Sukses

Tolak PP 36, Buruh Desak Menaker Keluarkan Permenaker Khusus UMP 2023

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penghitungan upah minimum menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Liputan6.com, Jakarta Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak penghitungan upah minimum menggunakan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Pihaknya meminta Pemerintah menghitung kenaikan UMP 2023 berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

“KSPI menyatakan menolak penetapan UMP dan UMK dengan menggunakan PP nomor 36 tahun 2021,” kata Presiden KSPI Said Iqbal, dalam Konferensi Pers, Rabu (16/11/2022).

Adapun alasan penolakan tersebut. Karena PP 36 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Omnibus Law sudah dinyatakan cacat formil. Artinya, PP 36 tidak bisa dipakai, maka buruh menyarankan Pemerintah kembali menggunakan PP 78 tahun 2015

“Omnibuslaw UU Cipta Kerja sebagai dasar cantolan dari PP 36 tersebut sudah diyatakan inkunstituisonal, dnegan demikian PP 36 turunan dari omnibuslaw ini tidak bisa lagi digunakan untuk penetapan upah minimum,” tegasnya.

Lantas, dasar hukum apa yang harus digunakan Pemerintah dalam menetapkan UMP dan UMK tahun 2023?

“Apa dasar Menaker dalam menetapkan UMP dan UMK yang akan ditandatanagni oleh Gubernur supaya tdak ada kekosongan hukum, ada dua yaitu dasar hukum pertama PP nomor 78 tahun 2015, disitu dikatakan kenaikan UMP dan UMK sama dengan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dasar Hukum Lain

Dasar hukum kedua yang bisa dipilih, KSPI pun menyarankan agar Menteri Ketenagakerjaan bisa mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permanker), khusus untuk penentuan UMP dan UMK tahun 2023.

“Menteri Ketenagakerjaan mengeluarkan Permenaker terkait UMP dan UMK khusus 2023 saja. Kan PP 36 2021 itu inskunstitusional bersyarat. Penetapan UMP dan UMK itu butuh dasar hukum,” katanya.

Dengan demikian, apabila usulan buruh disepakati oleh Pemerintah yakni tidak menggunakan PP 36 tahun 2021 sebagai dasar hukum penghitungan UMP dan UMK 2023. Pemerintah melalui Menaker bisa menggunakan dasar hukum yang lain.

“Khusus kenaikan UMP dan UMK tahun 2023 karena kita tidak mau menggunakan PP 36 tahun 2021. Buruh menyarankan Menaker membuat Permenaker khusus untuk kenaikan UMP dan UMK tahun 2023,” pungkasnya. 

3 dari 4 halaman

Menaker Pastikan Hitungan UMP 2023 Pakai PP 36/2021, Ini Formulanya!

Pemerintah memastikan penetapan upah minimum 2023 akan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. PP ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja. 

"Saya kira ini tahun kedua menerapkan penetapan upah berdasarkan PP 36 tahun 2021. Sebelumnya (UMP) tahun 2022 sudah menetapkan dengan formula ini," ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Jumat (11/11/2022).

Penegasan dari Menaker ini karena adanya tarik menarik antara pengusaha dan buruh atau pekerja. Pengusaha bersikukuh penetapan Upah minimum tahun 2023 tetap mengacu pada PP 36 tahun 2021. Pengusaha juga memberikan masukan, bahwa kenaikan BBM tidak bisa dikaitkan dengan kenaikan upah minimum, karena pengusaha juga merasakan dampak dari kenaikan BBM.

Sementara, para pekerja atau buruh justru memiliki pendapat yang bertolak belakang dengan masukan dari pengusaha. Mereka menyampaikan bahwa PP 36 tahun 2021 tidak bisa menjadi dasar penetapan upah minimum 2023.

Nah, lalu bagaimana sebenarnya formula penyesuaian upah minimum bagi daerah yang telah memiliki upah minimum?

Berikut ini perhitungan formula dengan data yang harus digunakan: 

1. Pertumbuhan ekonomi menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021

2. Pertumbuhan ekonomi menurut provinsi tahun 2019-2021

3. Angka inflasi perkotaan (menurut kota) tahun 2019-2021

4. Angka inflasi menurut provinsi tahun 2019-2021

5. Angka Purchasing Power Parity (PPP) menurut provinsi tahun 2020-2022

6. Angka Purchasing Power Parity (PPP) menurut kabupaten/kota tahun 2020-2022

7. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut provinsi 2019-2021

8. Tingkat Pengangguran Terbuka menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021

9. Median upah menurut provinsi tahun 2019-2021

10. Median upah menurut kabupaten/kota tahun 2019-2021

4 dari 4 halaman

Daerah Belum Memiliki UMP

Adapun bagi kabupaten/kota yang belum memiliki UMK, maka dapat memenuhi syarat berikut ini:

1. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kab/Kota tiga tahun terakhir dari data yang tersedia pada periode yang sama, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi; atau

2. Nilai pertumbuhan ekonomi dikurangi inflasi kab/kota yang bersangkutan selama tiga tahun terakhir, dari data yang tersedia pada periode yang sama selalu positif dan lebih tinggi dari nilai provinsi.

Sedangkan, formula penetapan upah minimum bagi daerah yang baru akan menetapkan upah minimum, menggunakan 8 (delapan) data antara lain:

1. Rata-rata konsumsi rumah tangga per kapita per bulan menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret).

2. Rata-rata konsumsi rumah tangga per kapita per bulan menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret).

3. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret)

4. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret)

5. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja per rumah tangga (tidak termasuk pekerja keluarga/pekerja tak dibayar/pekerja di sektor pertanian) menurut provinsi tahun 2022 (Susenas Maret)

6. Rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja per rumah tangga (tidak termasuk pekerja keluarga/pekerja tak dibayar/buruh tani) menurut kabupaten/kota tahun 2022 (Susenas Maret)

7. Pertumbuhan PDRB (Kuartal IV 2021+Kuartal 1+11+III 2022) terhadap PDRB (Kuartal IV 2020+Kuartal 1+11+III 2021) menurut provinsi.

8. Angka inflasi menurut provinsi periode Oktober 2021 s.d. Oktober 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.