Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi melarang kegiatan social commerce di Indonesia, termasuk di platform TikTok Shop. Pelarangan tersebut hasil dari rapat terbatas Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para menteri terkait.
“Soal perniagaan dengan sistem elektronik. Ya, TikTok (Shop),” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi, dikutip Selasa (26/7/2023).
Baca Juga
Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengakui bahwa Pemerintah memerlukan ekstra langkah dalam mengatasi dampak dari larangan berjualan di platform social commerce, seperti TikTok Shop dan kawan-kawan.
“Jadi menurut saya ada opsi, misalnya Pemerintah bisa melakukan skema perpajakan bagi social commerce yang relatif lebih mahal (dibandingkan aktivitas dagang non social commerce),” ungkap Asmoro dalam kegiatan Media Gathering Kemenkeu di Puncak, Bogor pada Selasa (26/9/2023).
Atau yang kedua, perlu ada strategi lain yang (menunjukkan) konsistensi untuk memanfaatkan situasi di mana masyarakat gemar berbelanja.
Asmoro memaparkan data terbaru dari Mandiri Spending Index yang menunjukkan bahwa indeks belanja dari segi nominal dan frekuensi, di mana 40 persen dibelanjakan untuk layanan restoran dan supermarket, dan sekitar 9-10 persen pada produk pakaian.
“Artinya perlu kolaborasi antara Pemerintah dan pengusaha serta UMKM untuk misalnya, menyiapkan program-program (yang mendukung pengusaha pakaian),” jelas Asmoro.
Program-program ini misalnya dengan menghadirkan bazar diskon besar-besaran, seperti “Jakarta Great Sale”.
“Jadi memang dibutuhkan upaya ekstra bagi Pemerintah untuk menolong pedagang di Tanah Abang dan pasar tradisional lainnya,” pungkas Asmoro.
TikTok Shop Dilarang Jualan, UMKM Jangan Cuma Pasrah
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo), Edy Misero, menyatakan setuju dengan aturan yang melarang platform social commerce yakni TikTok Shop untuk memfasilitasi transaksi perdagangan.
"Jadi, akar masalahnya itu yang harus dibenahi TikToknya untuk sementara dilarang itu konsekuensi," kata Edy kepada Liputan6.com, Selasa (26/9/2023).
Ia pun memahami bahwa latar belakang pelarangan TikTok berjualan, karena saat ini Indonesia kebanjiran produk impor yang dijual dengan harga yang sangat murah. Alhasil, imbasnya mengganggu kegiatan UMKM.
"Latar belakangnya pelarangan Tik tok yaitu karena kita kebanjiran produk impor. Jadi, dari barang-barang impor ini banjir masuk ke Indonesia terus ditawarin ke masyarakat Indonesia kalau ada barang impor yang bagus-bagus tapi harganya murah banget, sehingga dikhawatirkan mengganggu produk-produk lokal yang ada," jelasnya.
Menurutnya, peran Pemerintah sebagai regulator sangat dibutuhkan. Pemerintah harus menata dan mengelola kembali barang-barang impor yang masuk agar tidak mengancam UMKM di dalam negeri.
"Sekarang caranya gimana? Pemerintah sebagai regulator yaitu mengatur atau menata ulang dan kelola barang-barang impor itu supaya harga yang tidak murah dan UMKM kita mampu bersaing dengan barang impor yang masuk," ujarnya.
Advertisement
Barang Impor Ilegal
Edy menilai, ada kemungkinan barang-barang impor yang dijual murah itu terindikasi sebagai produk impor ilegal dan tidak kena pajak. Tentunya, sangat merugikan bagi Indonesia.
"Kok kenapa bisa barang-barang impor itu dijual murah banget di Indonesia. Ada kemungkinan itu tidak kena pajak dan kemungkinan barangnya ilegal," ujar Edy.
Kendati demikian, bukan hanya Pemerintah saja yang berperan dalam menyelesaikan polemik tersebut. Melainkan butuh kerjasama antara Pemerintah dengan UMKM.
UMKM Jangan Pasrah
Selain itu, kata Edy, yang berjualan di TikTok Shop juga banyak dari UMKM, namun ketika TikTok Shop dilarang Pemerintah, UMKM jangan hanya berpangku tangan saja alias pasrah dengan kondisi yang terjadi. Edy menegaskan, pelaku UMKM harus terus berusaha untuk memasarkan produknya.
"TikTok itu kan semacam pasar mempertemukan penjual dan pembeli. Jadi, produsen dan konsumen, nah kalau pasarnya ditutup kan berarti tidak bisa jualan lagi. Justru UMKM harus mencari pasar baru untuk menjual produknya, jangan diam, jangan pasrah gak boleh gitu. Kalau Tik tok dilarang untuk berjualan ya kita cari Pasar Baru," pungkasnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Advertisement