Sukses

Kisah Miliarder Italia Rocco Commisso, Pemilik Klub Sepak Bola ACF Fiorentina

Simak kisah sukses miliarder asal Italia, Rocco Commisso mengejar beasiswa ke Amerika hingga mampu membeli klub sepak bola.

Liputan6.com, Jakarta Menjadi miliarder terkadang tidak hanya membeli rumah mewah, pesawat pribadi, atau kapal pesiar. Seorang miliarder pemilik raksasa TV kabel Mediacom, Rocco Commisso menarik perhatian setelah merogoh USD 170 juta atau Rp 2,6 triliun untuk membeli tim sepak bola profesional di Florence Italia, ACF Fiorentina. 

Melansir CBS News, Selasa (21/3/2023) Commisso membeli ACF Fiorentina di Florence tiga tahun lalu. Sang miliarder bercerita, istrinya sempat mengatakan kepadanya bahwa jika dia bersikeras membeli sebuah klub sepak bola, maka tim tersebut harus memiliki posisi yang bagus. 

Commisso bahkan sempat berada di bawah pengawasan oleh para penggemar Fiorentina yang menuntutnya untuk membayar berapa pun biaya demi mendatangkan bintang dan berusaha mengupayakan kejuaraan setelah 50 tahun tidak mendapatkannya.

Fiorentina, yang dijuluki "La Viola"atau "si Ungu" belum pernah memenangkan kejuaraan liga sejak 1969.

"Tapi mereka tidak bisa mengusir Rocco dari sini, Anda tahu? Mereka pikir akan mengkritik saya dan mengusir saya. Tidak, itu tidak bisa terjadi," ujar Commiso kepada koresponden 60 Minutes, Sharyn Alfonsi.

"Rocco sedikit berbeda," ucapnya.

Commisso besar di Italia selatan, tetapi keluarganya pindah ke Amerika Serikat untuk memperbaiki nasib mereka.

Kisah hidup Rocco Commisso 

Miliarder yang kini mengantongi kekayaan senilai USD 8 miliar itu mengungkapkan, dirinya tidak berpikir akan mampu mencapai tingkat kesuksesan yang sama jika dia tetap tinggal di Italia.

Impian Commisso untuk sukses di Amerika berawal dari kesepakatan untuk bermain akordeon. Saat berusia 13 tahun, bahasa Inggris Commisso belum begitu lancar, tetapi dia sangat giat menekuni musik tersebut.

Dia kemudian membuka peuang untuk tampil secara gratis di teater Bronx jika manajer membantunya masuk ke sekolah Katolik, Akademi Mount Saint Michael. "Saat itu, saya antara sedang beruntung atau terburu-buru, terserah akan disebutkan seperti apa," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perjalanan Mengejar Beasiswa ke Amerika

Commisso pun terus berjuang. Dia bekerja di restoran makan siang keluarganya sebelum dan sesudah sekolah setiap hari untuk membayar biaya sekolahnya.

"Jadi saya dulu dibayar USD 1 per jam, dan melalui USD 1 per jam itu, saya membayar empat tahun sekolah di Mount Saint Michael," katanya.

Awalnya, Commisso ingin menjadi seorang insinyur, tetapi satu dolar per jam tidak cukup untuk membiayai kuliah, jadi Commisso mencari beasiswa. 

Demi mendapat beasiswa ke AS, Commisso beralih menekuni sepak bola. Commisso pun meminta guru olahraganya untuk memanggil pelatih di NYU, yang kemudian memasukkan Commisso ke dalam tim dan mengawasinya bermain selama enam hari.

"Dia berkata, 'Ya, saya suka anak itu. Jadi mari ... biarkan saya membantunya masuk ke NYU,' dan dia melakukannya. Dan mereka memberi saya beasiswa 50 persen, tetapi itu tidak cukup," cerita Commisso.

"Jadi saya kemudian memberi tahu guru olahraga, 'Pergi dan hubungi pelatih di Columbia sekarang.' Dalam waktu tiga sampai empat minggu mereka memberi saya penerimaan ke Columbia dan beasiswa penuh," bebernya.

Commisso akhirnya sukses menjadi kapten tim dan memimpin Universitas Columbia ke turnamen NCAA pertamanya.

3 dari 3 halaman

Sepak Terjang Rocco Commisso

Setelah lulus dan mendapatkan gelar MBA, Commisso memulai karirnya diWall Street. Pada malam hari, dia membantu saudaranya menjalankan disko, di mana Commisso memilih untuk memainkan musik pop Italia.

"Saya benar-benar menyukai musik Italia dan, dan muncul dengan ide ini bahwa dengan mengkhususkan diri pada sesuatu yang bertentangan dengan menjadi seperti orang lain, Anda tahu, kami bisa melakukannya dengan baik," katanya.

"Dan tidak ada yang bisa menyentuh kami dalam hal kompetisi karena tidak ada yang memilikinya," ujar Commisso.

Commisso membawa mentalitas yang sama ke industri TV kabel di mana dia menjadi eksekutif saat bisnisnya meledak. Pada tahun 1995, ia memutuskan untuk memulai perusahaannya sendiri, bernama Mediacom.

"Apa yang saya perkirakan adalah fakta bahwa cepat atau lambat, kita akan mengalami deregulasi, dan ada peluang besar untuk melakukannya dengan baik di pasar AS yang lebih kecil, pasar pedesaan, terutama karena tidak ada yang menginginkannya," ucapnya.

Commisso mempertaruhkan tabungan hidupnya untuk membeli sistem kecil. Sekali lagi, waktu dan keberuntungan ada di pihaknya. Saat ini, Mediacom menyediakan broadband di 22 negara bagian di AS. Dia pun bekerja bersama istri, saudara perempuan dan putranya.

Terlepas dari ukuran bisnisnya, Commisso mengatakan memiliki tim sepak bola lebih sulit.

"Saya mendapat lebih banyak kritik di sini daripada di 1.500 komunitas di AS," ungkap Commisso.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.