Sukses

PGN Butuh Subsidi Pemerintah Jual Gas Seharga USD 6 per MMBTU

Kinerja PGN terpengaruh oleh kebijakan pemerintah menetapkan harga gas bumi USD 6 per mmbtu kepada industri tertentu sejak April 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Kinerja PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) selama 2020 memburuk. Selain dipengaruhi oleh menurunnya konsumi gas akibat pandemi Covid-19, kinerja PGN juga terpengaruh oleh kebijakan pemerintah menetapkan harga gas bumi USD 6 per mmbtu kepada industri tertentu sejak April 2020.

Sementara industri tertentu tersebut selama ini menyerap sekitar 70 persen dari gas yang dialokasikan PGN. Kabarnya PGN harus menanggung kerugian hingga USD 100 juta atau lebih dari Rp1,4 triliun akibat harga gas USD6 selama 2020.

"Masuk akal jika kerugian PGN akibat harga gas USD6 bisa mencapai USD100 juta. Karena mayoritas pengguna gas PGN adalah penerima manfaat harga gas USD 6 itu. Sementara pemerintah tidak memberikan insentif ataupun subsidi sesuai yang diamanatkan dalam regulasi. Situasi sangat merugikan PGN, termasuk investornya di pasar modal," jelas Analis Finvesol Consulting, Fendi Susiyanto di Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Fendi mengatakan dari kaca mata investor, salah satu hal penting yang menjadi dasar untuk mengambil keputusan investasi saham adalah melihat model bisnis (business model) dengan potensi margin yang menguntungkan. Hal itu menjadi faktor pendorong nilai perusahaan akan meningkat jangka panjang.

Secara model bisnis, lanjut Fendi, PGN sebenarnya merupakan emiten dengan fundamental dan prospek bisnis yang menarik. Sebagai inisiator dan pengembang infrastruktur gas bumi, PGN saat ini menguasai lebih dari 80 persen jaringan gas bumi di seluruh Indonesia.

Namun dari total produksi gas nasional sebanyak 6.889 BBTUD, PGN mentransportasikan gas sebesar 1.930 BBTUD, sekitar 28 persen dan baru mengalirkan niaga gas sekitar 900 BBTUD atau sekitar 15 persen.

Sayangnya sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PGN mendapatkan perlakuan berbeda dibandingkan BUMN lainnya. Dengan komponen harga jual dipatok USD 6, sementara komponen biaya realitasnya lebih tinggi. Tanpa memperoleh subsidi maka kerugian sulit untuk dihindari.

Fendi kemudian mencontohkan perlakuan berbeda pemerintah terhadap PLN yang mendapatkan subsidi listrik. Bahkan sejak tahun 2015 beberapa BUMN kontruksi mendapatkan suntikan dana melalui Penyertaan Modal Pemerintah (PMN) untuk mengembangkan berbagai infrastruktur.

Sementara kepada PGN, yang selama ini mengembangkan infrastruktur gas bumi sebagai energi untuk mengurangi energi impor, tak ada sepeserpun bantuan dari pemerintah.

Menurut Fendi, jika alasannya sebagian saham PGN dimiliki asing hal itu tidak masuk akal. Dikotomi asing dan non-asing ini tidak positif untuk mendorong pasar modal Indonesia semakin atraktif. Karena banyak BUMN yang mendapat PMN triliunan rupiah, sahamnya di pasar modal juga dikuasai oleh investor asing.

"Dengan membuat kebijakan harga gas USD6 dan tidak memberikan dukungan pendanaan, pemerintah sebenarnya tidak menginginkan gas bumi ini membesar. Karena sulit bagi PGN untuk terus membangun infrastruktur jika margin bisnisnya sudah dibatasi," tegas Fendi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pendapatan PGN Susut 25 Persen Sepanjang 2020

Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau disebut PGN mencatat pendapatan turun sepanjang 2020. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) membukukan pendapatan turun 25,02 persen menjadi USD 2,88 miliar dari periode 2019 sebesar USD 3,84 miliar.

Beban pokok pendapatan susut 22,51 dari USD 2,62 miliar pada 2019 menjadi USD 2,03 miliar pada 2020. Dengan demikian, laba bruto turun 30,38 persen. Perseroan mencatat laba bruto sebesar USD 854,41 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 1,22 miliar. Demikian mengutip dari laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), ditulis Sabtu (10/4/2021).

Perseroan mampu menekan sejumlah beban sepanjang 2020. Beban niaga dan infrastruktur sebesar USD 351,93 juta. Realisasi beban niaga ini turun dari periode 2019 sebesar USD 439,14 juta. Beban umum dan administrasi tercatat USD 176,57 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 269,78 juta.  

Pendapatan lain-lain turun dari USD 62,09 juta pada 2019 menjadi USD 41,96 juta. Sementara itu, beban lain-lain naik 87,59 persen. Beban lain-lain sebesar USD 64,15 juta pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya USD 34,19 juta.

Laba operasi turun 44,40 persen dari USD 546,33 juta pada 2019 menjadi USD 303,71 juta.Perseroan alami rugi tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai USD 264,77 juta pada 2020.

Jumlah ini berbeda dari periode 2019 untung USD 67,58 juta. Dengan demikian rugi per saham yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dasar dan dilusi (0,011) pada 2020 dari periode sama tahun sebelumnya 0,003. 

 

3 dari 3 halaman

Kinerja Keuangan 2020

Total liabilitas naik 10,60 persen dari USD 4,13 miliar pada 2019 menjadi USD 4,57 miliar pada 2020. Ekuitas perseroan turun 8,6 persen dari USD 3,22 miliar pada 2019 menjadi USD 2,95 miliar pada 2020.

Total aset naik dari USD 7,37 miliar pada 2019 menjadi USD 7,53 miliar pada 2020. Perseroan kantongi kas sebesar USD 1,17 miliar pada 2020. Angka ini naik dari periode 2019 sebesar USD 1,04 miliar.

Pada perdagangan saham Jumat, 9 April 2021, saham PGAS naik 1,54 persen ke posisi Rp 1.320 per saham. Saham PGAS dibuka naik tipis lima poin ke posisi Rp 1.305 per saham.

Saham PGAS berada di posisi tertinggi Rp 1.345 dan terendah Rp 1.300 per saham. Total frekuensi perdagangan saham sekitar 7.955 kali dengan nilai transaksi Rp 73,2 miliar. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.