Sukses

Sri Mulyani: Emisi per Kapita Indonesia Paling Rendah di G20

Permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana meningkatkan pendapatan per kapita yang merupakan indikator proksi kesejahteraan masyarakat tanpa menimbulkan emisi per kapita.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Indonesia terus meningkatkan income per kapita untuk menuju negara maju. Namun di balik usaha tersebut, kenaikan income per kapita tersebut ternyata juga dibarengi dengan kenaikan emisi per kapita. 

Sri Mulyani mengutip data Bank Dunia yang menunjukkan bahwa Indonesia telah berhasil meningkatkan PDB per kapita hingga sekitar USD 4.000. Tetapi di sisi lain, emisi per kapita juga meningkat hingga 3,0 ton CO2e. 

“Emisi per kapita naik dua kali lipat sementara income per kapita naik hampir 4 kali lipat,” papar Sri Mulyani dalam kegiatan Climate and Indonesia’s Future yang disiarkan pada Senin (27/11/2023).

Hal ini menggambarkan bahwa kita masih perlu untuk terus meningkatkan kemampuan kita di dalam meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan,” lanjut Sri Mulyani. 

Maka dari itu, permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana meningkatkan pendapatan per kapita yang merupakan indikator proksi kesejahteraan masyarakat tanpa menimbulkan emisi per kapita.

Hal itu meskipun emisi per kapita Indonesia masih terkecil dibandingkan di antara negara G20. 

“Di antara negara G20 kita urutan ketiga terendah setelah India dan Brazil,” beber Sri Mulyani. 

Data World Renounce Institute mencatat, India, Brazil dan Indonesia memiliki emisi per kapita terkecil di antara negara G20. 

India dan Brazil masing-masing memiliki 2 ton CO2e dan 2,2 ton CO2e emisi per kapita pada tahun 2022. 

Sementara Indonesia memiliki 2,6 ton CO2e emisi per kapita

Tercatat, negara G20 dengan emisi per kapita tertinggi adalah Canada, dengan 18,7 CO2e dan Australia 17 ton CO2e. 

Daftar tersebut disusul oleh Arab Saudi di urutan ketiga terbesar dengan emisi per kapita 16,5 ton CO2e dan Amerika Serikat 15,1 CO2e. 

“Tapi bukan berarti emisi per kapita kita terendah, kemudian Indonesia tidak peduli untuk mendesain proses pembangunannya untuk menjaga planet secara bersama. Tantangan kita adalah bagaimana kita menaikkan our prosperity tanpa membuat planet semakin tidak layak ditempati karena perubahan iklim,” ujar Menkeu.

Sri Mulyani juga menambahkan, “Perubahan iklim bukan satu-satunya tantangan. Saat ini Indonesia juga sedang dihadapi dengan dampak dari suku bunga The Fed yang bertahan tinggi untuk waktu yang lebih lama, tensi geopolitik, dan digitalisasi”.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Kejar Nol Emisi 2060, Wamen BUMN: Rumusnya Bagus, Eksekusinya Pusing

Sebelumnya, Pemerintah meneken target ambisius untuk mengurangi emisi karbon sebesar 31,9 persen di 2030 dan nol emisi karbon di 2060. Ambisiusnya target ini disebut memerlukan langkah detail dalam implementasinya.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko menyampaikan target ini tertuang dalam enhanced nationally determined contribution (E-NDC) Indonesia. Target ini perlu dikejar dengan model yang telah dirancang kedepannya.

"Ini target yang tidak mudah, tadi saya sampaikan ke bu Tina (Jubir Menteri Investasi Tina Talisa), rumusnya bagus, tapi yang eksekusi pusing, jadi kita harus benar-benar membuat rencana yang sangat detail dan sangat executable," ungkapnya dalam HSBC Summit 2023, di St Regis, Jakarta, Rabu (11/10/2023).

Tiko menyampaikan, pelaksana dari target ini salah satunya adalah korporasi, dimana BUMN ikut terlibat didalamnya. Untuk mengejar itu, pihaknya telah menyusun 5 inisiatif strategis.

Pertama, merumuskan cara untuk membuat pembangkit listrik tenaga uap bertenaga batu bara menjadi lebih bersih. Caranya dengan sistem co-firing, menggunakan bio massa, hingga bahan bakar gas.

"Sehingga kita tidak terburu-buru me-retier coal kita tapi bagaimana menghasilkan coal tapi dengan clean coal dan menurunkan emisi (gas) rumah kaca-nya," jelas dia.

Kedua, dengan membidik penurunan emisi di sektor transportasi. Caranya, dengan mendorong pemanfaatan bahan bakar ramah lingkungan. Ini dituangkan lewat biodiesel dengan kadar B35 dan campuran bioetanol di Pertamax Green 95.

"Dan juga ke depan sustainable aviation fuel untuk pesawat yang beroperasi di Indonesia," kata Tiko.

3 dari 3 halaman

Inisiatif Lainnya

Ketiga, pemanfaatan luasan hutan Indonesia yang bisa menyimpan karbon. Keempat, langkah ini diikuti dengan dirilisnya bursa karbon sebagai sarana perdagangan karbon dengan unit efek. Dia berharap, pihak swasta juga bisa ikut terlibat dalam perdagangan karbon ini.

"Nah ini kita harapkan juga menjadi satu katalis yang diharapkan para private secror juga boleh melihat kemungkinan untuk karbon ini di trading di Indonesia dan tentunya bisa di sertifikasi di level Global," bebernya.

Kelima, meningkatkan baura energi baru terbarukan (EBT). Dimana salah satu BUMN yang memegang peran penting adalah PT PLN (Persero), untuk mendorong implementasi bauran energi bersih.

"Bagaimana cara kita melalui PLN meng-accelerate bagaimana pembangunan daripada 70 persen renewable akan masuk onstream selama satu dekade ke depan dengan berbagai komposisi hydro, solar, wind, geothermal dam sebagainya," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.