Sukses

Sistem Ini Mampu Bikin Hemat Anggaran Pemerintah Rp 65 Triliun

Penerapan SAKIP memastikan anggaran hanya dipergunakan untuk membiayai program dan kegiatan prioritas yang dukung pembangunan.

Liputan6.com, Jakarta - Penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di 11 pemerintah provinsi dan 150 kabupaten/kota yang dikelompokkan dalam wilayah II berhasil menghemat Rp 22,3 triliun.

Secara nasional, SAKIP Tahun 2018 telah berhasil menghemat pemborosan anggaran sebesar Rp 65,1 triliun.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin‎ dalam acara penyerahan Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Pemda Wilayah II yang meliputi DKI Jakarta, Kalimantan, Jawa Timur, Bali, NTB dan NTT.  

"Melalui SAKIP, paradigma kinerja pemerintah berubah, bukan lagi sekadar melaksanakan program kegiatan yang dianggarkan, namun bagaimana melakukan cara yang paling efektif dan efisien untuk mencapai sasaran tersebut," ujar dia di Jakarta, Rabu (6/2/2019).

Syafruddin mengatakan, penerapan SAKIP memastikan anggaran hanya dipergunakan untuk membiayai program dan kegiatan prioritas yang mendukung pencapaian tujuan pembangunan.

Penghematan anggaran terjadi dengan dihapusnya sejumlah kegitan yang tidak penting dan yang tidak mendukung kinerja instansi.

Dia menyatakan, evaluasi SAKIP bukan sebagai ajang kompetisi tentang keberhasilan mencapi indikator penilaian. Melainkan lebih kepada bagaimana mengasistensi, mendampingi dan memberi saran perbaikan untuk masalah yang dialami. 

"Kami akan membantu daerah-daerah dalam menyusun perencanaan, mengevaluasi pelaksanaan program, memberikan masukan, serta mengawasi target capaian program tersebut," kata dia.

Mantan Wakapolri ini mengungkapkan, saat ini bukan saatnya lagi bekerja hanya untuk membuat laporan, atau hanya untuk menyerap anggaran. Namun sekarang waktunya bekerja fokus dari hilir ke hulu program. 

Sebab menurut dia, efisiensi bukan hanya tentang cara memotong anggaran, tetapi juga penerapan manajemen berbasis kinerja. Misal penerapan e-government melalui e-budgeting untuk menghindari 'program siluman' yang berpotensi penyimpangan. 

"Namun realitanya, e-budgeting juga tidak terintegrasi utuh dengan outcome kinerja, sehingga belum mampu mencegah pemborosan. Untuk itu, dibentuklah e-performance based budgeting sebagai program quick win yang harus selesai dalam periode 2 tahun mendatang,” tutur dia.

Masalah yang banyak terjadi adalah banyaknya program yang tidak tepat sasaran sehingga anggaran banyak yang terbuang sia-sia.

Paradigma di hampir seluruh instansi adalah bagaimana menghabiskan anggaran, tapi belum tentu anggaran yang dihabiskan bermanfaat.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Senada dengan Syafruddin, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur dan Pengawasan Kementerian PANRB M Yusuf Ateh mengatakan, untuk mewujudkan efisiensi dalam birokrasi, tidak cukup hanya dengan memotong anggaran pada pertengahan tahun anggaran berjalan saja, tetapi soal bagaimana praktek yang selama ini terjadi.

Dia menuturkan, efisiensi harus dibangun secara sistemik, bukan melalui kebijakan-kebijakan temporal yang mengakibatkan efisiensi tidak dilaksanakan secara berkelanjutan.

Efisiensi juga harus dimulai dengan memperbaiki pola pemanfaatan anggaran sejak pertama kali birokrasi merencanakan hasil dan kinerjanya, sebagaimana prinsip akuntabilitas berorientasi hasil yang menjadi amanat Undang-Undang.

"SAKIP mengarahkan birokrasi kita untuk menetapkan program dan kegiatan berdasarkan pada prioritas dan kebutuhan masyarakat," tandas dia.

 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.