Sukses

Perekonomian China Loyo Dibanding AS, Ekonomi Indonesia Terancam?

Bank Indonesia (BI) menyampaikan kondisi ekonomi global khususnya dua negara adidaya yakni China dan Amerika Serikat yang menjadi mitra perdagangan utama Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) menyampaikan kondisi ekonomi global khususnya dua negara adidaya yakni China dan Amerika Serikat yang menjadi mitra perdagangan utama Indonesia.

Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Erwindo Kolopaking, menyebut ekonomi China saat ini dalam kondisi yang loyo dibandingkan ekonomi Amerika Serikat yang masih cukup baik di tengah ketidakpastian.

"Ekonomi China ini tidak sebaik yang kita bayangkan," kata Erwindo dalam acara pelatihan wartawan BI di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Minggu (10/9/2023).

Erwindo mengatakan, padahal pelaku ekonomi sangat meyakini pada awal tahun ini akan ada stimulus-stimulus tambahan dari China. Namun, ternyata kondisinya kurang baik, hal itu dikarenakan masih terdapat utang di sektor rumah tangga yang tinggi serta konsumsi dan kinerja properti yang memburuk.

Menurutnya, jika dilihat beberapa tahun terakhir, kata Erwindo, sebetulnya China mendorong infrastruktur yang baik, mulai dari jaln maupun bangunan dan lainnya. Namun, ketika China mencoba mendorong ke sektor konsumsi hasilnya belum mampu sepenuhnya menopang perekonomian domestik.

Alhasil, saat perekonomian China melambat maka akan berdampak terhadap negara-negara sekitar, termasuk Indonesia. Sebab, China merupakan mitra dagang Indonesia.

"Sehingga ketika perekonomian China melambat ini berdampak signfikan kepada negara-negara sekitar salah satunya Indonesia," ujarnya.

Ekonomi Amerika Serikat

Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat justru lebih baik dari perkiraan sebelumnya. Hal itu dikarenakan, stimulus yang diberikan pada saat masa pandemi Covid-19 membuat masyarakat memiliki bekal yang cukup banyak untuk menopang konsumsi. Hal itulah yang membuat inflasi di Amerika Serikat stabi di atas target The Fed.

"Akibatnya The Fed juga diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga yang tadinya di kuartal III tapi sepertinya akan diundur pada kuartal IV 2023. Ini juga akan mendorong ketidakpastian di pasar keuangan," kata Erwindo.

Lebih lanjut, dengan akan berkahirnya tahun fiskal Amerika Serikat pada kuartal III-2023, dinilai akan mendorong pasar keuangan sedikit bergejolak.

"Pada intinya pertumbuhan ekonomi terjaga, PMI globalnya juga relatif membaik, penjualan eceran global di AS juga masih tinggi karena memang sisi permintaan di Amerika sangat kuat," pungkasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Asia-Pasifik Bakal Jadi Penopang Utama Ekonomi Global

Sebelumnya, Asia-Pasifik menjadi “pendorong utama” bagi pertumbuhan ekonomi global tidak hanya dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang. Hal itu diungkapkan oleh kepala ekonom Asia-Pasifik S&P Global, Rajiv Biswas pada konferensi energi tahunan APPEC.

“Ketika kita melihat dekade berikutnya, kami memperkirakan Asia Pasifik akan menjadi wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia,” ungkap Rajiv Biswas, dikutip dari CNBC International, Jumat (8/9/2023).

Dia menyebut, negara Asia-Pasifik yang akan menjadi pendorong ekonomi global di antaranya adalah India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam.

“Ekspansi besar-besaran yang sedang terjadi pada perekonomian India, dan juga prospek yang sangat baik di Asia Tenggara – di mana kami memperkirakan pertumbuhan yang cukup kuat akan terus berlanjut di beberapa negara, terutama Indonesia, Filipina, Vietnam, akan menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan tercepat di dunia selama dekade mendatang,” ungkap Biswas.

Pertumbuhan PDB Vietnam pada kuartal kedua 2023 meningkat 4,14 persen dibandingkan tahun lalu, lebih cepat dari pertumbuhan 3,28 persen pada kuartal pertama.

Adapun Indonesia, negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang tumbuh sebesar 5,17 persen YoY pada kuartal II 2023.

Perekonomian India tumbuh sebesar 7,8 persen, menandai laju pertumbuhan tercepat dalam satu tahun.

“India sebenarnya sangat kuat… momentum perekonomiannya terlihat sangat kuat saat ini,” kata kepala ekonom tersebut.

Ia mengulangi perkiraan S&P Global bahwa India akan melampaui Jepang untuk menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketiga pada tahun 2030, dengan PDB negara tersebut diproyeksikan meningkat dari USD 3,5 triliun pada tahun 2022 menjadi USD 7,3 triliun pada 2030 mendatang.

 

3 dari 4 halaman

55 Persen PDB Dunia dari Asia Pasifik

Secara regional, pertumbuhan Asia-Pasifik diperkirakan akan menguat dari 3,3 persen tahun lalu menjadi 4,2 persen tahun ini, menurut proyeksi S&P.

“Selama dekade berikutnya, kami memperkirakan sekitar 55 persen dari total peningkatan PDB dunia akan berasal dari kawasan Asia-Pasifik,” beber lembaga pemeringkat itu.

Meski begitu, AS masih akan tetap menjadi penggerak penting perekonomian global, menyumbang 15 persen pertumbuhan dunia selama dekade berikutnya.

China juga masih tetap berperan penting dalam pertumbuhan ini, dengan menyumbang sekitar sepertiga dari total peningkatan pada periode yang sama.

Namun Biswas juga mencatat bahwa pemulihan China lebih lemah dari perkiraan dan “momentum pertumbuhan telah terpuruk.”

Secara keseluruhan, S&P memperkirakan pertumbuhan global akan mencapai 2,5 persen tahun ini dan tahun depan.

4 dari 4 halaman

India Bakal Jadi Negara dengan Ekonomi Terbesar ke-3 di Dunia pada 2027

Pasar konsumen India akan menjadi yang terbesar ketiga di dunia pada tahun 2027 seiring dengan meningkatnya jumlah rumah tangga berpenghasilan menengah dan tinggi, menurut sebuah laporan dari BMI.

Negara ini saat ini berada di peringkat kelima dunia dari sisi ekonomi, tetapi perusahaan Fitch Solutions memprediksi peningkatan 29% dalam pengeluaran rumah tangga riil akan mendorong India naik dua peringkat.

Bahkan, laporan ini memperkirakan bahwa pertumbuhan pengeluaran rumah tangga per kapita India akan melampaui pertumbuhan pengeluaran rumah tangga per kapita di negara-negara berkembang Asia lainnya seperti Indonesia, Filipina dan Thailand, yaitu sebesar 7,8% dari tahun ke tahun.

"Secara keseluruhan, kesenjangan antara total pengeluaran rumah tangga di ASEAN dan India juga akan meningkat hampir tiga kali lipat," kata laporan tersebut dikutip dari CNBC, Jumat (8/9/2023).

BMI memperkirakan pengeluaran rumah tangga India akan melebihi USD 3 triliun karena pendapatan yang dapat dibelanjakan meningkat sebesar 14,6% per tahun hingga 2027. Pada saat itu, diproyeksikan 25,8% rumah tangga di India akan mencapai USD 10.000 atau sekitar Rp 153 juta dalam pendapatan tahunan.

"Mayoritas rumah tangga ini akan berada di pusat-pusat ekonomi, seperti New Delhi, Mumbai dan Bengaluru. Rumah tangga yang lebih kaya sebagian besar berada di daerah perkotaan, sehingga memudahkan para peritel untuk menyasar target pasar utama mereka," ujar BMI.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.