Sukses

Inflasi Inti Naik ke 3,04 Persen Buktikan Daya Beli Makin Kuat

Kenaikan inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran.

Liputan6.com, Jakarta Inflasi pada Agustus 2022 inflasi tercatat 4,69 persen (yoy), turun dibandingkan Juli 4,94 persen (yoy). Secara bulanan (mtm), bulan Agustus mencatatkan deflasi sebesar 0,21 persen yang merupakan deflasi terbesar sejak September 2019.

Sementara itu, inflasi inti (core inflation) pada Agustus 2022 sebesar 3,04 persen (yoy) meningkat dibandingkan Juli 2,86 persen.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan kenaikan inflasi inti terjadi pada hampir seluruh kelompok barang dan jasa, seperti sandang, layanan perumahan, pendidikan, rekreasi, dan penyediaan makanan dan minuman/restoran. Kenaikan inflasi pendidikan terjadi seiring dengan masuknya tahun ajaran baru.

“Meningkatnya inflasi inti ini menunjukan pemulihan daya beli masyarakat yang semakin kuat”, kata Febrio, dikutip dari keterangan Kemenkeu, Jumat (2/9/2022).

Inflasi pangan bergejolak (volatile food) mengalami penurunan ke level 8,93 persen (yoy) (Juli 11,47 persen). Hal ini didorong oleh membaiknya pasokan produk hortikultura seiring membaiknya panen di daerah-daerah sentra produsen pangan. Harga minyak goreng juga mencatatkan penurunan seiring harga CPO yang melambat.

“Untuk memitigasi risiko inflasi yang berasal dari bahan pangan, Pemerintah akan mendorong percepatan dan efektivitas pemanfaatan anggaran ketahanan pangan,” jelas Febrio.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Administered Price

Inflasi harga diatur pemerintah (administered price) pada Agustus 2022 sedikit meningkat ke 6,84 persen (yoy) (Juli: 6,51 persen).

Sementara itu, tarif angkutan udara mengalami penurunan seiring dengan penurunan harga avtur dan pembebasan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk pendaratan dan penyimpanan pesawat di bandara.

 “Anggaran subsidi dan kompensasi energi yang terus meningkat sejak 2020 telah melindungi daya beli masyarakat dan menjaga momentum pemulihan ekonomi,” kata Febrio.

Ke depan, koordinasi dan sinergi dengan Pemerintah Daerah diperlukan untuk mengatasi risiko inflasi ke depan. Beberapa kebijakan yang akan dilakukan adalah kerja sama perdagangan untuk menjaga keseimbangan suplai dan demand antar daerah serta percepatan penyaluran APBD.

“Dari sisi suplai, Pemerintah akan terus memastikan faktor kelancaran pasokan dan distribusi terutama untuk energi dan pangan. Berbagai anggaran yang dapat berkontribusi untuk pengendalian inflasi di daerah adalah Dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) untuk ketahanan pangan serta pembangunan jalan, jembatan, dan lainnya yang diharapkan memperlancar pasokan dan distribusi barang. Dari sisi permintaan, Pemerintah juga akan kolaborasi dengan otoritas terkait”, tutup Febrio 

  

3 dari 4 halaman

Ekonom Ingatkan Kenaikan Harga BBM Subsidi Bisa Picu Inflasi Tinggi

Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef/Ekonom Rizal Taufikurahman memprediksi bila pemerintah memutuskan harga BBM naik untuk bersubsidi dan LPG 3 kg bisa menaikkan inflasi bulan selanjutnya hingga angka 4,8 - 5,2 persen.

"Skenario adanya rencana kenaikan BBM bersubsidi dan LPG 3 kg, inflasi diprediksi kisaran sebesar 4,8-5,2 persen (yoy)," kata Rizal kepada Liputan6.com, Jumat (2/9/2022).

Menurutnya, faktor penyebab kenaikan inflasi imbas kenaikan harga BBM karena dorongan harga di beberapa komoditas pangan.

Selain disebabkan sensitifitas elastisitas harga komoditas pangan, kondisi ini menyebabkan IHK pangan diprediksi pada Bulan Agustus 2022 sebesar 10,23 persen (yoy).

