Sukses

Pembelaan Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan Usai Ditetapkan Tersangka Korupsi LNG oleh KPK

Karen Agustiawan, mantan Dirut Pertamina, menilai perusahaan energi pelat merah tersebut tidak pernah mengalami kerugian, bahkan di saat pandemi Covid-19 pun. Karen ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korupsi LNG.

Liputan6.com, Jakarta - Eks Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG). Menurut pengakuan Karen Agustiawan, aksi tersebut dilakukan dengan mengikuti regulasi yang ada, serta turut menyeret beberapa nama yang terlibat.

Berkebalikan dengan KPK yang menyebut negara rugi USD 140 juta atau setara Rp 2,1 triliun, Karen Agustiawan justru mengklaim negara mengalami keuntungan hingga Rp 1,6 triliun dari pengadaan LNG.

Karen Agustiawan menilai Pertamina tidak pernah mengalami kerugian, bahkan di saat pandemi Covid-19 pun. Khusus untuk perdagangan LNG, benefit yang didapat pun terbuka secara publik pada laman Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC).

Karen juga membantah dirinya tidak melibatkan jajaran direksi hingga pemerintah dalam pengadaan dan penunjukan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC sebagai produsen dan supplier LNG dari Negeri Paman Sam.

Dikutip Kamis (21/9/2023), berikut keterangan lengkap Karena Agustiawan usai ditetapkan tersangka korupsi pengadaan LNG: 

Saya hadir sebagai kewajiban saya untuk memenuhi pelaksanaan kewajiban menurut hukum. Tadi saya sudah menjelaskan 13 halaman, saya kurang tahu 20 lebih lah pertanyaannya. Namun saya ingin menjelaskan bahwa aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 terkait energi mix, dimana gas harus 30 persen. Terus Inpres 1/2010, dan Inpres 14/2014.

Di dalam Inpres 1 nomor 14 itu, di sana Pertamina diminta untuk membangun FSRU (Floating Storage and Regasification Unit) dan ditargetkan sebagai keberhasilannya adalah dimintakan untuk tanda tangan perjanjian LNG bulan ke-9 tahun 2013. 

Ini sudah sesuai dengan apa yang diperintahkan. Jadi pengadaan LNG ini bukan aksi pribadi, tapi merupakan aksi korporasi Pertamina berdasarkan Inpres yang tadi saya sebut, surat UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) sebagai pemenuhan proyek strategis nasional.

Tadi dibilang rugi, pertama saya ingin sampaikan bahwa perjanjian di tahun 2013 dan 2014 sudah dianulir dengan perjanjian tahun 2015. Dan di perjanjian 2015 di sana disampaikan, di ayat 24,2 bahwa perjanjian di tahun 2013 dan 2014 sudah tidak berlaku lagi. 

Pertamina Harusnya Untung

Nomor dua, kalau tadi bilang marak ada kerugian, kerugian itu diakibatkan karena masa pandemi di tahun 2020 dan 2021. Akan tetapi, sebetulnya pandemi atau tidak pandemi Pertamina harusnya untung. Karena berdasarkan dokumen yang ada, tahun 2018 bulan Oktober Pertamina itu bisa menjual ke BP dan Sentrafigura dengan nilai positif 71 cent per mmBtu. 

Nah, kenapa itu tidak dilaksanakan? Saya tidak tahu. Tapi year to date sekarang, dari mulai fast delivery 2009 sampai 2025 itu sudah untung Rp 1,6 triliun. 

Kalau misalnya masih ada kecurigaan bahwa ini adalah kemahalan, satu-satunya perdagangan Indonesia dan Amerika di Securities and Exchange Commission Amerika itulah adalah perdagangan LNG ini. Jadi semua perjanjian maupun harga itu transparan. Jadi silakan masuk ke website tersebut. 

Satu lagi yang ingin saya sampaikan, bahwa ini semua sudah dilakukan sebaik mungkin. Dan Pertamina pun tidak merugi kalau memang menjalankan tender yang hasilnya di bulan Oktober 2018. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tanya Jawab

Penutup kerugian itu harusnya berlaku sejak 2018-2020, atau bagaimana?

Kan tadinya dibilang ada kerugian karena masa pandemi kan? Harga komoditas semua turun, harga minyak semua turun. Nah, tapi sebetulnya kalau piawai karena kita kalau mengelola volume LNG itu tahu kapan harus melepas, kapan harus tahan, harus mengetahui tren ke depan dan yang ke belakang, harus dibuat statistiknya, dan harus mengenal majeure politik.

Makanya kan tadi saya bilang, yang 2010-2011 yang tadi disampaikan rugi tidak perlu rugi kalau itu dijalankan. Cuman saya tidak tahu, mungkin rekan-rekan media yang perlu tanya ke Pertamina kenapa pada saat 2018 bulan Oktober hasilnya sudah bagus, kenapa tidak dilaksanakan. Harganya itu 71 cent positif lebih mahal daripada pembelian Corpus Christi. 

Presidennya siapa itu?

Saya tidak tahu siapa presidennya waktu itu yang menjabat di 2018. Saya sudah resign di tahun 2014. 

 

Berarti Bu Karen menganggap kerugiannya itu sejak 2018?

 Betul. 

Bu Karen katanya tidak melibatkan pemerintah dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)?

Begini, yang namanya instruksi presiden itu adalah perintah jabatan. Harus dilaksanakan. 

 

3 dari 3 halaman

Pemerintah Tahu

Berarti pemerintah tahu?

Pemerintah tahu. Itu perintah jabatan, dan saya melaksanakan sudah sesuai dengan perintah pelaksanaan anggaran dasar. Due dilligence, ada tiga konsultan yang terlibat, Jadi tiap konsultan sudah melakukan pendalaman dan disetujui oleh seluruh direksi secara kolektif, secara sah karena ingin melanjutkan apa yang tertuang dalam proyek strategis nasional. 

Bu Karen merasa dikorbankan siapa?

Saya tidak mau komen.

Yang Bu Karen katakan itu tahun berapa?

 Tahun 2013.

Berarti ada Menteri BUMN-nya juga?

Ada. Pak Dahlan (Iskan) tahu karena pak Dahlan penanggung jawab di dalam Inpres Nomor 14 Tahun 2010. 

Sudah ditandatangi?

Itu jelas banget. Yang UKP4 tolong ditanyakan ke Pertamina. Disitu ada jelas.

Presidennya siapa?

Presidennya tahu siapa lah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.