Sukses

Ketua MPR Minta Kementerian ESDM Perhatikan Dampak Kenaikan Harga Pertamax

Ketua MPR Bambang Soesatyo meminta Kementerian ESDM dan Pertamina sudah perhitungkan matang dampak kenaikan harga Pertamax.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua MPR Bambang Soesatyo menanggapi langkah Pertamina yang kembali menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi seperti harga Pertamax sejak Minggu, 1 Oktober 2023.

Bambang Soesatyo meminta pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina sudah memperhitungkan matang kenaikan harga BBM nonsubsidi tersebut.

"Serta menyampaikan, menyosialisasikan penyesuaian harga BBM tersebut kepada masyarakat dan memperhatikan ke depannya terhadap dampak kenaikan harga BBM tersebut secara menyeluruh," ujar dia dalam keterangan resmi, Senin (2/10/2023).

Selain itu, Bambang juga meminta Pertamina mengoptimalkan pendistribusian BBM subsidi di tiap wilayah untuk memastikan dan mengawasi pendistribusian BBM subsidi lebih termonitor. Hal ini guna mencegah potensi penyalahgunaan pembelian atau penyelewengan BBM bersubsidi sebagai salah satu imbas dari kenaikan harga BBM.

Bambang juga meminta Kementerian ESDM menyusun aturan berdasarkan ide dan strategi optimalisasi energi baru terbarukan/EBT. Hal ini karena menurut Bambang, EBT bisa menjadi solusi jangka panjang, baik untuk kepentingan mitigasi perubahan iklim maupun sebagai langkah mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dari luar.

Tak hanya itu, Bambang juga meminta pemerintah mempersiapkan hilirisasi dan hulurisasi energi, seiring dengan tetap mempersiapkan BBM yang berkualitas dan terjangkau dengan daya beli masyarakat.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Skema Harga BBM Nonsubsidi Ikut Mekanisme Pasar dan Keekonomian

Sebelumnya, harga minyak dunia terus melambung hingga di atas USD 90 per barel saat ini. Imbas dari kondisi ini dipastikan mempengaruhi harga BBM nonsubsidi.

Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak menjelaskan secara umum, komponen harga dasar BBM terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan dan distribusi, serta proyeksi margin. Biaya perolehan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM.

"Sedangkan, biaya penyimpanan dan distribusi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan BBM ke konsumen di seluruh wilayah Indonesia," ujar dia melansir Antara, Minggu (1/10/2023).

Hal itu karena pembentukan harganya harus menyesuaikan dengan mekanisme pasar dan sisi keekonomian. "Salah satunya harus menyesuaikan dengan komponen harga dasar BBM, termasuk fluktuasi harga minyak dunia," tambahnya.

Dia pun menilai hal yang wajar jika ada penyesuaian harga BBM agar tak menimbulkan kerugian bagi perusahaan penyedia BBM, seperti PT Pertamina (Persero) dan lainnya.

 

Terkait biaya perolehan BBM, lanjut Ali, acuan yang digunakan adalah harga indeks pasar BBM yang dipengaruhi oleh harga ICP (Indonesia Crude Price).

Saat ini, rerata tahun 2023 ICP bisa mencapai 90 dolar AS per barel, sehingga rata-rata harga indeks pasar BBM berada di atas level USD 100 per barel.

Ali menuturkan secara alamiah dan mengikuti hukum ekonomi, terkait dengan BBM nonpenugasan, seharusnya badan usaha bisa menerapkan harga fluktuatif sesuai mekanisme pasar dan pergerakan harga minyak dunia.

Namun, tingginya tingkat kerumitan dan potensi adanya gejolak membuat badan usaha lebih memilik metode "smooth" dalam pengaturan harga.

"Sebenarnya, itu tidak ada masalah asalkan proyeksi harga berdasarkan model berbasis forecasting bisa dilakukan dengan baik, data valid dan proyeksi yang akurat," ungkap Ali.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menjelaskan komponen utama dalam penentuan harga BBM badan usaha adalah BBM itu sendiri. Kemudian, ada biaya transportasi atau distribusi serta margin perusahaan.

"Mengingat BBM kita sebagian besar impor, secara otomatis harga BBM nonsubsidi domestik mengikuti harga pasar BBM dunia. Secara langsung, harga BBM domestik mengikuti harga rata-rata BBM Platts Singapura," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Harga BBM Terbaru di SPBU Pertamina 1 Oktober 2023, Pertamax Naik Jadi Rp 14.000

Sebelumnya diberitakan, PT Pertamina (Persero) mengubah harga BBM nonsubsidi per 1 Oktober 2023. Harga BBM naik hari ini untuk sejumlah jenis bahan bakar yang dijual di SPBU Pertamina seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan Pertamax Green 95.

Sedangkan harga BBM Pertamina jenis Pertalite yang merupakan BBM subsidi tetap dipatok Rp 10.000 per liter. 

Dilansir dari laman resmi Pertamina, Minggu (1/10/2023), harga BBM Pertamax resmi dinaikkan menjadi Rp 14.000 jika dibandingkan dengan periode September yang dijual Rp 13.300 per liter untuk wilayah Aceh, Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur).

Selain itu, Pertamax Turbo juga mengalami kenaikan menjadi Rp 16.600 per liter dari sebelumnya Rp 15.900 per liter. Lalu, harga BBM Dexlite juga naik menjadi Rp 17.200 per liter dari sebelumnya Rp 16.350 per liter.

Hal yang sama kenaikan juga terjadi untuk harga Pertamina DEX menjadi Rp 17.900 perliter dari sebelumnya Rp 16.900 per liter. Kemudian, harga Pertamax Green 95 dari Rp 15.000 per liter menjadi Rp 16.000 per liter.

Pertamina juga menawarkan BBM jenis baru yaitu Pertamax Green 95. Pertamax ini adalah BBM yang ada kandungan ethanol. Saat ini Pertamax Green 95 baru dijual terbatas yaitu di DKI Jakarta dan Jawa Timur. Untuk harga Pertamax Green 95 dibanderol Rp 16.000 per liter, atau mengalami kenaikan dari sebelumnya Rp 15.000 per liter.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini