Sukses

Aturan Pembatasan Konsumsi BBM Subsidi Tunggu Arahan Erick Thohir

Pembatasan konsumsi BBM subsidi tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menyerahkan skema terbaru soal teknis pembatasan distribusi BBM bersubsidi seperti Pertalite dan Solar kepada Menteri BUMN Erick Thohir.

Regulasi tersebut tertuang dalam revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM.

Direktur Bahan Bakar Minyak BPH Migas Patuan Alfon mengatakan, sejauh ini dirinya tidak mengetahui bagaimana kelanjutan proses dari revisi Perpres 191/2014 tersebut, dan tidak bisa menjawab secara pasti kapan itu akan diterbitkan.

"Itu (proses aturan pembatasan BBM subsidi) boleh ditanyakan ke Kementerian BUMN. Jadi itu sudah diserahkan dalam rapat bersama ke Kementerian BUMN," ujar Alfon kepada Liputan6.com, Jumat (9/9/2022).

Senada, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman pun mengaku tidak banyak menahu kapan revisi Perpres 191/2014 akan diterbitkan. Ia hanya berharap itu bisa diimplementasikan mulai bulan ini.

"Saya juga belum tahu, harapan kita bulan ini ya," kata Saleh singkat kepada Liputan6.com.

Adapun salah satu poin utama yang disusun dalam regulasi tersebut terkait pembatasan konsumsi BBM subsidi. Khususnya untuk pembelian Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan Jenis BBM tertentu (JBT) Solar.

Seperti diketahui, pemerintah telah resmi menaikkan harga BBM kedua produk tersebut per 3 September 2022 silam. Pertalite yang sebelumnya dipatok Rp 7.650 per liter naik menjadi Rp 10.000 per liter. Sementara harga Solar subsidi naik dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.

Lonjakan harga tersebut terjadi lantara harga keekonomian kedua jenis bahan bakar itu sudah terlampau tinggi, sehingga anggaran negara tak kuat menanggungnya.

Di sisi lain, konsumsi Pertalite dan Solar juga diprediksi bakal makin membengkak hingga akhir 2022. Kuota Pertalite diproyeksikan naik menjadi 29 juta KL dari alokasi 23,05 juta KL, dan Solar menjadi 17,4 juta KL dari kuota hanya 15,1 juta KL.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Simulasi Pertamina: Hanya Motor dan Angkutan Umum yang Boleh Beli Pertalite

Dalam rangka pembatasan penggunaan BBM bersubsidi, Direktur Utama PT Pertamina (Persero). Nicke Widyawati mengaku telah membuat simulasi pembatasan dengan pemerintah.

Setidaknya ada 3 pilihan yang telah disimulasikan untuk mengurangi penggunaan bensin jenis Pertalite.

"Iya kami pernah simulasi dengan kementerian yang ada di bawah Koordinator Bidang Perekonomian, ada beberapa opsi," kata Nicke dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) di Komisi VI DPR-RI, Jakarta, Kamis (8/9/2022).

Pilihan pertama membatasi kendaraan roda empat dengan kapasitas mesin 1.500 cc dan kendaraan roda dua 250 cc. Kedua membatasi kendaraan roda empat berkapasitas mesin 1.400 cc dan kendaraan roda dua berkapasitas 150 cc.

Sedangkan pilihan ketiga BBM subsidi hanya boleh dinikmati pengguna kendaraan roda 2 dan kendaraan pelat kuning alias angkutan umum saja. Artinya selain motor, hanya kendaraan umum atau transportasi publik yang bisa membeli Pertalite.

"Ini sudah semua simulasinya dan ini akan jadi konsideran dalam perpres (peraturan presiden)," kata dia.

3 dari 3 halaman

Gunakan MyPertamina

Selain itu, Nicke mengatakan pembatasan konsumsi BBM subsidi akan menggunakan instrumen My Pertamina untuk pendataan. Saat ini dari jutaan kendaraan yang ada di Indonesia, baru 2 juta yang sudah daftar.

"Jadi semua harus masuk dulu, nanti akan ditentukan mana yang dapat atau tidak. Kendaraan roda empat ini totalnya ada 33 juta. Kalau roda dua harusnya dapat semua kecuali yang ada pembatasan di CC," kata dia.

Maka, untuk mempercepat proses pendataan, Pertamina akan bekerja sama dengan Korlantas Polri. Nicke menyebut data dari Polri ada 144 juta kendaraan. Nantinya sebagian besar data akan diambil untuk dikoneksikan dengan NIK, jenis kendaraan dan kapasitas mesinnya.

"Ada 144 juta kendaraan tapi nggak semua kita ambil karena ada kerahasiaan data. Dengan data ini bisa menentukan bisa pakai (BBM subsidi) atau enggak," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.