Sukses

Sinergi Transportasi Publik dan Online Ampuh Tarik Masyarakat Naik Angkutan Umum

Untuk menarik minat masyarakat menggunakan transportasi publik, Pemerintah terus mendorong kolaborasi antara operator transportasi publik dan sektor swasta agar perjalanan antarmoda sehari-hari dapat lebih mudah dan hemat.

Liputan6.com, Jakarta Untuk menarik minat masyarakat menggunakan transportasi publik, Pemerintah terus mendorong kolaborasi antara operator transportasi publik dan sektor swasta agar perjalanan antarmoda sehari-hari dapat lebih mudah dan hemat.

Dalam paparannya saat acara GoTransit Mobility Talk bertajuk "Public-Private Partnership melalui GoTransit untuk Mendukung Transportasi Umum", Menteri Perhubungan Republik Indonesia, Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa integrasi antarmoda perlu lebih terkoordinasi secara efisien.

Budi juga memberi apresiasi dan berikan dukungan penuh bagi pelaku swasta seperti Gojek dalam membantu transportasi first mile dan last mile yang dirasa masih bermasalah karena lack of service yang ada.

“Saya menyambut positif ide dari Gojek untuk melakukan ini, mengkolaborasikan banyak hal bahkan nanti yang lain lagi. Apalagi KAI sekarang sudah ada KRL, LRT dan punya kereta cepat," tutur dia dikutip Minggu (10/9/2023).

"Kolaborasi merupakan kunci dalam mencapai keberhasilan," lanjut dia.

Direktur Utama KAI Commuter Indonesia, Asdo Artriviyanto berharap agar GoTransit dapat menjadi kisah sukses sinergi BUMN dan swasta lainnya dalam hadirkan pengalaman perjalanan multimoda yang lebih terintegrasi.

“Kerja sama dengan GoTransit untuk first mile dan last mile mendukung KCI yang ada di middle mile. Para pelanggan sangat nyaman karena bisa menggunakan aplikasi Gojek," ungkapnya.

Inovasi Sektor Trasportasi

Sementara itu, Presiden Unit Bisnis On-Demand Services GoTo, Catherine Hindra Sutjahyo menjelaskan inovasi terbaru melalui fitur GoTransit juga dihadirkan untuk memberikan layanan mobilitas lengkap yang mudah, efisien dan terintegrasi, guna mendukung mobilitas sehari-hari masyarakat dan aksesibilitas menuju hub transportasi publik maupun destinasi lainnya.

"GoTransit dirancang sebagai layanan penghubung awal dan akhir perjalanan (First Mile-Last Mile) yang melengkapi moda transportasi publik (Middle Mile) sebagai bagian dari komitmen jangka panjang Gojek untuk melayani lebih banyak lagi masyarakat Indonesia, khususnya para pengguna layanan transportasi publik," ungkap dia.

Hadir pertama kali, GoTransit Mobility Talk yang digagas Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM (Pustral UGM) berfokus pada cara meningkatkan penumpang angkutan umum diikuti dengan pemaparan hasil riset mengenai integrasi layanan untuk keterpaduan antarmoda transportasi seperti KRL dan ojek online.

Forum tersebut juga mendorong beberapa rekomendasi seperti pentingnya operator angkutan umum untuk berbagi data secara terbuka hingga digitalisasi infrastruktur transportasi secara menyeluruh.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Polusi Udara Jakarta Memburuk, Masyarakat Belum Sadar Bahayanya

Pengamat Lingkungan Hidup Sudharto P Hadi mengatakan pengguna kendaraan pribadi belum begitu mengerti terhadap dampak negatif yang dihasilkan dari perilakunya. 

Hal ini secara tidak langsung berdampak pada semakin memburuknya polusi udara.

“Ada negative externalities atau eksternalitas negatif yang merupakan konsekuensi negatif dari aktivitas ekonomi (konsumsi atau produksi) pada pihak ketiga yang tidak terkait,” kata Sudharto dikutip Kamis (31/8/2023).  

Menurtnya, beberapa eksternalitas negatif bisa dihasilkan dari penggunaan kendaraan pribadi dan industri, yaitu polusi udara yang bisa berakibat fatal pada kesehatan.

“Untuk itu, penting kiranya publik sadar betul terkait negative externalities tersebut.” 

Pada tingginya kesadaran masyarakat akan negative externalities, dia mencontohkan, ada di Provinsi Bali waktu perayaan hari raya Nyepi. Saat Nyepi, masyarakat di Bali dilarang ada yang melakukan aktivitas, apalagi berkendara dengan kendaraan bermotor.

“Saat itu polusi udara di Bali sangat rendah,” kata Sudharto.

Namun demikian, jelasnya, Jakarta tidak perlu mengambil langkah ekstrim seperti perayaan Nyepi di Bali dengan tidak beraktivitas.

“Bisa dilakukan dengan cukup mengurangi penggunaan kendaraan pribadi saja. Itu sudah cukup mengurangi polusi di Jakarta.” 

Saat ini, sektor transportasi masih tercatat menempati urutan tertinggi penyumbang polutan di Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan sumber polusi udara di Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya berasal dari kendaraan dengan kontribusi 44%.

3 dari 3 halaman

Atasi Polusi Udara, Pengusaha Minta Jakarta Belajar dari Sumatera

Isu polusi udara yang kian mencemari langit Jakarta dan sekitarnya menjadi perhatian para pengusaha muda. Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengaku akan membawa isu tersebut ke dalam Rapat Koordinasi Bidang (Rakorbid) dan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke-XVIII.

Ketua Panitia Organizing Committee Rakernas HIPMI XVIII Afifuddin Suhaeli Kalla mengatakan, isu polusi udara Jakarta masuk ke dalam lingkup kerja HIPMI yang membawahi bidang lingkungan hidup.

Afif berkata, HIPMI akan meminta masukan dari anggota-anggotanya di daerah yang pernah terkena imbas polusi udara di wilayah kerjanya, khususnya di Sumatera.

"Karena kan polusi udara banyak di kota-kota di Sumatera juga dulu pernah ada, gara-gara pembakaran hutan segala macam. Case by case-nya kan beda-beda nih. Tapi intinya sama-sama polusi," ujar Afif kepada Liputan6.com di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (30/8/2023).

"Mungkin nanti kita matangkan, kita tanya juga pengalaman dari teman-teman daerah yang pernah kena polusi udara. Kita di Jakarta juga kan baru nih. Kita saling tukar informasi juga, supaya perumusannya ini bersifat nasional dan saling berbagi antar daerah," tuturnya.

Bila melihat ke belakang, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pada September 2019 lalu sempat menginformasikan, terjadi tren kenaikan pencemaran udara di wilayahnya Sumatera. Hal ini terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan asap pekat.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini