Sukses

Pengusaha Teknologi Inggris Hati-hati Ya, Abai Konten Mengandung Pelecehan Bisa Berakhir di Penjara

Di Inggris, seperti Uni Eropa dan negara lain, telah bergulat untuk melindungi pengguna media sosial, khususnya anak-anak, dari konten berbahaya tanpa merusak kebebasan berbicara.

Liputan6.com, Jakarta Para pengusaha yang punya bisnis di bidang teknologi di Inggris bisa terancam dipenjara jika platformnya gagal melindungi anak-anak dari bahaya online. Hal itu karena pemerintah setuju untuk memperkuat undang-undang yang diusulkan demi menghindari kemungkinan kekalahan parlemen pertama bagi perdana menteri.

Perdana Menteri Britania Raya Rishi Sunak kehilangan suara di House of Commons pada hari Selasa setelah 50 anggota parlemen dari Partai Konservatif dan partai oposisi utama mengatakan mereka akan mendukung amandemen lain demi RUU Keamanan Online yang telah lama tertunda.

Pemberontak telah mengajukan amandemen yang mengusulkan hukuman penjara hingga dua tahun bagi bos teknologi karena gagal melindungi anak-anak dari konten, seperti pelecehan anak dan menyakiti diri sendiri.

Sementara itu, Menteri Budaya dan Digital Michelle Donelan mengatakan dalam pernyataan tertulis kepada Parlemen bahwa pemerintah setuju untuk mengubah undang-undang sehingga para eksekutif dapat dipenjara jika mereka "menyetujui atau berkomplot" untuk mengabaikan aturan baru tersebut.

“Amandemen ini tidak akan memengaruhi mereka yang telah bertindak dengan itikad baik,” katanya seperti melansir Aljazeera, Kamis (19/1/2023). Akan tetapi, itu akan memberikan "gigi tambahan untuk memberikan perubahan dan memastikan bahwa orang dimintai pertanggungjawaban jika mereka gagal melindungi anak-anak dengan baik".

Ini adalah ketiga kalinya Perdana Menteri Sunak mundur dalam menghadapi pemberontakan serupa di Parlemen sejak dia menjabat pada bulan Oktober. Dia sebelumnya menyerah setelah pemberontakan terhadap target perumahan dan pembatasan ladang angin darat.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aturan yang Diberlakukan

Di Inggris, seperti Uni Eropa dan negara lain, telah bergulat untuk melindungi pengguna media sosial, khususnya anak-anak, dari konten berbahaya tanpa merusak kebebasan berbicara.

RUU tersebut awalnya dirancang untuk menciptakan salah satu rezim terberat untuk mengatur platform, seperti Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube.

Hal itu bertujuan untuk membuat perusahaan membasmi konten ilegal di situs mereka, seperti pornografi balas dendam dan dorongan untuk bunuh diri.

Namun, proposal tersebut diperlunak pada bulan November, ketika persyaratan untuk menghentikan “konten legal tapi berbahaya” dihapus dengan alasan dapat merusak kebebasan berbicara. Sebaliknya, platform akan diminta untuk menegakkan batasan usia, kata pemerintah.

Perusahaan bisa terancam denda hingga 10 persen dari omzet jika mereka tidak mengambil tindakan untuk menghapus konten ilegal atau membatasi akses di bawah umur.

Badan industri techUK mengatakan akan mengancam eksekutif dengan penjara tidak akan membantu memberikan rezim yang efektif untuk melindungi anak-anak, tetapi itu akan merusak ekonomi digital Inggris.

“RUU yang disusun memang memiliki 'gigi' yang akan memastikan kepatuhan,” katanya. Dia menambahkan bahwa amandemen tersebut menciptakan “bahaya hukum yang signifikan bagi perusahaan” dan akan membuat Inggris menjadi tujuan yang kurang menarik bagi investor.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.