Sukses

65 Kontainer Sampah Plastik Impor di Luar Wewenang BP Batam

Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menyatakan keberadaan 65 kontainer yang berisikan sampah plastik impor bukan di dalam pengawasan BP Batam.

Liputan6.com, Batam - Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) menyatakan keberadaan 65 kontainer yang  berisikan sampah plastik impor bukan di dalam pengawasan BP Batam.

Direktorat Lalulintas Barang Badan Penguasaan (BP) Batam Subdit Perindustrian, Tus Haryanto mengatakan, tidak memiliki kewenangan mengawasi untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari lalu lintas barang BP Batam

Untuk proses pengiriman dan penerimaan barang dari Lalulintas Barang BP Batam  tidak memiliki kewenangan  mengawasi. Wewenang izin impor berada di wilayah kementerian perdagangan.

"Kami hanya mengawasi biji plastik, sebagai bahan baku," kata Direktur Lalulintas Barang BP Batam, Tri Novianta Putra di Kantor  Humas BP Batam, Rabu (26/6/2019).

Sebelumnya saat rapat di DPRD Batam, Evi Elfiana Bangun, Direktur PTSP BP Batam mengemukakan asal mula perusahaan biji plastik dari China. Berdasarkan ketentuan Peraturan Nomor 44 Tahun 2016, usaha tersebut tidak dilarang dan terbuka untuk investor asing. Pihaknya mengundang Kementerian Perindustrian, Perdagangan, Lingkungan Hidup, Dinas Lingkungan Hidup, Bea Cukai untuk berdiskusi mengenai hal tersebut.

"Melakukan diskusi semua pihak mendukung pasal untuk bahan baku plastik merujuk Kementerian Perdagangan pasal 11 Tahun 2015," ujar dia.

"Semua menyampaikan agar pelaku usaha memperhatikan lingkungan agar dalam proses pelaksanaannya tidak mencemari lingkungan,” ia menambahkan, saat Rapat di Kantor DPRD, Batam Senin, 24 Juni 2019.

Lebih lanjut ia menyampaikan ada beberapa jenis izin yang harus ditempuh mulai dari izin prinsip, usaha untuk beroperasi, izin operasional untuk komersial.

"Kami terbitkan izin penanaman modal,untuk mendapatkan izin usaha pelaku usaha terlebih dahulu memenuhi izin lingkungan ya itu UPL. UKL yang  kemudian  menjadi kewenangan Dinas Lingkungan Hidup. DLH Batam kalau tertuju ke kemendagri nomor 31 2016," kata dia.

Sementara itu, di tempat yang sama Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, Ip mengatakan, awal 2019 Dinas Lingkungan Hidup  melakukan audit ada sekitar 53  pelaku usaha yang mengelola limbah impor di antaranya scrap plastik sebagai bahan baku.

Dari 53 perusahaan plastik, 20 pelaku usaha berpotensi menghasilkan limbah B3. Saat bahan baku sampai dan  dalam proses pemindahan sebagian bahan baku tidak bisa proses.

"Dalam satu ton bahan  menyisakan 5  sampai 6 persen bahan baku tersebut tidak bisa di proses yang kemudian dibuang ke TPA. Yang kemudian dalam proses pembersihan bahan baku tersebut menghabiskan air bersih sekitar 300 hingga 600 kubik air per ton," kata Ip.

Sementara itu, anggota Komisi 1 Bidang Hukum  DPRD Batam Lik Khai mengatakan, hal mesti di waspadai sekarang bukan hanya  itu impor limbah plastik. Akan tetapi, bahan kimia  di rumah sakit itulah yang  sangat membahayakan sampah tersebut dikumpul di sana kemudian di facking kemudian dikirim ke Indonesia.

"1 packing sampah tersebut 1 ton di atas  USD 80 mereka membayar. Saya mengetahui betul, dari kawan pengusaha dari Tiongkok, mereka importir limbah mendapatkan fee sekitar lebih dari USD 80 per ton," kata  Lik Khai.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

65 Kontainer Sampah di Batam Akan Dikembalikan Usai Uji Lab

Sebelumnya, Ditjen Bea Cukai Batam bersama tim gabungan memeriksa dan mengambil sampel dari 65 kontainer sampah yang terindikasi mengandung Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Pengambilan sampe sebelum sampah tersebut dikembalikan ke negara asal.

Kepala Seksi Penindakan Kantor Bea dan Cukai (BC) Batam Febian Cahyo Wibowo mengatakan hasil uji Lab sampel limbah akan diumumkan dalam tiga hari.

"Hasilnya nanti usai pengambilan sampel selesai, apakah yang 65 kontainer mengandung B3, ya atau tidaknya tunggu aja," kata dia kepada Liputan6.com di Batam, Rabu sore, 19 Juni 2019.

Dia menuturkan hasil uji laboratorium akan diserahkan ke Kementerian Lingkungan Hidup. Adapun berdasarkan peraturan, jika limbah yang mengandung B3 harus dikembalikan ke daerah asal dengan batas waktu 90 hari semenjak barang itu tiba.

Dari proses pemeriksaan, dari 54 kontainer tersebut mengandung limbah plastik. Sementara  berdasarkan manives, sampah tersebut berasal dari Amerika dan Eropa. Ini terdiri dari sampah rumah tangga, dan farmasi karena ditemukan botol obat.

Sementara Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam Herman Rozi menuturkan jika sampah dalam kontainer mengeluarkan bau menyengat.

"Kita lihat dan rasakan isi kontainer mengeluarkan bau, cuma (detektor) belum menemukan radiaktif, untuk hasil kita tunggu hasil lab bea cukai," tutur dia.

Sekjen Asosiasi Import Plastik Indonesia (Aexipindo) Marthen Tandi Rura meminta untuk menunggu hasil dari pemeriksaan tim. "Saya tidak sengaja mendampingi tim, kita tunggu hasilnya nanti," kata dia.

Sebelumnya dalam pernyataan sikap, pengusaha yang tergabung dalam Aexipindo Batam membantah telah mengimpor sampah yang mengandung B3 ke Batam.

Asosiasi menganggap isi dari 65 kontainer yang didatangkan dari Inggris, Kanada, Amerika dan Australia serta sejumlah negara Eropa lainya bukan dari limbah melainkan bahan baku.

Impor bahan plastik ini telah sesuai dengan Permendag Nomor 31 Tahun 2016 yang mengatur tata cara impor bahan baku limbah non B3.

Impor barang tersebut juga sudah melalui proses yang panjang mulai dari membuka Purchase Order, Sucofindo, Infeksi dan pembayaran.

 

3 dari 3 halaman

Menko Luhut: Indonesia Telat Terapkan Kebijakan Kirim Balik Sampah Impor

Sebelumnya, Indonesia menjadi negara terakhir di Asia Tenggara yang mengembalikan sampah ke Negara Barat dalam beberapa hari. Tercatat, Indonesia mengirimkan kembali 5 kontainer sampah ke Amerika Serikat (AS).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dukungannya terhadap kebijakan tersebut. Dia memandang, kebijakan tersebut memang perlu dilakukan.

"Saya kira itu bagus policy begitu," kata dia, saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat, 21 Juni 2019.

Kebijakan serupa, lanjut Mantan Menko Polhukam ini, telah dilakukan oleh negara-negara lain. Sehingga bukanlah hal yang perlu dipertanyakan.

"Karena bukan hanya kita yang melakukan. Filipina juga melakukan. Singapura melakukan. Tidak ada yang aneh. Justru terlambat kita lakukan," ujarnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.