Sukses

Ini Bedanya Tax Amnesty dan Program Pelaporan Sukarela yang Dimulai 1 Januari 2022

Wajib pajak dipersilakan mengikuti Program Pelaporan Sukarela (PPS) yang akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2022 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Penegakan Hukum, Dirjen Pajak, Kementerian Keuangan, Eka Sila Kusna Jaya mengatakan semua wajib pajak dipersilakan mengikuti Program Pelaporan Sukarela (PPS) yang akan mulai dilakukan pada 1 Januari 2022 mendatang.

Hanya saja, bagi wajib pajak yang sedang dalam proses hukum, harus menyelesaikan kasusnya sebelum mengikuti program tersebut.

"Tidak ada yang tumpang tindih, jadi harus diselesaikan dulu masalahnya baru itu PPS," kata Eka saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa (23/11).

Eka menjelaskan, program PPS berbeda dengan pengampunan pajak atau tax amnesty yang pernah dilakukan pada 2016 silam. Kala itu, wajib pajak yang sedang berproses masalah hukumnya bisa langsung dihentikan jika mengikuti program tersebut. Sebaliknya, dalam program PPS cara yang sama tidak bisa dilakukan.

"Ini agak beda dengan yang dulu, jadi harus selesaikan dulu," kata dia.

Untuk itu Eka menegaskan proses hukum akan terus berjalan meskipun wajib pajak berniat untuk ikut dalam program PPS. "Proses hukum tetap jalan, kalau kasusnya sudah selesai baru ikut PPS," kata dia.

Sebagai informasi, berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, PPS akan berlaku mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022.

Pemerintah membagi dua subjek PPS yakni WP Orang Pribadi dan WP Badan peserta pengampunan pajak 2016, dan WP OP bukan peserta tax amnesty 2016.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tax Amnesty

Bagi WP OP dan Badan peserta tax amnesty 2016 yang belum mengungkapkan aset perusahaan 31 Desember 2015 saat TA 2016, WP OP dan Badan dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 11 persen untuk deklarasi aset di luar negeri.

Namun, tarif PPh Final menjadi 8 persen untuk deklarasi aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi dan 6 persen untuk aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi dan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau usaha energi terbarukan.

Sementara itu, bagi WP OP yang belum melaporkan aset perolehan 2016-2020 dalam SPT Tahunan 2020, WP OP dikenakan tarif PPh Final 18 persen untuk deklarasi aset di luar negeri, 14 persen untuk aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi, dan 6 persen untuk aset di dalam negeri atau aset di luar negeri yang direpatriasi dan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau usaha energi terbarukan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.