tahun 2030 semua pabrik transport di Jakarta itu elektrified," jelasnya.

Sewakan Solar Panel

Ia menilai rumah-rumah warga bisa dijadikan peluang usaha, dimana atap rumah bisa disewakan untuk solar panel.

"kalau kita mencoba cek cari tempat kosong membangun solar panel Mission Impossible di Urban tapi bila rumah menjadi tempat untuk disewakan dan dunia usaha menyewa ke situ pemerintah tinggal menciptakan regulatornya," terangnya.

Sehingga, seluruh rumah itu nantinya mendadak menjadi lahan untuk membangun solar panel, khususnya di kawasan perkotaan.

 

3 dari 3 halaman

Eksplorasi Geotermal

Selanjutnya, pemerintah juga perlu mendorong eksplorasi geotermal. Dimana, solusi itu merupakan solusi jangka panjang dan harus dikerjakan bersama dan negara menghadirkan investasi awal.

Sebab dibutuhkan investasi yang sangat besar untuk eksplorasi geotermal. "Ini risikonya sangat besar. Tapi saya dengar dari pelaku usaha bidang energi. Banyak juga yang berani mengambil risiko itu. Karena mereka memiliki kapabilitas finansial," ungkapnya.

Apabila itu bisa dikerjakan maka Indonesia akan bisa meningkatkan dari 8 persen cadangan yang digunakan saat ini menjadi lebih tinggi. Karena Indonesia memiliki 40 persen cadangan energi geothermal di dunia.

Lalu, lanjut Anies, untuk menuju energi bersih, juga dibutuhkan menerapkan carbon tax dan carbon trading secara bertahap.

"Kalau Stiglitz itu bilang range-nta antara USD50 sampai USD 100 per ton. Nah saat ini kita masih bergerak di angka yang sekitar USD2 per ton ini secara gradual, itu harus kita lakukan. jadi kami melihat satu adalah terkait dengan insentifnya yang kedua adalah siapkan regulasinya," tutupnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini