Sukses

Pakai Coretax System, Rasio Pajak Indonesia Bakal Terdongkrak

Sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system, yang ditargetkan bakal diimplementasikan awal tahun 2024 diyakini bisa mendorong rasio pajak Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Sistem inti administrasi perpajakan atau coretax system, yang ditargetkan bakal diimplementasikan awal tahun 2024 diyakini bisa mendorong rasio pajak Indonesia.

"Mudah-mudahan tax ratio kita bisa setidaknya berada pada tahapan yang bisa lebih sustain lah. Kalau angkanya 12,88 atau 15 persen sebagai titik poin untuk mencapai sustainable sebuah tax ratio," kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal, dalam Forum diskusi Perpajakan Bisnis Indonesia, Selasa (29/8/2023).

Diketahui, rasio pajak Indonesia terhadap PDB atau tax to GDP ratio terbilang masih rendah. Tercatat, tax to GDP Indonesia tahun 2022 sebesar 10,4 persen, dan untuk tahun 2023 ditargetkan diangka 10,3 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Head of Mandiri Institute, Teguh Yudo Wicaksono, mengatakan memang untuk keluar dari middle income trap dibutuhkan tax to GDP ratio sebesar 12,88 persen.

“Karena kita ingin mencapai visi 2045 maka pertumbuhan ekonominya harus diatas 5 persen. Target 2045 kita tembus middle income trap maka pertumbuhannya harus 6-7 persen untuk mencapai akselerasi itu setidaknya tax to GDP rasio kita 12,88 persen atau lebih tinggi,” kata Teguh.

Lebih lanjut, Teguh menjelaskan, tax to GDP ratio sebesar 12,88 persen merupakan hasil studi dari International monetary fund (IMF). Alhasil, apabila suatu negara mampu menembus angka 12,88 persen, maka dipastikan dalam 3 tahun ke depan negara tersebut pertumbuhan ekonominya akan meningkat.

"Jadi bayangkan misalnya katakanlah kita income-nya Rp10jt, hitungan kasarnya 12,88 persen itu kan sekitar 130 ribu, jadi sebetulnya manageable. Tapi kalo dari studi ini satu yang critical. Di satu sisi memang ada isu struktural terkait dengan penerimaan perpajakan. Di sisi, lain penerimaan perpajakan yang sehat setidaknya diatas yang terjadi saat ini,” jelasnya.

Teguh pun menghitung, jika asumsi pertumbuhan PDB Indonesia tercatat sebesar 5,2 persen pada RAPBN 2024, dan target penerimaan pajak yang sebesar 9,3 persen, artinya tax to GDP rasio bisa mencapai 10,7 persen di 2024. “Jadi, di tahun 2024 rasio tax to GDP sekitar 10,7 persen, maka setidaknya kita membutuhkan tambahan 2,8 precented point untuk pertumbuhan ekonomi kita bisa akselerasi,” pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Integrasi NIK dengan NPWP Bikin Pengusaha Mudah Urus Pajak

Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku sangat mendukung upaya Pemerintah dalam mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama, mengatakan pemadanan NIK dengan NPWP tersebut dinilai membantu dunia usaha untuk mengurus soal perpajakannya.

"Dunia usaha sangat mendukung, sangat mendukung 100 persen implementasi ini menjadi NPWP. Kenapa? Karena tadi wajib pajak itu merasa 'oh bagus ini dengan adanya implementasi NIK menjadi NPWP orang yang tadinya nggak punya NPWP itu bisa masuk'," kata Siddhi dalam Forum diskusi Perpajakan Bisnis Indonesia, Selasa (29/8/2023).

Contoh

Siddhi pun mencontohkan, sebelum adanya pemadanan NIK dengan NPWP, dunia usaha kesulitan saat mengurus faktur pajak. Namun, kini dengan kemudahan tersebut, dunia usaha semakin semangat untuk mengurus perpajakan.

"Contoh sederhananya banyak pengusaha penguasaha yang sekarang masih bingung. Dia mau buka faktur pajak tapi nggak punya NPWP. Mau buka faktur pajak bingung ini. Nah, sekarang dengan adanya NIK ini bagus senang," ujarnya.

Lebih lanjut, Siddhi pun memuji bahwa implementasi NIK menjadi NPWP sebenarnya membantu meningkatkan basis pajak. Dia menegaskan, upaya pemadanan harus dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten sebagai bentuk perluasan potensi pajak.

 

3 dari 3 halaman

Permasalahan Teknis

Disisi lain, ia juga menyoroti terkait permasalahan teknis yang kemungkinan akan mempersulit wajib pajak dalam memadankan NIK dengan NPWP, salah satu soal penulisan alamat.

"Tapi yang kami dengar implementasi NIK ini teknis ada berbagai permasalahan . Orang Indonesia ini kan kreatif menulis kalau kita menulis alamat tinggalnya di mana? ada yang nulis Jalan Pakubuwono ada yang nulis Jl. Ada lagi yang nulis Jln. Itu dari 3 tadi jalan, Jln. Jl. Jalan. ini katanya nanti di sistemnya ini juga menimbulkan suatu (masalah) tersendiri," katanya.

Oleh karena itu, Siddhi menghimbau kepada Pemerintah untuk bisa mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi permasalahan teknis ke depan.

"Hal-hal yang seperti inilah yang harus kita antisipasi. Sebetulnya spiritnya baik kami mendukung sangat baik tinggal bagaimana ini bisa kita atasi, sehingga tujuannya bisa tercapai," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini