Sukses

Catatan Sejarah, Harga BBM Naik Pernah Bikin Inflasi RI Meroket 17 Persen

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, menceritakan dampak kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi yang pernah dialami Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Margo Yuwono, menceritakan dampak kenaikan harga BBM terhadap laju inflasi yang pernah dialami Indonesia.

Menurut Margo, negara pernah punya pengalaman kurang mengenakkan imbas harga BBM naik. Semisal pada Maret 2005, kala pemerintah mendongkrak harga bensin 32,6 persen dan Solar 27,3 persen.

Tak hanya sekali, lonjakan harga BBM semakin menggila di Oktober 2005, ketika harga bensin meroket 87,5 persen dan Solar naik 104,8 persen.

"Akibat kenaikan harga BBM itu, karena BBM digunakan konsumsi hampir seluruh sektor, maka inflasi kita itu di 17,11 persen," terang Margo Yuwono dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Selasa (30/8/2022).

"Jadi pentingnya mengendalikan harga energi, menjadi catatan berikutnya dari kita supaya tidak memberikan impact kepada inflasi," tegas dia.

Imbas kenaikan harga BBM terhadap angka inflasi kembali terjadi pada periode 2013-2014. Saat itu, pemerintah menaikan harga BBM sebanyak dua kali, satu kali di masing-masing tahun.

Akibatnya, laju inflasi tahunan pada 2013 mencapai 8,38 persen dan 8,36 persen di 2014.

"Kenapa dampak dari kenaikan BBM ini lebih rendah daripada di tahun 2005? Karena di tahun 2013-2014 itu kenaikan bantuan sosialnya sudah bagus. Sehingga dampak daripada inflasi itu bisa ditekan, terutama pada golongan menengah dan rentan," tuturnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

BPS: Pemerintah Terpaksa Naikkan Harga BBM

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono memberi sinyal, pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak. Mengingat Indonesia masih mengimpor minyak dan harganya ditingkat global yang terus merangkak naik.

"Satu lagi pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian (harga BBM) karena sebagain barang ini impor dan ada kenaikan dari harga secara internasional," kata Margo dalam Rapat Kordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Selasa (30/8).

Margo menuturkan selama bulan Juli, inflasi yang disebabkan komoditas energi telah mencapai 5,02 persen (yoy). Angka ini lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 4,94 persen.

Selain itu, sepanjang Januari -Juli tahun ini, produk turunan dari sektor energi menjadi penyumbang inflasi sepanjang tahun ini. Antara lain, tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bensin.

Sehingga akan akan kembali harga-harga yang dikendalikan pemerintah setelah harga tingkat nasional terus mengalami peningkatan.

"Tarif angkutan udara, bahan bakar rumah tangga dan bensin ini mengalami kenaikan harga atau menyumbang inflasi karena harganya yang diatur pemerintah," kata Margo.

Tak hanya komoditas energi, bahan pangan juga turut berkontribusi terhadap inflasi sepanjang tahun ini. Kontribusinya mencapai 10,88 persen yang didorong kenaikan harga cabe merah dan bawang merah.

"Dua komoditas yang volatile ini karena musiman, cabe merah dan bawang merah ini perlu diperhatikan agar tidak menghasilkan inflasi," kata Margo.

Maka tantangan utama Pemerintah sekarang mengendalikan inflasi yang disebabkan bahan makanan dan energi. Sebab masing-masing komponen telah menyumbang inflasi yang tinggi.

"Jadi isu utamanya mengendalikan bahan makanan dan energi," pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Jelang Harga BBM Naik, Erick Thohir: Jangan Panic Buying

Menteri BUMN Erick Thohir melalui Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengaku masih menunggu putusan dari pemerintah soal kenaikan harga BBM subsidi, khususnya Pertalite dan Solar.

Soal rencana harga BBM naik ini, dia meminta masyarakat tidak tergesa-gesa menumpuk pembelian BBM hingga melakukan penimbunan. Sehingga distribusi Pertalite dan Solar di tengah masyarakat tetap terjaga.

"Soal pembatasan kita tunggu saja dari regulator. Jangan panic buying, kalau begitu banyak orang lain tidak dapat jatah BBM-nya. Tunggu saja kebijakan dari pemerintah," kata Arya saat dijumpai di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022).

Arya mengatakan, Kementerian BUMN beserta PT Pertamina (Persero) masih menanti kebijakan dari Kementerian Keuangan serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Ia pun menyerahkan perhitungan harga Pertalite dan Solar nantinya kepada pihak regulator, apakah jadi akan diberikan subsidi tambahan atau tidak.

"Pertamina tidak ikut itu. Pertamina mengikuti. Jadi kalau dinaikkan yang berkurang subsidi pemerintahnya, karena disubsidi pemerintah," imbuhnya.

Di sisi lain, Arya pun menghimbau masyarakat agar tidak panik kala mendengar berbagai isu soal kenaikan harga BBM. Pertamina dipastikan tetap menjaga ketersediaan bahan bakar, selama masyarakat tidak menumpuk pembelian secara sepihak.

"Stok aman, tapi jangan ada panic buying dan sebagainya. Kami tahan bukan penjualan, tapi tahan yang beli agar tidak banyak," ujar Arya. 

4 dari 4 halaman

Kadin: Harga BBM Memang Sudah Saatnya Naik

Pemerintah terus merusmuskan mekanisme harga BBM naik dalam waktu dekat. Masalah ini tidak bisa ditunda karena subsidi BBM dalam APBN akan jebol di Oktober 2022. 

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi menilai harga BBM memang seharusnya dinaikkan karena pendistribusian subsidi sudah mulai membengkak.

Dia menjelaskan sebenarnya pemerintah harus melakukan pendistribusian subsidi yang tepat sasaran dan jumlah yang mencukupi. Sehingga nanti subsidi BBM walaupun dinaikan tetap seimbang.

"Karena memang harus dinaikan sih kalau bicara kita mengenai subsidi yang sudah terlalu besar. Kalau kita lihat memang bahwa subsidi BBM itu kan sudah di luar batas tapi kita berharap bahwa memang seharusnya apa yg disubsidikan pada masyarakat itu tepat," ucap Diana, saat acara Djakarta Festival 2022, Jakarta, Sabtu(27/8).

Dia pun mengungkap para Usaha Kecil Menengah Mikro (UMKM) dan pelaku industri akan terkena dampak yang lebih berat dan kesulitan karena akan mengaju kepada Harga Pokok Penjualan (HPP).

Oleh karena itu, Kadin pun memberikan masukan kepada pemerintah untuk bisa memberikan subsidi yang lain kepada para UMKM sehingga harga tidak terlalu tinggi.

"Dari industri juga akan berpengaruh. UMKM dan industri dengan kenaikan harga BBM pasti akan ada kenaikan membuat produksitivitas kita terganggu," jelasnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.