Sukses

Ajak Milenial Terjun ke Sektor Pertanian, Bisakah?

Milenial harus mau mengembangkan berbagai komoditas pertanian yang sedang booming di pasaran, baik di dalam maupun luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Sektor pertanian merupakan salah satu sektor industri yang paling cepat ditinggalkan oleh para tenaga kerja, khususnya para generasi muda.

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), pekerja di sektor pertanian pada 2018 menurun 35,7 juta orang atau 28,79 persen jumlah penduduk bekerja 124,01 juta jiwa.

Sementara pada tahun sebelumnya, jumlah pekerja sektor pertanian berada di angka 35,9 juta orang atau 29,68 persen jumlah penduduk bekerja 121,02 juta jiwa.

Lantas, apakah golongan muda atau generasi milenial bisa tertarik untuk kembali menghidupkan sektor pertanian yang mati suri?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, milenial Indonesia yang berjumlah sekitar 90 juta orang saat ini memang banyak yang sudah tidak tertarik bergelut di sektor pertanian.

Padahal menurutnya, pertanian merupakan kunci yang bisa membuat Indonesia jadi negara maju berkat ketahanan pangan. Oleh karenanya, Bhima menganggap perlu adanya regenerasi petani selaku penggiat usaha di sektor tersebut.

"Umur petani rata-rata sekarang 45 tahun ke atas. Jadi diperlukan kebijakan regenerasi sehingga milenial bisa kembali lagi untuk menekuni bidang pertanian, khususnya menggunakan digitalisasi, menggunakan tools-tools yang lebih canggih," ungkapnya kepada Liputan6.com, Rabu (17/4/2019).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kembangkan Komoditas

Kemudian, Bhima melanjutkan, generasi muda harus mau mengembangkan berbagai komoditas pertanian yang sedang booming di pasaran, baik di dalam maupun luar negeri.

"Contohnya dari mulai durian, kemudian alpukat, yang permintaannya di pasar domestik maupun ekspor itu cukup bagus. Anak-anak mudanya harus masuk ke dalam komoditas-komoditas alternatif yang punya nilai tambah cukup besar, yang permintaan internasionalnya juga masih banyak," imbuhnya.

Selain itu, dia pun mengimbau pemerintah agar lebih memperhatikan perusahaan pemula atau startup di bidang pertanian.

"Kita inginkan ada unicorn ke depan yang dari startup pertanian. Kalau sekarang baru e-commerce sama transportasi online," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Transformasi

Terakhir, Bhima menyatakan, keberadaan infrastruktur langit atau digital yang memadai sangat dibutuhkan jika mau melakukan transformasi di sektor pertanian.

"Biar akses internet bisa sampai masuk ke pedesaan itu merata dan speed-nya kencang, sehingga itu bisa menopang petani. Karena sekarang kan yang jadi kendala kan teknologinya ada, tapi infrastruktur digitalnya belum available," pungkas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.