Sukses

Kata Pengamat Soal Penghapusan Tenaga Honorer di 2023, Terlalu Berlebihan dan Tanpa Solusi

Tenaga honorer sangat dibutuhkan pada sektor-sektor tertentu bagi lembaga-lembaga swasta yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah meminta Pemerintah menunda penghapusan status tenaga honorer pada 2023.

“Harus ditunda dulu, Pemerintah terlalu berlebih-lebihan. Pemerintah sendiri tidak memberikan solusi hanya memberikan aturan saja,” kata Trubus kepada Liputan6.com, Jumat (21/1/2022).

Menurutnya, tenaga kerja honorer ini menyerap tenaga kerja, sementara Pemerintah tidak menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup, hal itulah yang menjadi masalah jika status honorer dihapus.

Trubus juga menilai kebijakan tersebut tidak tepat dilakukan dalam waktu dekat, karena akan menimbulkan masalah jangka panjang. Misalnya, pelayanan publik tidak tertangani dengan baik lagi.

“Saya kira kebijakan yang tidak tepat dan ironi. Menurut saya kebijakan ini sekedar kebijakan tanpa solusi, saya anggap sebagai langkah yang jangka panjangnya akan menimbulkan masalah baru sehingga pelayanan publik tidak tertangani,” ujarnya.

Di sisi lain, tenaga honorer itu sangat dibutuhkan pada sektor-sektor tertentu bagi lembaga-lembaga swasta yang memiliki keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Swasta Kehilangan Pendidik

Jika Pemerintah mengganti honorer dengan PPPK maka tenaga kerja honorer di sektor swasta akan kehilangan tenaga kerjanya. Misalnya untuk sektor pendidikan swasta, banyak guru honorer yang telah didik menjadi profesional oleh pihak sekolah atau universitas.

Namun, dengan adanya kebijakan Pemerintah tersebut. Membuat sektor swasta kehilangan tenaga kerja honorernya. Sebab, jika menjadi PPPK harus mengikuti peraturan ASN yakni bersedia ditugaskan di daerah mana saja.

“Kalau diganti PPPK semua yang kerja di sektor swasta jadi hilang, misalnya untuk sektor pendidikan banyak pendidikan yang dilaksanakan oleh sektor swasta dan banyak pendidik honorer. Kalau mereka menjadi PPPK maka sekolah-sekolah swasta seperti Muhammadiyah akan kehilangan tenaga didiknya,” jelasnya.

Solusinya, Pemerintah harus memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja honorer. Oleh karena itu Pemerintah tidak boleh menghapus status tenaga honorer pada 2023 mendatang.

“Mereka harusnya diberikan insentif payungan hukum dari Pemerintah agar mereka tetap menerima gaji berdasarkan UMP, sehingga mereka mendapatkan penghasilan,” pungkas Trubus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.