Sukses

Sri Mulyani: Pemerintah Belum Pernah Membahas Revisi UU Bank Indonesia

Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah menegaskan komitmen pengelolaan kebijakan fiskal yang prudent, yang terlihat dalam penyusunan RAPBN tahun 2021.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa hingga kini pemerintah belum membahas amandemen Undang-Undang Bank Indonesia (BI). Revisi undang-undang tentang Bank Indonesia merupakan inisiatif DPR. 

"Mengenai revisi UU tentang Bank Indonesia yang merupakan inisiatif DPR, Pemerintah belum membahas hingga saat ini," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers online, Jakarta, Jumat (4/9/2020).

Sri Mulyani mengatakan, penjelasan Presiden dalam hal posisi pemerintah, sudah jelas bahwa kebijakan moneter harus tetap kredibel, efektif, dan independent. Bank Indonesia dan Pemerintah bersama-sama menjaga stabilitas dan kepercayaan ekonomi.

"Hal ini untuk memajukan kesejahteraan rakyat demi kemakmuran dan keadilan yang berkesinambungan. Pemerintah berpandangan bahwa penataan dan penguatan sistem keuangan harus mengedepankan prinsip-prinsip tata kelola (governance) yang baik, pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing lembaga secara jelas, serta mekanisme check and balances yang memadai," jelasnya.

Sri Mulyani melanjutkan, pemerintah menegaskan komitmen pengelolaan kebijakan fiskal yang prudent, yang terlihat dalam penyusunan RAPBN tahun 2021 dan tetap dilanjutkan dalam rangka pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19.

"Sehubungan dengan kebutuhan pembiayaan untuk menutup defisit APBN, strategi pembiayaan mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang disusun berlandaskan pada prinsip untuk tetap menjaga posisi BI selaku otoritas moneter serta Kementerian Keuangan selaku otoritas fiskal," papar Sri Mulyani.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

UU Bank Indonesia Direvisi, Apa Dampaknya Bagi OJK?

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah membahas penyusunan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI). Salah satu agendanya dalam RUU ini yaitu mengembalikan pengawasan perbankan kepada Bank Indonesia yang sebelumnya menjadi tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menyikapi hal itu, Kepala Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menilai reformasi di peraturan sektor keuangan ini sebagai upaya membubarkan OJK. Mengingat sebagian dari fungsi OJK yaitu pengaturan dan pengawasan bank akan dikembalikan ke BI selaku bank sentral.

 

"Kalau dilihat dari isinya, reformasi sektor keuangan ini menegaskan wacana membubarkan OJK. Dimana sebagian dari fungsi OJK yaitu pengaturan dan pengawasan bank direncanakan akan dikembalikan ke Bank Indonesia. Tambahannya, dalam rencana reformasi sektor keuangan ini Pemerintah juga turut merombak habis kewenangan Bank Indonesia," jelas dia kepada Merdeka.com, Selasa (1/9).

Terlebih, sambung Piter, saat ini tidak ada urgensi pemerintah melakukan reformasi sektor keuangan. Perlambatan ekonomi atau bahkan resesi yang sudah diambang mata lebih disebabkan oleh terjadinya pandemi Corona.

"Jadi, bukan dikarenakan kegagalan sektor keuangan yang kemudian harus dipertanggungjawabkan oleh BI dan OJK," jelasnya

Sehingga dia menilai reformasi sektor keuangan tidak menjamin perbaikan ekonomi ketika pandemi sendiri masih berlangsung. Justru reformasi sektor keuangan yang dilaksanakan secara terburu-buru bisa menyebabkan pemerintah kehilangan fokus dalam menanggulangi pandemi mematikan ini.

"Saat ini permasalahan terbesar yang kita hadapi adalah pandemi dengan semua dampaknya. Pemerintah diharapkan fokus menanggulangi pandemi dan meningkatkan ketahanan masyarakat dan dunia usaha agar tidak kolaps selama terjadinya pandemi ini," imbuh dia.

Oleh karena itu, Pieter mendorong pemerintah perlu melakukan penguatan sinergi bersama BI, OJK dan juga LPS. Sehingga di masa-masa sulit ini pemerintah dan semua otoritas kompak bekerjasama, untuk bahu-membahu memberikan bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha di dalam negeri.

"Jangan sebaliknya, justru memunculkan kegaduhan yang tidak perlu. Ini hanya menghabiskan energi secara tidak produktif," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini