Sukses

Viral Gaji Rp 5 Juta Kena Pajak 5 Persen, Sri Mulyani: Salah Banget

Kata Menkeu Sri Mulyani, banyak netizen berkomentar seharusnya yang kaya dan para pejabat yang bayar pajak.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak ada perubahan aturan pajak untuk gaji karyawan Rp 5 juta. Hal ini menanggapi viral berita di media dan juga di media sosial yang menyebutkan bahwa karyawan dengan gaji Rp 5 juta akan ditarik pajak.

"Hallo semua ..! Judul Berita : Gaji 5 juta dipajaki 5 persen ITU SALAH Banget..!!! JUDUL BERITA mengenai Peraturan Pemerintah 55/2022 mengenai pajak penghasilan MEMBUAT NETIZEN EMOSI..! Untuk gaji 5 juta TIDAK ADA PERUBAHAN aturan pajak," ungkap Sri Mulyani melalui akun instagram pribadinya, @smindrawati dikutip Selasa (3/1/2023).

Menkeu menjelaskan, jika pekerja atau karyawan yang bersangkutan berstatus lajang alias jomblo dan tidak punya tanggungan siapapun bergaji Rp 5 juta, maka pajak yang dibayar adalah sebesar Rp 300.000 per tahun atau Rp 25.000 per bulan. Artinya pajaknya 0,5 persen bukan 5 persen.

Hal berbeda bagi pekerja atau karyawan yang sudah berkeluarga dan memiliki tanggungan 1 anak, namun bergaji Rp 5 juta per bulan maka tidak kena pajak. Menurut Menkeu, adanya berbagai artikel di media terkait hal tersebut membuat masyarakat salah kaprah.

"Kalau anda sudah punya istri dan tanggungan 1 anak. Gaji Rp 5 juta per bulan TIDAK KENA PAJAK," ujarnya.

Kata Menkeu, banyak netizen berkomentar seharusnya yang kaya dan para pejabat yang bayar pajak. Bendahara negara ini pun setuju dengan ungkapan netizen, dia menegaskan kepada netizen untuk orang kaya dan para pejabat memang dikenakan pajak.

"SETUJU DAN BETUL BANGET..! mereka yang kaya dan para pejabat memang dikenakan pajak. Bahkan untuk yang punya gaji di atas Rp 5 milyar per tahun, bayar pajaknya 35 persen (naik dari sebelumnya 30 persen). Itu kita-kira pajaknya bisa mencapai Rp 1,75 milyar setahun ..! Besar ya. Adil bukan..?," jelas Menkeu.

Selain itu, Menkeu juga menjelaskan, usaha Kecil yang omzet penjualan dibawah Rp 500 juta/ tahun bebas pajak. Sedangkan, perusahaan besar yang mendapat keuntungan harus bayar pajak sebesar 22 persen.

"Adil bukan..? Pajak memang untuk mewujudkan azas KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA. Uang pajak anda juga kembali ke anda," ujarnya.

Pajak pada dasarnya adalah oleh rakyat dan untuk rakyat. Pajak digunakan untuk membiayai sektor publik, misalnya untuk listrik, bensin Pertalite, LPG 3 kg semua disubsidi pakai pajak, lalu fasilitas sekolah, rumah sakit, puskesmas, operasinya juga memakai uang pajak.

"Jalan raya, kereta api, internet yang kamu nikmati - itu juga dibangun dengan uang pajak anda. Pesawat tempur, kapal selam, prajurit dan polisi hingga guru dan dokter - itu dibayar dengan uang pajak kita semua. Yuk kita jaga dan bangun Indonesia bersama..! Negeri kita sendiri…milik kita semua," ujarnya.

Menkeu pun meminta agar masyarakat tidak mudah emosi. Dia menegaskan kembali, bagi mereka yang kemampuannya kecil dan lemah dibebaskan pajak, bahkan dibantu berbagai bantuan sosial, subsidi, tunjangan kesehatan, beasiswa pendidikan, dan lainnya. Sementara, mereka yang kuat dan mampu harus bayar pajak.

"Jaga emosi anda, jangan mudah diaduk-aduk oleh berita dan cerita..apalagi yang judulnya memang sengaja bikin emosi. Sayangi pikirkan dan perasaan kita sendiri..bersihkan dari energi negatif," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Simak, Begini Cara Hitung Pajak PPh Orang Pribadi

Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang kemudian ditegaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Pajak Penghasilan, aturan mengenai lapisan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi disesuaikan agar lebih adil dengan berpihak kepada kelompok masyarakat kecil dan menengah.

Lapisan tarif PPh yang berlaku saat ini menggantikan lapisan tarif yang sudah berlaku sejak Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.

UU PPh lama, lapisan tarif I rentang penghasilan 0 - Rp 50 juta tarif 5 persen. Terbaru, Rp 0 - Rp 60 juta tarifnya 5 persen. Lalu, lapisan tarif II rentang penghasilan Rp 50 juta - Rp 250 juta tarifnya 15 persen, terbaru menjadi Rp 60 juta - Rp 250 juta tarifnya 15 persen.

Selanjutnya, lapisan tarif III Rp 250 juta - Rp 500 juta tarifnya sama antara aturan baru dan lama sebesar 25 persen. Lalu, lapisan tarif IV Rp 500 juta sebesar 30 persen, terbaru rentangnya dari Rp 500 juta - Rp 5 miliar dikenakan tarif PPh 30 persen, dan untuk lapisan tarif V yang terbaru dikenakan tarif 35 persen untuk penghasilan lebih dari Rp 5 miliar.

Dalam aturan ini, terjadi perubahan rentang penghasilan yang kena tarif PPh 5 persen. Jika semula penghasilan sampai dengan Rp 50 juta setahun dikenai tarif 5 persen, maka sekarang tarif 5 persen dikenakan untuk rentang penghasilan sampai dengan Rp 60 juta setahun.

“Dengan ini kami tegaskan, untuk gaji 5 juta per bulan (60 juta rupiah setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif 5 persen,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor, Senin (2/1/2023).

Untuk memudahkan, berikut ini ilustrasi cara menghitung PPh Orang Pribadi dengan status lajang (TK/0) untuk berbagai tingkat penghasilan yang diterima tiap bulan. (Gambar di bawah)

 

Neil juga mengingatkan agar wajib pajak tidak lupa mengurangkan terlebih dahulu penghasilan setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tidak berubah dari aturan sebelumnya, yakni sebesar 54 juta rupiah.

“Jangan lupa untuk memasukkan PTKP dalam penghitungan pajak terutang. Artinya, penghasilan yang sudah disetahunkan dikurangkan dulu dengan PTKP yang sebesar 54 juta rupiah, baru dikalikan tarif 5 persen dan seterusnya,” pungkas Neil.  

3 dari 3 halaman

Gaji Karyawan Rp 5 Juta Kena Pajak? Ini Penjelasan DJP

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengklarifikasi isu yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat mengenai gaji karyawan 5 juta kena pajak.

DJP menjelaskan, pengenaan pajak terhadap gaji karyawan sebenarnya bukan aturan baru, melainkan aturan sejak Undang-undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Justru di Undang-undang HPP bracket penghasilan kena pajak tersebut diubah agar lebih adil.

Enam+01:17VIDEO: Wapres Ma'ruf Amin Tutup Perdagangan Bursa 2022 Dikutip dari akun twitter resmi DJP, lapisan tarif pajak penghasilan (PPh) berubah sebagaimana tercantum dalam UU Harmonisasi Perpajakan (UU HPP). Penambahan lapisan tarif ini memberikan keringanan bagi wajib pajak.

Dengan adanya tarif baru, masyarakat di kelompok menengah bawah beban pajaknya akan lebih rendah. Tercatat lapisan terbawah yang sebelumnya hanya mencapai Rp 50 juta, sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 juta, namun tarifnya tetap 5 persen. Penambahan bracket ini justru memberikan keringanan bagi Wajib Pajak.

Artinya, masyarakat yang berpenghasilan kecil dilindungi, sedangkan yang berpenghasilan tinggi dituntut kontribusi yang lebih tinggi.

Dalam UU HPP besaran PTKP tidak berubah, yaitu bagi orang pribadi lajang sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 Juta per tahun.

Tambahan sebesar Rp 4,5 juta diberikan untuk Wajib Pajak yang kawin dan masih ditambah Rp4,5 juta untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

  • Pajak adalah pungutan yang diwajib dibayarkan oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah.

    Pajak

  • Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati
    Sri Mulyani Indrawati kini menjabat sebagai Menteri Keuangan di Kabinet Kerja.

    Sri Mulyani

  • PPh