Sukses

Konflik Israel dan Hamas Tambah Ketidakpastian Ekonomi Global, Makin Terpuruk?

Konflik Israel-Hamas di Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran baru pada ekonomi global. Simak selengkapnya ulasan dari beberapa ekonom berikut ini.

Liputan6.com, Jakarta - Pecahnya konflik Israel-Hamas di Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran baru pada ekonomi global yang masih dihantui ketidakpastian.

Namun, dampak terhadap ekonomi dari konflik tersebut mungkin memerlukan waktu untuk menjadi jelas, dan akan bergantung pada berapa lama konflik berlangsung, seberapa intens konflik tersebut, dan apakah konflik tersebut dapat menyebar ke wilayah lain kawasan.

"Masih terlalu dini untuk mengatakan apa dampaknya, meskipun pasar minyak dan ekuitas mungkin akan terkena dampak langsung,” kata Agustin Carstens, manajer umum di Bank for International Settlements, dikutip dari US News, Senin (9/10/2023).

Tetapi ekonom mengingatkan, konflik ini berpotensi menambah kekhawatiran yang tidak dapat diprediksi terhadap perekonomian global yang sudah melambat, serta pasar AS masih beradaptasi dengan kemungkinan bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.

"Sumber ketidakpastian ekonomi apa pun akan menunda pengambilan keputusan, meningkatkan premi risiko, dan terutama mengingat wilayah tersebut…ada kekhawatiran mengenai di mana minyak akan dibuka," ungkap Carl Tannenbaum, kepala ekonom Northern Trust.

"Pasar juga akan mengikuti skenario yang ada. Pertanyaannya adalah apakah pengulangan akan membuat keseimbangan jangka panjang menjadi tidak seimbang?” ujarnya.

Masalah-masalah tersebut dan isu-isu terkait kemungkinan besar akan menjadi agenda utama para pemimpin badan keuangan global yang berkumpul pekan ini di Maroko, dalam pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia untuk mengkaji perekonomian global yang masih berada dalam kondisi yang sangat berfluktuasi akibat pandemi dan ketegangan perdagangan.

Sedangkan bank sentral, konflik baru di Timur Tengah menimbulkan dilema apakah akan menimbulkan tekanan inflasi baru, mengingat kawasan ini bukan hanya rumah bagi produsen minyak besar salah satunya Iran dan Arab Saudi, namun juga jalur pelayaran utama melalui Teluk Suez.

Para pejabat Federal Reserve bahkan telah mengeluarkan alarm tingginya harga energi baru-baru ini sebagai kemungkinan risiko terhadap prospek penurunan inflasi secara bertahap, dan perekonomian AS kemungkinan besar akan terhindar dari resesi - jika tidak ada guncangan eksternal yang tidak terduga.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jika Konflik Hamas dan Israel Menjalar ke Iran, Kenaikan Harga Minyak Dunia Tak Terbendung

 Harga minyak dunia melonjak 4 persen ketika konflik Israel-Hamas memasuki hari ketiga menyusul serangan mendadak Israel oleh kelompok militan Palestina tersebut.

Mengutip CNBC International, Senin (9/10/2023) harga minyak berjangka Brent diperdagangkan 4,53 persen lebih tinggi sebesar USD 88,41 per barel pada hari Senin.

Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 4,69 persen menjadi USD 88,67 per barel.

Pada Sabtu 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan infiltrasi multi-cabang ke Israel melalui darat, laut dan udara menggunakan paralayang.

Serangan itu terjadi beberapa jam setelah ribuan roket dikirim dari Gaza ke Israel.

Laporan NBC News menyebut, peristiwa itu menelan setidaknya 700 korban jiwa. Kementerian Kesehatan Palestina sejauh ini mencatat 313 kematian.

Meskipun terjadi lonjakan harga minyak mentah, para analis yakin hal ini hanya terjadi secara spontan dan mungkin bersifat sementara.

"Agar konflik ini memiliki dampak yang bertahan lama terhadap pasar minyak, harus ada pengurangan pasokan atau transportasi minyak secara berkelanjutan," kata Vivek Dhar, direktur penelitian komoditas pertambangan dan energi di Commonwealth Bank.

"Jika tidak, seperti yang telah ditunjukkan oleh sejarah, reaksi positif terhadap harga minyak cenderung bersifat sementara dan mudah dikalahkan oleh kekuatan pasar lainnya,” tulis Dhar dalam catatan hariannya.

Diketahui, Israel sendiri memiliki dua kilang minyak dengan kapasitas gabungan hampir 300.000 barel per hari.

Tetapi menurut Administrasi Informasi Energi A.S., negara itu hampir tidak memiliki produksi minyak mentah dan kondensat. Hal serupa juga terjadi pada wilayah Palestina yang tidak menghasilkan minyak, menurut data dari EIA.

3 dari 3 halaman

Kekhawatiran Berdampak pada Pintu Ekspor Terbesar

Namun, konflik tersebut terjadi di depan pintu wilayah penghasil dan ekspor minyak utama bagi konsumen global.

"Ada juga risiko konflik meningkat secara regional. Jika Iran terlibat dalam hal ini, mungkin akan ada masalah pasokan, meskipun kita belum berada pada tahap itu," ucap Direktur Energi, Iklim, dan Sumber Daya Eurasia Group, Henning Gloystein.

Dengan 40 persen ekspor dunia melalui Selat Hormuz, Presiden Rapidan Energy Group Bob McNally memproyeksikan konflik antara Israel dan Iran dapat dengan mudah menyebabkan kenaikan harga minyak sebesar USD 5 hingga USD 10. Selat ini dianggap sebagai titik transit minyak terpenting di dunia, dan terletak di antara Oman dan Iran.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.