Kenaikan harga ini juga disebabkan oleh kenaikan harga komoditas pangan dan energi di Bulan Agustus yang mulai naik. Bahkan biaya input produksinya yang semakin tidak mudah dikendalikan.

Dia menilai laju inflasi inti ini bisa dikendalikan dengan melakukan, pertama, Pemerintah perlu melakukan koordinasi dan sinergitas antara Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dari level kab, provinsi dan nasional. Terutama mendeteksi dan identifikasi komoditas yang sangat volitile untuk bisa dikendalikan.

Kedua, Bank Indonesia dengan menaikan suku bunga 25 point menjadi absorber gejolak inflasi dan stabilitas harga akibat gejolak kenaikan harga pangan dan energi.

Ketiga, laju inflasi inti akan rendah apabila efektifitas kebijakan peningkatan harga bisa diredam dengan TPID yang saling koordinasi dan mengambil kebijakan yang saling memperkuat.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2022 terjadi inflasi sebesar 4,69 persen secara tahunan.

Penyebab utamanya inflasi berasal dari makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,73 persen secara tahunan.

"Tingkat inflasi tahun kalender pada Agustus 2022 tercatat sebesar 3,63 persen, sementara itu tingkat inflasi tahunan dari tahun ke tahun pada Agustus 2022 sebesar 4,69 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono, dalam keterangan pers, Kamis (1/9/2022).Jika dirinci komoditas yang dominan atau memberikan andil pada inflasi adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau diantaranya cabe merah, minyak goreng, rokok kretek filter, telur ayam ras, Ikan Segar, dan bawang  merah.

4 dari 4 halaman

Indonesia Disebut Termasuk Kelompok Negara dengan Harga BBM Murah

Pengamat Ekonomi Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat menilai pemerintah sudah sepatutnya merasionalisasi harga BBM bersubsidi. Ada kondisi yang menuntut perubahan kebijakan, seperti permasalahan geopolitik.

Rosdiana Sijabat mengatakan, bagi Indonesia, penyesuaian harga BBM bersubisidi harus dilakukan, karena jika tidak anggaran subsidi energi bisa mencapai Rp700an triliun per akhir tahun. "Dan ini menjadi sangat boros," kata Rosdiana di Jakarta, Kamis (1/9/2022).

Rosdiana mengatakan, saat ini BBM jenis Pertalite dan Pertamax masuk kategori BBM khusus penugasan atau JBKP. Setiap liter Pertalite dan Pertamax mendapat subsidi. Pertamax misalnya, mendapat subsidi 53% dari harga jual saat ini. "Kalau itu (subsidi) terjadi terus, di tengah naiknya harga minya dunia, maka APBN akan semakin tertekan. Oleh karena itu, memang ada urgensi untuk mengurangi subsidi," ujar Rosdiana.

Menurut dia, masyarakat perlu tahu bahwa sebenarnya harga BBM di Indonesia termasuk murah, dibandingkan negara-negara Asean.

"Kita termasuk kelompok 3 negara yang harga BBM-nya murah. Kalau kita bandingkan dengan Amerika Serikat dan negara maju sekalipun, itu harga jual BBM-nya rata-rata Rp17.500. Negara yang paling mahal harga BBM Hongkong misalnya, mereka menjual Rp49 ribu per liter," kata Rosdiana.

Dalam rapat dengan Badan Anggaran DPR, kemarin, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merinci kenaikan subsidi dan kompensasi untuk bahan bakar minyak (BBM) menjadi Rp502,4 triliun. Dia menyebut angka itu merupakan lonjakan dari tahun sebelum-sebelumnya.

"Hitung-hitungan ini menggambarkan bagaimana perubahan kenaikan subsidi dari tahun 2018 hingga 2022 yang melonjak. Kompensasi meledak, kalau subsidi melonjak karena bicara Rp 130-140 triliun menjadi Rp208 triliun atau naik Rp79,9 triliun, (kompensasi) dari 2021 Rp47 triliun, ini hanya Rp18 triliun, ini meledak menjadi Rp293,5 triliun," kata Sri.

Menurut dia, kuota BBM saat ini juga akan habis pada Oktober 2022. Tidak hanya kuota yang akan meningkat, subsidi BBM juga disebut berpotensi naik di atas Rp698 triliun. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.