Sukses

Pariwisata Domestik China Mulai Bangkit usai Terhantam Covid-19

Pariwisata domestik di China secara bertahap bangkit kembali, setelah terhambat karena lockdown Covid-19 terlama di di negara itu.

Liputan6.com, Jakarta - Pariwisata domestik China sudah berada di jalur untuk bangkit kembali, setelah sempat merosot ke titik terendah selama lockdown Covid-19 di di negara itu.

Lembaga pemeringkat kredit Fitch Ratings mengungkapkan, meningkatnya pemesanan perjalanan dan jasa untuk liburan sejak berakhirnya lockdown, telah mengindikasikan pengeluaran pariwisata di China akan pulih pada paruh kedua tahun ini. 

Hal ini setelah pendapatan dan angka pariwisata di China yang sempat mencapai titik terendah pada paruh pertama 2022, dan turun hampir setengahnya dibandingkan periode yang sama pada 2019 sebelum pandemi Covid-19.

"Pembatasan perjalanan terkait pandemi Covid-19 yang dilonggarkan di China dan langkah-langkah pengendalian pandemi yang lebih bertarget telah memicu peningkatan permintaan pariwisata, meskipun wabah tersebar terus-menerus," kata analis Fitch Ratings yang berbasis di China, Flora Zhu dan Jenny Huang dalam sebuah catatan akhir pekan lalu, dikutip dari CNBC International, Selasa (16/8/2022).

"Pemulihan yang lambat di sektor pariwisata telah menghambat perekonomian mengingat kontribusinya yang besar, terhitung sekitar 11 persen dari PDB dan 10 persen dari lapangan kerja nasional pada 2019," tambah kedua analis tersebut.

Setelah serangkaian relaksasi oleh Beijing, termasuk pelonggaran larangan perjalanan kelompok antar provinsi dan pembatasan mobilitas  pada bulan Juni – jumlah wisatawan di China kembali melonjak lebih dari 62 persen pada Juli 2022, ungkap Fitch Ratings, mengutip data resmi otoritas negara tersebut.

Data dari agen perjalanan online seperti Tuniu Corporation juga menunjukkan pemesanan perjalanan melonjak hingga 112 persen selama Juli 2022.

Rata-rata jumlah wisatawan harian di tempat wisata peringkat teratas China, yaitu Xinjiang, juga meroket menjadi 110.000 pada Juli dibandingkan dengan 19.000 pada Mei 2022, menurut analis Fitch Ratings.

Adapun Kota Dali di Yunnan, yang berhasil menarik 6,9 juta wisatawan — melonjak 46 persen dari tingkat pra-pandemi Covid-19 pada 2019.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ketika Pandemi Covid-19 Mengubah Minat Pariwisata Domestik di China

Sementara itu, wabah Covid-19 baru-baru ini di Hainan, Xinjiang dan Tibet tidak masih menghambat pemulihan pariwisata karena hanya ada sedikit pelancong di wilayah ini dibandingkan dengan wilayah lain, menurut laporan Fitch Ratings.

Tetapi pemulihan, meski kuat, tetap tidak merata di seluruh wilayah, khususnya, operator perjalanan jarak pendek akan lebih baik daripada perusahaan wisata tempat wisata nasional yang menargetkan pengunjung nasional.

Disebutkan juga dalam laporan Fitch Ratings, konsumen China akan terus meminati perjalanan lokal dan lebih pendek di tengah pandemi Covid-19.

Pandemi Covid-19 juga telah mengubah pariwisata domestik di China.

Konsultan bisnis China Briefing mengatakan dalam sebuah catatan pekan lalu, bahwa destinasi perjalanan kelompok telah kehilangan sebagian popularitasnya karena para pelancong lokal beralih ke liburan keluarga, wisata perawatan kesehatan, dan perjalanan penelitian.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Inflasi China Masuk Zona Tertinggi dalam 2 Tahun Gara-gara Harga Daging Babi

Indeks harga konsumen China mencapai level tertinggi dalam dua tahun pada Juli 2022. Lonjakan inflasi ini terjadi didorong oleh kenaikan harga daging babi, yang menjadi salah satu makanan pokok di China, menurut data resmi Wind Information.

Dilansir dari CNBC International, Rabu (10/8/2022) analis menunjukkan indeks harga konsumen utama China per Juli 2022 naik 2,7 persen, meleset dari perkiraan kenaikan 2,9 persen.

Harga daging babi di China naik 20,2 persen pada Juli 2022. Ini menandai peningkatan pertama sejak September 2020.

Faktanya, harga daging babi mencatat lonjakan month-on-month bulan terbesar dalam catatan - naik 25,6 persen.

Menurut analis produk pertanian di Nanhua Futures, yakni Bian Shuyang, melonjaknya harga daging babi di China didorong oleh keengganan peternak untuk menjual dengan harapan bisa mematok harga yang lebih tinggi di masa mendatang. 

Namun Bian memperkirakan, akan sulit harga daging babi untuk melampaui level di bulan Juli mengingat musim libur di bulan September dan Oktober mendatang akan membantu mendukung permintaan konsumen.

Menurut analis, produsen babi hidup sekarang beroperasi dengan keuntungan, indikasi lebih banyak pasokan yang akan datang.

Selain daging babi, harga buah dan sayuran di China juga melonjak di bulan yang sama, masing-masing naik 16,9 persen dan 12,9 persen dari tahun lalu, menurut Biro Statistik Nasional.

"Harga bahan pokok non-makanan sebenarnya turun di bulan Juli (sebesar 0,1 persen) dari level di bulan Juni, yang mencerminkan permintaan yang lemah," ungkap Zhiwei Zhang, presiden dan kepala ekonom Pinpoint Asset Management, dalam sebuah catatan.

"Wabah Covid-19 di banyak kota dan kurangnya stimulus kebijakan lebih lanjut mungkin telah menyebabkan pertumbuhan yang lebih lemah pada bulan Juli," bebernya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.