Sukses

Subsidi BBM Ikut Disedot Mobil Mewah, Pengamat: Tidak Fair!

Anggaran subsidi energi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite maupun Solar dinilai sebaiknya dialihkan untuk subsidi bantuan langsung tunai (BLT).

Liputan6.com, Jakarta Ekonom sekaligus Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengusulkan anggaran subsidi energi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite maupun Solar dialihkan untuk subsidi bantuan langsung tunai (BLT). Tercatat, dalam APBN Perpres 98/2022 anggaran subsidi dan kompensasi energi dipatok Rp502,4 triliun.

Budi menilai, saat ini, skema subsidi energi yang diberikan pemerintah tidak tepat sasaran, sehingga menimbulkan ketidakadilan. Hal ini tercermin dari pengguna Pertalite yang mayoritas dinikmati oleh kelompok ekonomi mampu.

"Kalau sekarang (subsidi energi) tidak fair, yang menikmati, yang punya mobil. Pokoknya separuh lebih yang membeli Pertalite," ujarnya dalam acara Journalist Class OJK di Menara Radius Prawiro, Jakarta Pusat, Selasa (30/8).

Sebaliknya, lanjut Budi, subsidi BLT dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh penerima manfaat. Sehingga, dapat menggerakkan perekonomian nasional secara lebih optimal.

"Jadi, paling baik langsung ke penerimanya kelompok (ekonomi) bawah," ungkapnya.

Meski begitu, dia menekankan pengawasan terhadap penerima subsidi BLT termasuk menyulitkan. Untuk itu, pemerintah diminta lebih cermat dalam menyalurkan BLT agar tepat sasaran.

"Karena memang secara ekonomi subsidi langsung itu baik," tutupnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sri Mulyani: 80 Persen Konsumsi Pertalite Dinikmati Orang Kaya

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite maupun Solar di Indonesia belum tepat sasaran. Padahal, dalam APBN Perpres 98/2022 anggaran subsidi dan kompensasi energi dipatok Rp502,4 triliun.

Sri Mulyani mencatat, proporsi konsumsi Pertalite 86 persen dinikmati kelompok rumah tangga (RT). Sedangkan, 14 persen di antaranya dikonsumsi oleh dunia usaha.

"Dari yang dinikmati RT, ternyata 80 persen dinikmati oleh RT mampu dan 20 persen dinikmati oleh RT miskin," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (26/8).

Sri Mulyani melanjutkan, kondisi serupa juga terjadi pada Solar. Di mana, 89 persen dinikmati oleh dunia usaha dan 11 persen sisanya dinikmati oleh RT.

3 dari 4 halaman

Pengamat Sepakat Harga BBM Naik: Pertalite Rp 10.000, Solar Rp 8.500

Kabar kenaikan harga BBM Subsidi tengah menjadi perbincangan berbagai kalangan. Pengamat energi pun ikut menanggapi, kalau kenaikan harga BBM Pertalite dan Solar tak bisa dihindarkan.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menyampaikan langkah penyesuaian harga BBM Subsidi menjadi jalan tengah bagi pemerintah yang menanggung beban subsidi. Ia mengusulkan kenaikan sekitar Rp 2.000-3.000 per liter, baik untuk Pertalite maupun Solar.

Sehingga harga jual nantinya bisa menyentuh di Rp 10.000 per liter untuk Pertalite, dan Rp 8.500 per liter untuk Solar. Dengan harga ini, selisih antara BBM Subsidi dasn Non Subsidi menjadi tak terlalu jauh.

"Saya kira juka benar-benar dinaikkan ada di angka Rp 10.000 per liter untuk Pertalite dan solar subsidi di angka Rp 8.500 per liter," ujarnya kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

Dengan kenaikan yang dinilai tak terlalu besar itu, dampak terhadap inflasi diprediksi tak akan menjadi masalah. Ia berharap dampaknya masih dibawah 1 persen dari penambahan beban inflasi akibat kenaikan harga BBM.

"Kenaikan ini buat saya cukup rasional dengan tidak terlalu membebani bagi masyarakat," kata dia.

Selain dari mengatur kembali harga BBM Subsidi dan Penugasan, revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 bisa menjadi jalan lain. Melalui aturan ini, pemerintah bisa menegaskan kembali soal kriteria penerima yang berhak mengakses Pertalite maupun Solar.

Untuk diketahui, pemerintah berencana menerbitkan revisi aturan tersebut pada Agustus 2022 ini. Artinya, hanya tersisa kurang lebih satu pekan hingga tutup bulan.

"Misalnya pertalite hanya untuk roda 2 dan angkutan umum plat kuning atau kendaraan umkm, pertanian,nelayan dan bidang lain yang mendapatkan rekomendasi dari aparat terkait. Solar hanya untuk kendaraan angkutan umum plat kuning roda maksimal 6 tdak untuk kendaraan pertambangan dan perkembunan," paparnya.

"Jumlah yang bisa diisi juga hanya 100 liter per hari, ini akan sangat membantu pemerintah dalam menjaga kuota dan subsidi menjadi tepat sasaran," imbuh Mamit.

4 dari 4 halaman

Sepakat

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengaku sepakat jika pemerintah menyesuaikan kembali harga BBM Subsidi. Tujuannya, guna mengurangi beban uang negara dalam menanggung subsidi dan kompensasi.

Menurut catatan, pemerintah tahun ini mengalokasikan sekitar Rp 502 triliun untuk subsidi energi dengan komposisi paling besar untuk BBM. Sementara, harga minyak dunia terus mengalami kenaikan dan disebut menjadi beban bagi APBN.

"Rencana Pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM Subsidi sudah tepat dan tidak terelakkan, sebagai dampak dari kenaikan harga minyak mentah dunia," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).

Ia memandang melalui kenaikan ini dapat mengurangi beban subsidi energi yang saat ini sangat tinggi. Dengan begitu, subsidi bisa dialihkan secara langsung kepada masyarakat miskin dan sektor lain yang membutuhkan seperti pendidikan hingga kesehatan.

"Sudah cukup saatnya kita membakar uang kita dijalan," ujarnya.

Melalui penyesuaian Harga BBM Subsidi juga dapat mengurangi disparitas harga antara BBM Subsidi dan Non Subsidi. Selain itu, subsidi BBM sebaiknya tetap harus diatur penggunaannya dan ditujukan untuk masyarakat yang berhak.

"Terkait BBM Subsidi, Pertamina merupakan operator yang menjalankan kebijakan dari Pemerintah (Penentu harga adalah Pemerintah), namun harus diimbangi dengan ketersediaan BBM di SPBU sehingga tidak terjadi kelangkaan atau antrian yang cukup panjang," paparnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.