Sukses

Harga Minyak Naik karena Penarikan Stok Besar-besaran di AS

Harga minyak mentah Brent naik 34 sen menjadi USD 56,25 per barel.

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak naik perdagangan Rabu (Kamis waktu Jakarta) karena penarikan besar-besaran persediaan minyak mentah AS melawan kekhawatiran terus-menerus tentang pandemi Covid-19 yang terus mengganggu permintaan bahan bakar.

Stok minyak mentah AS turun hampir 10 juta barel pekan lalu ke level terendah sejak Maret 2020 di angka 476,7 juta barel karena penurunan tajam dalam impor, data Administrasi Informasi Energi melaporkan.

Dikutip dari CNBC, Kamis (28/1/2021), harga minyak mentah Brent naik 34 sen menjadi USD 56,25 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik 24 sen atau 0,5 persen pada USD 52,85 per barel.

"Pasar dipimpin oleh penurunan signifikan harga minyak mentah," kata Andrew Lipow, Presiden Lipow Oil Associates di Houston.

Harga minyak telah pulih dari rekor terendah pada bulan April karena meningkatnya permintaan dibandingkan saat bulan-bulan awal pandemi, terutama di China, dan pemotongan pasokan besar-besaran oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau yang dikenal sebagai OPEC+.

“Minyak terus berkonsolidasi,” kata Jeffrey Halley dari Broker OANDA.

"Pemotongan Arab Saudi, kepatuhan OPEC+ di atas 85 persen dan permintaan yang tak terpuaskan dari Asia berarti bahwa minyak telah melihat siklus terendahnya untuk tahun 2021," jelas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Produksi Minyak AS

Harga minyak bisa mendapatkan keuntungan dari produksi minyak AS yang lebih rendah sebagai akibat dari peraturan industri yang lebih ketat oleh pemerintahan Biden, yang akan menghentikan sementara sewa minyak dan gas baru di lahan federal dan memotong subsidi bahan bakar fosil saat ia mengejar kebijakan energi hijau.

"Kami akan mengamati angka-angka produksi ini untuk melihat apakah produsen minyak AS dapat mengatasi lingkungan peraturan yang lebih ketat dan lingkungan pendanaan yang lebih keras serta meningkatkan produksi," kata Phil Flynn, Analis Senior di Price Futures Group, Chicago.

Jumlah kasus virus korona global telah melampaui 100 juta ketika infeksi meningkat di Eropa dan Amerika, sementara Asia berjuang untuk menahan wabah baru, yang membebani permintaan dan harga minyak.

China, konsumen minyak terbesar kedua, baru-baru ini melihat kebangkitan virus Corona, tetapi data resmi China menunjukkan 75 kasus baru COVID-19 yang dikonfirmasi pada hari Rabu, kenaikan harian terendah sejak 11 Januari.

Setelah laporan inventaris minyak AS, fokus pasar beralih ke hasil pertemuan kebijakan dua hari Federal Reserve AS. Analis memperkirakan The Fed akan tetap berpegang pada nada dovish untuk membantu mempercepat pemulihan ekonomi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.