Sukses

Pemerintah Diingatkan Berhati-hati Tetapkan Tarif BJPSDA agar Tak Ganggu Program EBT

Hal yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam menerapkan pungutan BJPSDA, terutama perihal besaran pungutan agar tidak terlalu besar.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat mengingatkan pemerintah berhati-hati dalam memutuskan penerapan pungutan Tarif Biaya Jasa Pengelolaan Sumber Daya Air (BJPSDA), seperti tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah SDA.

Hal yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam menerapkan pungutan BJPSDA, terutama perihal besaran pungutan agar tidak terlalu besar.

Ini mengingat telah ada pungutan lain sejenis yang sudah diterapkan sebelumnya. Serta dikhawatirkan kebijakan ini bisa berdampak ke pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Tanah Air.

Ini diungkapkan Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan. Menurut dia, rencana pungutan tarif BJPSDA dalam RPP SDA bisa berbenturan dengan upaya memperbesar bauran porsi EBT dalam bauran energi yang ditargetkan sebesar 23 persen pada 2025 dan pencapaian target Net Zero Emmision pada 2060.

Sekadar informasi jika dalam RUPTL 2021-2030 kapasitas pembangkit EBT ditargetkan 20,9 GW atau 51,6 persen untuk memenuhi target EBT 23 persen pada 2025 dan Target NDC 2030.

"Ini yang memang menjadi perhatian saya di tengah usaha meningkatkan bauran energi dan mengurangi efek gas rumah kaca," kata Mamit, di Jakarta.

Pemanfaatan EBT yang akan terkena dampak kebijakan pungutan BJPSDA adalah pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA).

Sementara dari target total kapasitas terpasang pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 587 GW pada tahun 2060, dan 83,4 GW di antaranya adalah PLTA.

Adapun dari potensi tenaga air untuk kelistrikan yang dimiliki Indonesia sebesar 95 GW, baru dimanfaatkan 6.432 MW.

Dikatakan pungutan BJPSDA akan membebankan biaya operasional PLTA, sehingga berujung pada kenaikan Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik yang berimbas pada kenaikan tarif listrik atau kenaikan subsidi yang dikeluarkan pemerintah.

"Ini akan berdampak ke operasional dari pada PLTA tersebut, yang akan menyebabkan kenaikan BPP. Pilihannya nanti, tarif listrik dari PLTA akan naik, dan mau tidak mau pemerintah harus memberikan kenaikan subsidi ke PLN," tuturnya.

Penerapan pungutan BJPSDA juga akan berdampak pada minat investasi pada pemanfaatan EBT berbasis air.

Itu mengingat untuk membangun PLTA membutuhkan investasi yang besar, pungutan tersebut dikhawatirkan akan membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modalnya.

"Saya kira bisa sangat mengganggu investasi karena memang kita punya target bauran energi, dan PLTA sebagai pembangkit yang memiliki nol emisi, biaya investasinya tinggi," ujarnya

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Besaran Pungutan

Pungutan BJPSDA dikhawatirkan memberatkan operator seperti PLN dalam memanfaatkan EBT. Ini mengingat biaya pungutan tersebut dibebankan ke pengguna SDA, sementara operator bertugas menyediakan listrik untuk masyarakat umum dengan harga terjangkau.

Hal yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam menerapkan pungutan BJPSDA, terutama perihal besaran pungutannya agar tidak terlalu besar, sebab ada pungutan lain sejenis yang sudah diterapkan sebelumnya.

"Ada banyak pungutan dengan fungsi yang sama, kalau memberatkan, salahnya satu dihilangkan, kalau pajak sudah ada lebih dahulu kan kalau menurut saya jangan double, kalau memang enggak bisa, tarifnya jangan mahal," imbuhnya.

Mamit mengungkapkan, pemerintah juga harus membuat aturan pungutan yang jelas, sebab yang menggunakan air permukaan dari sektor kelistrikan bukan hanya PLTA saja, ada PLTU dan PLTG yang juga memanfaatkan air sebagai pendingin mesin.

Dana yang terkumpul dari hasil pungutan BJPSDA seharusnya digunakan untuk konservasi sumber daya air, sehingga manfaatnya dirasakan oleh pihak yang dikenakan pungutan tersebut.

"Saya kira yang jadi perhatian juga pungutan ini karena ada pungutan lain, selain itu juga apa saja yang dikenakan tarif, kan ada yang jadi pendingin PLTU, dan perlu diperjelas," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.