Sukses

Belajar dari Pandemi Covid-19, Indonesia Ajak Negara G20 Perkuat Kesehatan Dunia

Pandemi Covid-19 saat ini masih berlangsung. Namun tingkat penyebaran kasus sudah bisa dikendalikan

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pandemi Covid-19 telah mengajarkan kinerja perekonomian dunia tidak bisa berjalan sendirian. Satu masalah dari sektor kesehatan bisa membuat ekonomi dunia lumpuh.

Maka setiap negara harus bisa bahu-membahu dalam menangani berbagai permasalahan yang sedang dihadapi. Tak terkecuali di sektor kesehatan yang dampaknya sangat terasa dalam beberapa tahun terakhir.

"Kerja sama di bidang kesehatan ini sangat penting untuk masa depan," kata Suahasil dalam pembukaan Leader's Insight Side Event G20: International Best Practices and Lessons Learnt on LIBOR Transition in Developing A Robust and Credible Reference Rate, Jakarta, Senin (13/6).

Suahasil mengatakan pandemi Covid-19 saat ini masih berlangsung. Namun tingkat penyebaran kasus sudah bisa dikendalikan. Namun hal masalah ini belum bisa dianggap selesai karena virusnya masih ada di dunia.

Setiap negara seharusnya bisa mempersiapkan diri khususnya di sektor kesehatan terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi. Mengingat dampaknya sangat signifikan terhadap perek sebuah negara hingga dunia.

"Kita harus bisa mempersiapkan isu kesehatan, bukan hanya sebatas observasi. Sektor ekonomi dan kesehatan keduanya sangat penting," kata dia.

Untuk itu, dalam rangkaian acara Presidensi G20 Indonesia, Suahasil menilai perlu ada pembahasan khusus terkait isu kesehatan dan ekonomi. Dua hal ini menjadi sangat penting untuk dibahas untuk mewujudkan pemulihan ekonomi dunia yang serentak.

Terlebih, pemulihan ekonomi dunia saat ini dihadapkan dengan gangguan rantai pasok. Hal ini sebagai akibat dari pemulihan ekonomi dunia yang tidak merata di seluruh dunia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tak Main-Main, Ini Sederet Peran Penting Indonesia di G20 dan GCRG

Sebelumnya, di tengah upaya Pemerintah memprioritaskan penanganan isu-isu di dalam negeri, Indonesia secara khusus dipercaya untuk membantu dalam mitigasi dan upaya solusi atas krisis keuangan dunia dalam Global Crisis Response Group (GCRG).

Presiden Joko Widodo mewakili Presidensi G20 dipercaya oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk menjadi anggota GCRG bersama dengan Perdana Menteri Bangladesh, Perdana Menteri Barbados, Perdana Menteri Denmark, Kanselir Jerman, dan Presiden Senegal.

Pembentukan GCRG yakni untuk mengadvokasi dan memfasilitasi konsensus global terhadap aksi-aksi untuk menghindari, memitigasi dan merespon dampak-dampak krisis pangan, energi dan keuangan bagi negara-negara yang rentan, terutama akibat imbas dari Pandemi Covid-19 dan perang Ukraina dan Rusia.

"Meski dipercaya untuk berfokus pada solusi keuangan, Indonesia tetap sangat terbuka untuk menyampaikan masukan saran dan rekomendasi terkait krisis pangan dan energi," dikutip dari laman ekon.go.id, Jumat (10/6/2022).

Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia yang sering ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bahwa Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2022 berkomitmen terus mendorong anggota G20 untuk bekerja sama untuk menyeimbangkan kepentingan di seluruh keanggotaan yang beragam, dan untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.

Dalam Media Briefing yang digelar secara hybrid di Media Center Kemenko Perekonomian, Jumat (10/06), Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso selaku Sherpa GCRG menyampaikan bahwa selama bulan Mei, telah dilaksanakan dua pertemuan Sherpa GCRG dan satu kali pertemuan Steering Committee.

Pertemuan itu dilakukan untuk mempersiapkan pertemuan tingkat kepala negara/pemerintahan pada tanggal 20 Mei 2022. Meski Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Denmark berhalangan hadir dalam pertemuan tingkat kepala negara/pemerintahan, Sekjen PBB telah melakukan pembicaraan langsung secara online dengan Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Mei 2022 dan dengan Perdana Menteri Denmark pada tanggal 24 Mei 2022.

Hasil pembicaraan Sekjen PBB dengan para kepala negara/pemerintahan GCRG dituangkan dalam Policy Brief Nomor 2.  Policy Brief Nomor 2 tersebut merupakan kelanjutan dari Policy Brief Nomor 1 yang dikeluarkan oleh UNCTAD sebelumnya.

Secara singkat, Policy Brief Nomor 1 UNCTAD menyampaikan rekomendasi antara lain untuk krisis pangan, perlu dilakukan upaya untuk tetap membuka pasar pangan dan pupuk dunia, melaksanakan program jaring pengaman sosial, mendukung penghidupan petani kecil, menjaga harga pupuk dan bahan bakar, dan menjaga stabilitas biaya transportasi global; Untuk krisis energi perlu menjaga stabilitas harga bahan bakar fosil dan bio-fosil, dan mendorong transisi energi; Untuk krisis keuangan perlu meningkatkan fleksibilitas dan likuditas keuangan global, meningkatkan bantuan finansial dan mendukung inisiatif penghapusan atau penjadwalan ulang hutang.

3 dari 3 halaman

Policy Brief Nomor 2 GCRG

Sebanyak 1,2 miliar penduduk dunia rentan terhadap krisis pangan, keuangan dan energi, dengan situasi yang berbeda-beda pada tiap Kawasan dan sub Kawasan. Beberapa negara lebih rentan daripada yang lain, dan segera membutuhkan bantuan:

Negara-negara di Afrika Sub-Sahara, tetap merupakan wilayah yang sangat rentan. Satu dari setiap dua orang Afrika terdampak pada ketiga krisis tersebut.

Wilayah Amerika Latin dan Karibia merupakan kelompok terbesar kedua yang menghadapi krisis biaya hidup.  Pengaruh sangat besar terjadi pada hampir 20 negara.Kemiskinan ekstrem mengancam kehidupan dan mata pencaharian 2,8 juta orang di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Wilayah Asia Selatan saat ini mengalami tingkat gelombang panas yang tinggi. Diperkirakan 500 juta orang mengalami krisis pangan dan keuangan yang parah.

Negara-negara di Eropa Timur dan Asia Tengah terpapar krisis energi dan keuangan, mengingat pentingnya pengiriman uang dan ekspor energi dari Rusia.Estimasi dari Program Pangan Dunia (WFP) PBB menunjukkan data sebagai berikut:

Jumlah penduduk yang masuk dalam kategori sangat rawan pangan meningkat dua kali lipat, dari 135 juta orang sebelum pandemi, menjadi 276 juta orang, hanya dalam waktu dua tahun.Efek perang di Ukraina diperkirakan akan meningkatkan jumlah tersebut hingga 323 juta orang pada tahun 2022.

Indeks harga pangan terbaru dari FAO mencapai rekor tertinggi pada bulan Februari 2022 sebelum perang, dan mengalami kenaikan tertinggi dalam sejarah, dengan rekor tertinggi pada bulan Maret 2022.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.