Sukses

3 Pelajaran yang Bisa Dipetik dari Drakor Squid Game Buat Pemasaran Bisnis

Tentunya teknik tersebut bisa digunakan untuk sebuah merek atau bisnis sebagai upaya untuk meningkatkan penjualan.

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini salah satu drama yang berasal dari Korea Selatan Squid Game menjadi perbincangan banyak orang. Tak hanya sekadar drama hiburan ternyata, ada pula pembelajaran yang bisa dipetik dari drama yang viral tersebut. Ini berkaitan dengan teknik marketing atau pemasaran dalam dunia bisnis.

Kisah tentang sekelompok orang yang harus bertahan hidup dalam sebuah permainan demi mendapatkan uang itu mengajarkan banyak pelajaran pemasaran berharga.

Tentunya teknik tersebut bisa digunakan untuk sebuah merek atau bisnis sebagai upaya untuk meningkatkan penjualan.

Di sisi lain, jumlah pengguna aktif media sosial saat ini berada pada puncak bersejarah. Dapat dikatakan bahwa konten yang disajikan kepada audiens sekarang lebih mandiri dibanding sebelumnya. Karena itu, muncul peluang bagi merek kecil dan menengah untuk ikut bersinar dengan cara yang lebih mudah.

Selain itu, dengan adanya layanan streaming tersebut bisa menjadi normal baru untuk melihat beragam konten yang ada.

Dalam hal ini, Squid Game mampu memecahkan rekor publisitas di masa lalu dengan pertunjukan yang terbilang sedikit menegangkan.

Lantas apa saja pelajaran yang bisa dipetik dari drama asal Korea Selatan Squid Game tersebut? Berikut tiga pelajaran berharga yang bisa diambil dari drama Squid Game sehingga berguna dalam dunia pemasaran bisnis, seperti dilansir dari laman Enterpreneur, Sabtu (15/10/2021).

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Promosi Dari Mulut ke Mulut Lebih Ampuh

Promosi dari mulut ke mulut sebetulnya sudah tercantum dalam sebuah buku pemasaran berusia 100 tahun. Karenanya, itu dianggap sebagai teknik klasik sepanjang masa.

Selain itu, cara tersebut juga berfungsi sebagai faktor minimal dalam strategi pemasaran apa pun. Namun, Squid Game membuktikan bahwa itu bisa menjadi faktor utama dalam pemasaran.

Di samping itu, beberapa perusahaan pemasaran mungkin tidak dapat menjamin cara tersebut. Akan tetapi, dengan media sosial yang saat ini begitu mudah diakses oleh beragam bisnis, dapat memicu tren untuk membuat promosi dari mulut ke mulut.

Beberapa orang mungkin mendengar atau tahu tentang drama Squid Game dari teman-teman yang membicarakannya.

Bahkan di media sosial pun, seperti Twitter, Facebook, Instagram, banyak beredar konten tentang drama tersebut.

Karenanya, promosi dari mulut ke mulut pun bisa sukses dibandingkan kampanye iklan berbayar.

 

 

 

3 dari 4 halaman

2. Ikut Tren Pasti Sukses

Media sosial seperti TikTok tidak hanya bisa menemukan bagaimana sebuah merek atau bisnis menjangkau audiensnya.

Akan tetapi, juga mampu menetapkan standar baru tentang bagaimana perusahaan harus mendekati para pelanggan.

Melihat saat ini, merek atau bisnis besar bisa mengomentari postingan tanpa harus menjadi orang yang profesional. Hingga pada kenyataannya, bisnis yang mampu mengambil pendekatan informal di sebuah platform bisa mendapatkan banyak pujian bahkan perhatian. Alhasil mampu menghasilkan tayangan yang lebih tinggi.

Sekilas tentang masa lalu, banyak orang yang selalu minta menjadi orang profesional agar bisa berbicara atas namanya sendiri dan selalu bersikap serius. Untungya saat ini, sudah bukan lagi seperti itu karena banyak konsumen yang berevolusi.

Saat ini justru kebanyakan konsumen menginginkan bisa merasakan hubungan yang lebih dalam dari sekadar untuk bertransaksi.

Berkaitan dengan hal tersebut, jadi beruntung jika ada yang mengikuti tren seperti di TikTok. Bahkan lebih dari itu, siapa pun bisa mencapai kesuksesan finansial karena mengikuti tren yang ada atau viral melalui media sosial.

 

 

4 dari 4 halaman

3. Cari Tahu Keinginan Pelanggan

Anda baru bisa paham apa maksud drama ini ketika sudah benar-benar menontonnya. Seiring hal tersebut, pelajaran ketiga yang bisa diambil adalah sebagai pemilik merek atau bisnis, tidak bisa memprediksi apa yang diinginkan para konsumen untuk ke depannya.

Seperti para penonton dari drama ini yang baru akan paham ketika sudah menontonnya. Pemilik bisnis pun baru akan tahu apa yang diinginkan para konsumen setelah konsumen tersebut menunjukkannya.

Kedengarannya memang filosofis, namun kenyataannya kita kadang-kadang tidak benar tahu apa yang diinginkan oleh konsumen. Akhirnya perlu mencari tahu dulu apa yang diinginkan.

Selain itu, ini juga menunjukkan bawha kita tidak dapat selalu mengikuti norma konvensional dan bergantung pada data historis untuk memberi tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Perlu tahu, bisnis inovatif tentu harus selalu mempertimbangkan segala risiko yang diperhitungkan dengan strategi pemasaran.

 Reporter: Aprilia Wahyu Melatil

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.